Kemampuan BLT Redam Penurunan Daya Beli Terbatas untuk Jangka Pendek
BLT dalam jangka pendek dapat meredam penurunan daya beli sebagai imbas kenaikan harga BBM. Untuk itu, pengendalian BBM bersubsidi dalam jangka panjang dibutuhkan agar subsidi dapat tepat sasaran.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·5 menit baca
KOMPAS/CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
Presiden Joko Widodo dan para menteri terkait pada konferensi pers perihal pengalihan subsidi bahan bakar minyak di Istana Merdeka, Jakarta, Sabtu (3/9/2022).
JAKARTA, KOMPAS — Bantuan langsung tunai dapat meredam penurunan daya beli dalam jangka pendek walaupun tidak dapat mengompensasi sepenuhnya dampak kenaikan harga bahan bakar minyak atau BBM. Untuk jangka menengah panjang, dibutuhkan pengendalian BBM bersubsidi agar subsidi tepat sasaran.
Pemerintah pada Sabtu (3/9/2022) memutuskan menaikkan harga BBM bersubsidi. Harga pertalite naik dari sebelumnya Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10.000 per liter. Harga per liter solar subsidi naik dari Rp 5.150 menjadi Rp 6.800. Adapun harga pertamax nonsubsidi naik dari Rp 12.500 per liter menjadi Rp 14.500 per liter.
”Dari simulasi CORE, setiap kenaikan 10 persen harga BBM, terutama BBM bersubsidi, dapat meningkatkan inflasi sampai 1,2 persen,” kata Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal ketika dihubungi, Sabtu.
Sesuai harga baru yang diumumkan pemerintah, kenaikan harga pertalite sekitar 31 persen, solar bersubsidi sekitar 32 persen, dan pertamax 16 persen. ”(Kenaikan dengan besaran seperti) ini kurang lebih dapat meningkatkan inflasi sampai 3,6 persen,” kata Faisal.
Menurut Faisal, inflasi terbesar, diperkirakan sekitar 2 persen, akan terasa di September 2022. Sisanya, akan terjadi di bulan Oktober karena dampak kenaikan harga BBM biasanya tidak hanya sebulan, tetapi dapat berimbas ke bulan berikutnya. Hal ini karena ada rentetan efek domino.
Dampak secara langsung adalah kenaikan biaya transportasi, baik umum maupun pribadi. Dampak tidak langsungnya adalah kenaikan pada harga-harga barang yang lain. Situasi ini bisa terasa sampai berminggu-minggu setelah kenaikan harga BBM.
KOMPAS/CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
Presiden Joko Widodo dan para menteri terkait pada konferensi pers perihal pengalihan subsidi bahan bakar minyak di Istana Merdeka, Jakarta, Sabtu (3/9/2022).
Faisal menuturkan, seperti pada pola setiap tahunnya, periode September-Oktober merupakan masa-masa inflasi rendah. Adanya pengumuman kenaikan harga BBM di September akan meningkatkan inflasi umum. ”Inflasi umum secara tahunan bisa terdorong dari 7-9 persen. Hal ini perlu diwaspadai karena nanti juga akan berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat menengah ke bawah, kenaikan jumlah orang miskin,” katanya.
Walaupun pemerintah akan menggelontorkan bantuan langsung tunai (BLT) sebagai kompensasi kenaikan harga BBM, menurut Faisal, dampak kenaikan harga BBM akan tetap lebih besar dibandingkan manfaat yang diperoleh dari BLT tersebut. Apalagi kalau BLT tersebut tidak mencapai sasaran dengan tepat.
”Kemungkinan lain yang terjadi adalah pengetatan moneter karena inflasi kalau sudah setinggi itu biasanya akan direspons oleh BI (Bank Indonesia) untuk kembali menaikkan tingkat suku bunganya. Nanti, sejalan dengan perkembangan inflasi, kemungkinan juga akan ada peningkatan lagi tingkat suku bunga acuan. Dan, ini tentu saja akan memengaruhi penyaluran kredit oleh bank-bank komersial kepada sektor riil,” ujar Faisal.
Begitu harga BBM naik, akan ada peningkatan inflasi yang lebih cepat dibandingkan pendistribusian BLT itu sendiri.
Faisal menuturkan, penyaluran BLT adalah langkah jangka pendek yang mesti segera dilakukan. ”Sebab, begitu harga BBM naik, akan ada peningkatan inflasi yang lebih cepat dibandingkan pendistribusian BLT itu sendiri. Masalahnya bukan hanya seberapa besar BLT, melainkan juga kecepatan dan ketepatan distribusi serta seberapa panjang BLT ini diberikan dibandingkan efek kenaikan harga BBM tersebut,” katanya.
KOMPAS/CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
Presiden Joko Widodo sesaat menjelang memberikan keterangan pada konferensi pers perihal pengalihan subsidi bahan bakar minyak di Istana Merdeka, Jakarta, Sabtu (3/9/2022).
Dalam jangka menengah panjang, menurut Faisal, pemerintah harus segera mengendalikan penggunaan BBM bersubsidi. Sebab, meskipun harga BBM dinaikkan, subsidi akan dinikmati kalangan yang tidak layak menerima subsidi.
”Akan tetap ada sebagian dari mereka yang tidak layak menerima BBM bersubsidi, tetapi tetap menikmati BBM bersubsidi. Apalagi, harga pertamax juga ikut naik sehingga artinya gap-nya (kesenjangannya) juga tetap lebar. Walaupun pertalite naik, pertamax juga ikut naik. Jadi, tetap akan ada yang menggunakan pertalite kalau tidak dikendalikan. Ini akan terus terjadi,” ujar Faisal.
Tanpa ada pengendalian, Faisal menuturkan, permintaan terhadap BBM bersubsidi yang lebih besar dari semestinya atau melebihi kemampuan APBN menanggung subsidi akan tetap terjadi.
Tak terhindari
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menuturkan bahwa subsidi melalui komoditas, seperti BBM, pasti dinikmati oleh kelompok yang memiliki kendaraan. Hal itu tak bisa dihindari karena para pemilik kendaraanlah yang mengonsumsi subsidi tersebut.
Oleh karena itu, pemerintah memutuskan menaikan harga BBM sebagai upaya penyesuaian terhadap harga BBM karena subsidi BBM sudah naik tiga kali lipat. Selain gejolak harga minyak dunia, pemberian subsidi BBM yang tidak tepat sasaran juga menjadi pertimbangan. Pemerintah memutuskan untuk mengalihkan sebagian subsidi BBM untuk membantu masyarakat kurang mampu.
Subsidi BBM itu dialihkan ke BLT sebesar Rp 12,4 triliun untuk 20,65 juta keluarga yang kurang mampu. Setiap keluarga diberikan Rp 150.000 per bulan mulai bulan September hingga empat bulan ke depan. Pemerintah juga menyiapkan anggaran sebesar Rp 9,6 triliun untuk 16 juta pekerja dengan gaji maksimum Rp 3,5 juta per bulan dalam bentuk bantuan subsidi upah yang diberikan sebesar Rp 600.000.
Menteri Sosial Tri Rismaharini menuturkan bahwa saat ini, dari rencana 20,65 juta keluarga penerima manfaat (KPM), pemerintah sudah siap menyalurkan bantuan untuk lebih dari 18,48 juta KPM melalui PT Pos Indonesia. ”Sisanya sedang (dilakukan) proses cleansing (pembersihan data). Sebab, seperti kita ketahui, misalkan kami mengumumkan hari ini, jam ini, 1 jam, atau beberapa menit kemudian ada yang meninggal. Jadi, kami perlu cleansing. Masih ada 313.244 keluarga penerima manfaat di PT Pos yang sedang kami cleansing bersama,” tuturnya.
KOMPAS/CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
Presiden Joko Widodo dan para menteri terkait pada konferensi pers perihal pengalihan subsidi bahan bakar minyak di Istana Merdeka, Jakarta, Sabtu (3/9/2022).
Menkeu mengatakan, pemerintah akan memantau dampak kenaikan harga BBM terhadap inflasi, pertumbuhan ekonomi, serta kemiskinan. ”Kami perkirakan, dengan adanya bansos (bantuan sosial) yang diberikan tambahan Rp 24,17 triliun, kita bisa menahan pertambahan jumlah kemiskinan sehingga tetap bisa kita jaga dan bahkan kita upayakan menurun melalui program-program pemerintah lainnya,” ujar Menkeu.
Dengan adanya bantuan itu, lanjut Menkeu, diperkirakan dapat menjangkau sekitar 50 persen masyarakat ekonomi terbawah. ”Untuk menciptakan keadilan yang lebih baik, kita memberikan (BLT) kepada kelompok 40 persen terbawah. Itu kira-kira bisa meng-cover hampir mendekati 50 persen masyarakat yang dalam posisi ekonomi terbawah,” katanya.
Untuk tahun depan, Sri Mulyani menuturkan, di dalam undang-undang APBN yang sekarang masih dibahas dengan DPR, pemerintah mengajukan subsidi BBM sebesar Rp 336 triliun.
Untuk tahun depan, menurut Sri Mulyani, di dalam undang-undang APBN yang sekarang masih dibahas dengan DPR, pemerintah mengajukan subsidi BBM sebesar Rp 336 triliun. ”Ini pun, dengan tadi kenaikan (harga BBM), kemungkinan masih akan ada tambahan Rp 100 triliun lagi adanya kurang bayar tahun ini yang masuk ke 2023. Jadi, ini nanti yang akan dibahas oleh kami dengan DPR, untuk UU APBN 2023, yang akan selesai pada akhir September pembahasannya. Namun, Presiden Jokowi telah menyampaikan di dalam nota keuangan RUU APBN tahun 2023 itu sudah dicadangkan Rp 336 triliun untuk subsidi BBM,” tuturnya.
Terkait ketepatan alokasi subsidi, Menteri ESDM Arifin Tasrif menuturkan bahwa di lapangan akan dilakukan pengawasan. ”Dan juga Pertamina sedang menyiapkan sistem pengawasan pengaturan dengan digitalisasi. Harapannya, dengan metode atau mekanisme ini, kita bisa lebih mempertajam ketepatan pemanfaatan BBM subsidi untuk yang membutuhkan,” ujar Arifin.