Belum Ada Kepastian Waktu Kenaikan Harga BBM Bersubsidi
Rencana penyesuaian harga BBM bersubsidi mengemuka dalam beberapa pekan terakhir. Selain telah dipaparkan bahwa APBN dirasa terlalu berat dalam menanggung subsidi energi yang tahun ini mencapai Rp 502,4 triliun.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kendati sinyal kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi bermunculan, hingga Rabu (31/8/2022) malam belum ada kepastian waktu kapan hal itu akan dilakukan. Begitu juga dengan pembatasan kendaraan penerima BBM bersubsidi melalui peraturan presiden. Namun, setidaknya sudah ada 1 juta kendaraan terdata di MyPertamina untuk program subsidi tepat sasaran.
Rencana penyesuaian harga BBM bersubsidi mengemuka dalam beberapa pekan terakhir. Selain telah dipaparkan bahwa beban APBN terlalu berat dalam menanggung subsidi energi yang tahun ini telah mencapai Rp 502,4 triliun, pemerintah juga menyiapkan tiga bantalan sosial, yakni bantuan langsung tunai, bantuan subsidi upah, dan bantuan dari dana transfer umum.
Kendati sinyal terkait penyesuaian harga BBM bersubsidi terus mencuat, pemerintah belum mau berbicara terkait kepastian penerapan kebijakan tersebut. Di sisi lain, kabar tersebut kian meluas dan menjadi konsumsi publik, bahkan menuai berbagai reaksi. Demonstrasi penolakan terjadi di sejumlah daerah. Hingga Kamis (1/9/2022) pagi, belum ada kepastian soal itu.
Sekretaris Perusahaan PT Pertamina Patra Niaga Irto Ginting, Rabu, mengatakan, pihaknya belum mengetahui kepastian penyesuaian harga pertalite dan biosolar. ”Belum, kami masih menunggu arahan regulator,” ujarnya lewat pesan singkat.
Kendati demikian, Irto mengatakan, antusiasme masyarakat dalam mendaftarkan kendaraannya lewat MyPertamina terus meningkat. Hingga Selasa (30/8/2022), tercatat sudah 1 juta kendaraan terdata pada program yang ditujukan untuk mengenali lebih rinci pelanggan Pertamina, khususnya pada kendaraan roda empat.
Sejak Juli 2022, proses pendaftaran kendaraan dibuka oleh Pertamina pada kendaraan roda empat. Lewat program itu, saat sudah ada payung hukum, pengendara/kendaraan yang sudah terdaftar mendapat QR code untuk dipindai setiap hendak membeli BBM bersubsidi. Apabila tidak sesuai kriteria, BBM pun tidak akan keluar dari mulut selang dispenser SPBU.
Pengaturan konsumen BBM jenis pertalite nantinya akan diatur lewat revisi Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak. Hingga kini, revisi perpres tersebut belum terbit. Artinya, hingga kini sama sekali belum ada pembatasan meski pertalite menjadi BBM yang disubsidi negara.
Ketika ditanya mengenai kesiapan infrastruktur dalam penerapan pemindaian QR code tersebut, Irto mengemukakan, ”Masih dalam proses persiapan semua. Proses (pemindaian di SPBU) cepat, harapannya tidak ada antrean yang terlalu panjang.”
Mengenai ketersediaan BBM bersubsidi, Irto memastikan dalam kondisi aman. Menurut data PT Pertamina Patra Niaga, pada Rabu pagi, stok pertalite berada pada level 19 hari, sedangkan biosolar 21 hari. Produksi juga terus dilakukan.
Sebelumnya, saat ditemui setelah proyek kemitraan transisi energi (Partnership for Energy Transition Projects), bagian dari Energy Transition Working Group (ETWG)-3 G20 presidensi Indonesia, di Nusa Dua, Badung, Bali, Selasa, Menteri ESDM Arifin Tasrif enggan memberi jawaban saat ditanya mengenai perkembangan rencana penyesuaian harga BBM.
Sementara itu, pada acara berbeda di hari yang sama, Arifin memberi jawaban singkat ketika ditanya mengenai penyesuaian harga BBM bersubsidi. ”Masih dimatangkan, tunggu saja besok,” katanya seusai menghadiri Supreme Audit Institution (SAI) 20 di Nusa Dua, Selasa, seperti dikutip dari Kompas.com.
Pada Jumat (26/8/2022), di Jakarta, Arifin tidak menyebut soal kepastian waktu penyesuaian harga BBM. Menurut dia, evaluasi harga BBM bersubsidi dan pembatasan kendaraan yang akan dipayungi peraturan presiden masih dimatangkan pemerintah. Sejumlah skema masih diperhitungkan, termasuk dampak-dampaknya, seperti pada inflasi.
”Masih di-exercise kalau segini berapa dan seterusnya (kemungkinan-kemungkinan). Kami hitung secara keseluruhan dan dengan hati-hati. Kami mau dua-duanya (evaluasi harga BBM dan peraturan pembatasan),” kata Arifin. Adapun penghitungan segala kemungkinan terkait BBM bersubsidi tersebut dilakukan lintas kementerian.
Pengendalian siap diterapkan
Anggota Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi, Saleh Abdurrahman, dalam diskusi virtual bertajuk ”Subsidi Energi BBM untuk Siapa?”, Rabu malam, juga belum bisa memastikan apakah akan ada pengendalian lewat perpres saat penyesuaian harga BBM bersubsidi diterapkan.
”Istilahnya kan hilal (keputusan pemerintah terkait BBM bersubsidi) belum terlihat meskipun sudah ada sinyal-sinyal, seperti disampaikan Menteri Keuangan. Namun, dari sisi kami, yang jelas, kuota akan over cukup tinggi (jika business as usual). Tentu, kita serahkan ke pemerintah karena, kan, pertimbangannya sangat banyak,” ujar Saleh.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat memaparkan hasil rapat koordinasi terkait kebijakan subsidi BBM di Jakarta, Jumat (26/8/2022), menyebutkan, dengan alokasi anggaran subsidi dan kompensasi energi Rp 502,4 triliun tahun ini, pemerintah menyiapkan pertalite 23,05 juta kiloliter dan 15,1 juta kiloliter solar.
Berdasarkan kalkulasi pemerintah, rata-rata konsumsi pertalite dan solar masing-masing 2,5 juta kiloliter serta 1,5 juta kiloliter per bulan. Namun, kuota diperkirakan tidak cukup.
”Jika pola konsumsi BBM bersubsidi tak berubah, total kuota solar yang dibutuhkan 17,44 juta kiloliter dan pertalite 29,07 juta kiloliter sampai akhir 2022. Kami hitung, apabila konsumsi melebihi kuota, kita perlu menambah anggaran subsidi Rp 195,6 triliun,” ujarnya.