Kekurangan Stok Jagung Jelang Akhir Tahun Diantisipasi
Sejumlah provinsi dengan luas panen terbesar di antaranya Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawarsi Selatan, dan Sulawesi Utara.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ketersediaan komoditas jagung, terutama untuk pakan ternak unggas, diperkirakan akan menyusut seiring masa panen yang berakhir di sejumlah sentra produksi. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah dengan mobilisasi jagung dari daerah sentra produksi ke sentra peternakan unggas sehingga diharapkan gejolak dapat ditekan.
Arnen Sri Gemala, perwakilan Direktorat Serealia Tanaman Pangan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, dalam webinar Strategi Pemenuhan Kebutuhan Jagung Nasional, Kamis (8/9/2022) mengatakan, secara nasional, total luas panen jagung Januari-November 2022 diperkirakan 4,2 juta hektar, dengan produktivitas 56,61 kuintal per hektar.
Adapun masa puncak panen nasional terjadi pada Februari 2022. Pada Juli 2022, masih ada 9 provinsi dengan luas panen di atas 10 hektar, tetapi setelah itu berkurang. Pada Oktober 2022, hanya ada 5 provinsi dengan luas panen di atas 10.000 hektar dan ada 5 provinsi dengan luas panen 5.000-10.000 hektar. Sisanya kurang dari 5.000 hektar.
Sejumlah provinsi dengan luas panen terbesar jagung di antaranya Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Utara. Setiap provinsi itu menyangga kebutuhan jagung daerah-daerah di sekitarnya.
”September mulai banyak terjadi kekurangan dan Oktober ini yang dikhawatirkan karena (panen di) Nusa Tenggara Barat mulai menurun, sedangkan di Pulau Sulawesi tidak ada yang di atas 10.000 hektar. Kami tetap berharap bisa menyuplai kebutuhan pabrik pakan dan peternak mandiri di sekitar daerah tersebut,” kata Arnen.
Menurut Arnen, data yang digunakan di Kementerian Pertanian berasal dari input yang dilakukan oleh daerah. Diharapkan, para petugas dinas di daerah segera memasukkan data agar akurasi peta sebaran panen akan lebih akurat. Dengan demikian, kebijakan jagung yang diambil di tingkat nasional bakal tepat.
Direktur Ketersediaan Pangan Badan Pangan Nasional (National Food Agency/NFA) Budi Waryanto menuturkan, mobilisasi jagung ke para peternak mandiri menjadi salah satu upaya menjaga ketersediaan dan stabilisasi jagung. Per 8 Agustus 2022, NFA telah memobilisasi jagung ke wilayah Kendal, Solo (Jateng), DIY, Blitar (Jatim), dan Lampung, total 2.739 ton.
Mekanisme distibrusi yang dilakukan adalah kelompok penerima manfaat melakukan permohonan kepada NFA perihal kebutuhan jagung untuk peternak kecil dan mandiri. Kemudian, petani/gabungan kelompok tani/pelaku usaha melakukan pengiriman setelah mendapat persetujuan pusat, dengan dilengkapi dokumen administrasi.
”Kami mengajak semua, tak hanya di level pusat, tetapi juga pelaku usaha di daerah, untuk menggandengkan hulu dan hilir, termasuk terkait sarana produksi dan pengolahan pascapanen. Sehingga nantinya dibuat satu zona dan diharapkan juga bisa memenuhi industri makan dan minum (tak hanya industri pakan ternak),” ujar Budi.
Yussar Wirawan dari Bidang Bahan Pakan Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) mengemukakan, berdasarkan realisasi pemakaian jagung 2019-2021, untuk formulasi 38 persen pada pakan, kebutuhan ialah 6,5 juta ton per tahun. Adapun kadar air pada jagung yang dibutuhkan adalah 14-15 persen.
”Umumnya, saat panen, kami mengusahakan stok tinggi karena penanaman jagung sangat bergantung pada cuaca. Ketika semester II atau Oktober-November, ada kecenderungan suplai jagung kurang. Apabila kebutuhan tidak terpenuhi, pada akhir tahun bisa tidak optimal,” kata Yussar.
Jagung untuk industri
Direktur Industri Makanan, Hasil Laut, dan Perikanan Kementerian Perindustrian Emil Satria mengatakan, jenis olahan jagung adalah menir jagung (corn grits), tepung jagung, pati jagung, snack, dan pemanis. Adapun investasi pada industri terkait jagung total Rp 2,28 trilun, dengan menyerap tenaga kerja 9.152 orang.
Menurut dia, salah satu permasalahan ialah bahan baku jagung di Indonesia tersebar di daerah luar Jawa, sedangkan industri pengguna makanan dan minuman utamanya di Jawa. ”Biaya logistik akan berkontribusi (pada harga). Dengan demikian, masih dibutuhkan impor. Ke depan, impor diharapkan bisa ditutup sebanyak-banyaknya (untuk dipenuhi dalam negeri),” katanya.
Diharapkan, ke depan, jagung produksi dalam negeri dapat memenuhi spesifikasi keamanan pangan, yakni memiiki kadar aflatoksin lebih kecil atau sama dengan 20 parts per billion (ppb) dan kadar air lebih kecil atau sama dengan 14,5 persen. Jagung yang diproduksi saat ini sebagian besar hanya mampu diproduksi dengan kadar aflatoksin lebih besar dari 20 ppb sehingga hanya dapat digunakan untuk bahan pakan ternak.