Program Solar Koperasi Nelayan Siap Diuji Coba di Surabaya
Program Solusi Nelayan atau pemenuhan kebutuhan bahan bakar solar untuk koperasi nelayan telah siap untuk diuji coba di Surabaya. Sebagai ”pilot project”, program ini akan diuji di enam daerah lainnya.
Oleh
STEFANUS OSA TRIYATNA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Program Solusi Nelayan atau pemenuhan kebutuhan bahan bakar solar untuk koperasi nelayan telah siap untuk diuji coba di Kampung Nelayan Desa Kedung Cowek, Bulak, Surabaya, Jawa Timur. Selanjutnya, pemerintah menyepakati untuk melakukan program serupa di daerah Indramayu (Jawa Barat), Pekalongan dan Semarang (Jawa Tengah), Aceh Besar, Deli Serdang (Sumatera Utara), dan Lombok Timur (Nusa Tenggara Barat).
Kepastian pelaksanaan program tersebut disampaikan Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki dalam keterangan persnya di Jakarta, Kamis (15/9/2022). Sehari sebelumnya, peninjauan lokasi pertama program ini dilakukan di daerah Surabaya. Setelah tujuh kampung nelayan tersebut, pemerintah menjanjikan akan memperluas cakupan Program Solar Nelayan ini ke seluruh Indonesia sebagai bentuk antisipasi atas kenaikan bahan bakar minyak, terutama jenis solar.
”Kita ingin nanti para nelayan bisa membeli solar sesuai harga stasiun pengisian bahan bakar umum. Bukan harga dari pengecer sehingga margin pendapatan nelayan akan bertambah dan semakin sejahtera,” kata Teten.
Seperti diketahui, sejak 3 September 2022, pemerintah telah menaikkan harga BBM seperti jenis solar subsidi dari Rp 5.150 menjadi Rp 6.800 per liter. Selain itu, jenis pertalite dari Rp 7.650 menjadi 10.000 per liter. Pertamax dari harga Rp 12.500 menjadi Rp 14.500 per liter.
Teten menjelaskan, nantinya koperasi nelayan akan mengelola SPBU khusus nelayan. Pengurus koperasi diwajibkan mendata para anggotanya agar pasokan BBM dari PT Pertamina (Persero) benar-benar tersalurkan tepat sasaran.
”Ingat, (mereka) yang bisa mendapatkan BBM solar subsidi harus terdaftar di koperasi. Nah, ini tugas dari koperasi nelayan untuk memastikan para anggotanya untuk disiplin supaya teratur,” ujar Teten.
Dengan keberadaan SPBU khusus nelayan, nelayan diharapkan bisa lebih mudah dan cepat dalam mendapatkan bahan bakar untuk melaut. Selama ini, sekitar 60 persen biaya produksi nelayan berada pada pengadaan BBM. Untuk itu, diperlukan upaya nyata dari pemerintah agar biaya produksi para nelayan bisa ditekan dengan memberikan kemudahan akses BBM yang murah sesuai harga resmi Pertamina.
Sementara itu, Executive General Manager Pertamina Patra Niaga Jatimbalinus Deny Djukardi menambahkan, di lokasi ini belum ada SPBU nelayan. Tentu ini menjadi hal penting agar ke depan nelayannya bisa membeli solar dengan harga resmi. Untuk mempercepat realisasi pembangunan Pertashop khusus nelayan dibutuhkan berbagai persyaratan administratif.
Dia berharap agar para nelayan yang tergabung dalam koperasi juga cepat dalam memenuhi persyaratan administratif tersebut.
”Kami perlu data-data terbaru dari para anggota koperasi. Memang, kemarin ada beberapa kendala, tetapi saat ini sudah ada solusinya. Intinya, dari Pertamina mendukung sekali untuk bisa melayani nelayan untuk mendapatkan BBM bersubsidi tepat sasaran dan tepat guna,” ujar Deny.
Ketua Koperasi Bahari 64 Muhammad Sukron menyatakan, selama ini para nelayan mengeluhkan sulitnya mendapat BBM yang murah. Dengan jarak SPBU yang jauh, para nelayan terpaksa membeli ke pengecer dengan harga yang lebih mahal.
Untuk BBM jenis solar, nelayan mendapatkan harga dari pengecer dengan harga rata-rata Rp 10.000–Rp 11.000 per liter dan pertalite Rp 12.000 per liter. Padahal, harga yang dipatok resmi oleh Pertamina untuk solar Rp 6.800 per liter dan pertalite Rp 10.000 per liter.
”Dengan adanya SPBU khusus bagi nelayan yang dikelola koperasi ini, saya kira akan menjadi langkah konkret untuk memberikan solusi bagi temen-teman nelayan dalam mendapatkan BBM. Selama ini, permasalahan kami hanya soal BBM,” kata Sukron.
Dia menjelaskan, kebutuhan BBM untuk nelayan rata-rata setiap hari mencapai sekitar 5 liter. Dia optimistis kebutuhan BBM murah bisa disuplai oleh Pertamina melalui SPBU mini yang dikelola oleh koperasi.
”Kebutuhan BBM solar ini akan sangat berdampak luar biasa bagi teman-teman nelayan. Di samping itu, jarak melaut kita semakin jauh sehingga ongkosnya bertambah. SPBU nelayan ini akan jadi solusi yang tepat bagi nelayan,” katanya.
Direktur Bisnis Kecil dan Menengah PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Amam Sukriyanto menyatakan kesiapannya untuk membantu para nelayan dalam mendapatkan akses pendanaan yang murah. BRI mendapat mandat dari pemerintah untuk ikut menyukseskan Program Solusi Nelayan. Untuk itu, pihaknya siap menyalurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) bagi nelayan untuk melakukan pembaruan alat tangkapnya atau untuk kebutuhan produksi lainnya.
”Kami memiliki satu produk bernama KUR yang sangat bisa untuk memenuhi kebutuhan nelayan dalam pengelolaan hasil tangkapannya. KUR ini masih disubsidi oleh pemerintah sebesar 3 persen,” kata Amam.