Soal Kabar Kenaikan Harga BBM, Menteri ESDM Irit Bicara
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif belum menyebut soal kepastian waktu penyesuaian harga bahan bakar minyak bersubsidi. Namun, upaya pengendaliannya dinilai perlu diutamakan agar lebih tepat sasaran.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
BADUNG, KOMPAS — Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif belum mau berbicara terkait kepastian waktu kenaikan harga bahan bakar minyak atau BBM yang menjadi perbincangan publik beberapa pekan terakhir. Sementara itu, pengamat menilai pengendalian kendaraan yang berhak menerima BBM bersubsidi bisa didahulukan sebelum kenaikan harga BBM yang dapat menyulut inflasi.
Saat ditemui setelah proyek kemitraan transisi energi (Partnership for Energy Transition Projects), bagian dari Energy Transition Working Group (ETWG)-3 G20 Presidensi Indonesia, di Nusa Dua, Badung, Bali, Selasa (30/8/2022), Arifin menolak memberi jawaban saat ditanya mengenai perkembangan rencana penyesuaian harga BBM.
Sementara itu, pada acara berbeda di hari yang sama, Arifin memberi jawaban singkat ketika ditanya mengenai penyesuaian harga BBM bersubsidi. ”Masih dimatangkan, tunggu saja besok,” kata Arifin seusai menghadiri Supreme Audit Institution (SAI) 20 di Nusa Dua, Bali, Selasa, seperti dikutip dari Kompas.com.
Sebelumnya, pada Jumat (26/8/2022) di Jakarta, Arifin tidak menyebut soal kepastian waktu penyesuaian harga BBM. Menurut dia, evaluasi harga BBM bersubsidi serta pembatasan kendaraan yang akan dipayungi peraturan presiden masih dimatangkan pemerintah. Sejumlah skema masih diperhitungkan, termasuk dampak-dampaknya seperti pada inflasi.
”Masih di-exercise kalau segini berapa dan seterusnya (kemungkinan-kemungkinan). Kami hitung secara keseluruhan dan dengan hati-hati. Kami mau dua-duanya (evaluasi harga BBM dan peraturan pembatasan),” kata Arifin. Adapun penghitungan segala kemungkinan terkait BBM bersubsidi tersebut dilakukan lintas kementerian.
Khusus mengenai Revisi Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014, Arifin mengemukakan, yang jelas, kendaraan umum dan kendaraan pengangkut bahan pangan dan kebutuhan pokok tetap akan dialokasikan BBM bersubsidi. Kalangan petani dan nelayan juga bakal mendapat perhatian khusus.
Selain evaluasi harga BBM bersubsidi dan payung hukum untuk pembatasan kendaraan penerima, pemerintah juga bakal menyiapkan bantuan langsung tunai (BLT). Hal tersebut sebagai upaya untuk menjaga daya beli masyarakat. Pasalnya, ada potensi dampak pada inflasi saat kebijakan diterapkan. Data Terpadu Kesejahteran Sosial (DTKS) yang akurat diperlukan.
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang, Westri Kekalih, saat dihubungi, Selasa, berpendapat, hal yang mesti diwaspadai dari kenaikan harga BBM ialah dampak domino yang bisa terjadi. Saat ini, kenaikan harga sejumlah komoditas pun telah menyebabkan inflasi. Apabila BBM dinaikkan, inflasi akan makin tersulut.
Di sisi lain, daya beli masyarakat baru pulih pascapandemi Covid-19. ”Jika (harga) BBM dinaikkan, akan terjadi guncangan lagi. Memang sifatnya lebih pada temporer, karena pada akhirnya orang akan menyesuaikan (kesetimbangan baru). Namun, jika guncangannya terlalu kuat atau ekstrem, situasi akan sulit. Di sisi lain, ada momentum pertumbuhan yang perlu dijaga,” ujarnya.
Westri mengemukakan, secara hitungan, harga BBM memang sudah seharusnya naik, tetapi seharusnya tak dilakukan pada saat ini. ”Saat ini, utamakan lebih dahulu saja pengendalian subsidi BBM agar lebih tepat sasaran. Bisa dengan pembatasan mobil 2.000 cc (dilarang konsumsi pertalite) dan hanya membolehkan, misalnya, angkutan kota,” ujarnya.
Sebelumnya, Senin (29/8/2022), Presiden Joko Widodo menggelar rapat terbatas, dalam rangka penyiapan tiga bantalan sosial, untuk menjaga daya beli masyarakat yang berisiko terdampak kebijakan BBM. Sebanyak Rp 24,17 triliun anggaran dialokasikan untuk tiga jenis bantuan tersebut. Targetnya, bantuan bisa dieksekusi mulai pekan ini. (Kompas, 30/8)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, seusai rapat terbatas yang dipimpin Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (29/8/2022), menyebutkan, ketiga jenis bantalan sosial meliputi bantuan langsung tunai, bantuan subsidi upah, dan bantuan dari dana transfer umum.
Adapun, total anggaran yang dialokasikan untuk tiga bantalan sosial itu mencapai Rp 24,17 triliun. Jumlahnya terdiri dari Rp 12,4 triliun untuk BLT, Rp 9,6 triliun untuk bantuan subsidi upah, serta Rp 2,17 triliun untuk bantuan sektor transportasi dan perlindungan sosial tambahan.