Buruh di Lampung Resah dengan Rencana Kenaikan Harga BBM
Subsidi untuk pekerja dengan gaji maksimal Rp 3,5 juta dinilai tidak akan berdampak besar untuk menolong daya beli buruh. Sebab, bantuan itu tidak berlangsung kontinu, sedangkan kenaikan harga bakal terus terjadi.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Sinyal kenaikan harga bahan bahan minyak subsidi oleh pemerintah semakin menguat. Serikat buruh di Lampung resah karena kenaikan harga BBM bakal kian mempersulit perekonomian buruh.
Ketua Federasi Serikat Buruh Karya Utama Tri Susilo mengatakan, kenaikan harga BBM bakal berdampak langsung pada perekonomian kaum buruh. Apalagi, kenaikan harga BBM diprediksi berada pada kisaran harga Rp 2.000-Rp 3.000 per liter.
”Seharusnya pemerintah bisa menunda rencana menaikkan harga BBM karena kondisi buruh masih terpuruk akibat pandemi,” kata Tri di Bandar Lampung, Selasa (30/8/2022).
Ia mengatakan, masih banyak keluarga buruh berupaya bangkit setelah terkena pemutusan hubungan kerja saat pandemi Covid-19. Kondisi perekonomian keluarga buruh juga belum stabil. Apalagi, saat ini harga kebutuhan pokok juga meningkat akibat inflasi.
Kenaikan harga BBM tentu bakal membuat harga bahan kebutuhan pokok melambung. Hal itu akan membuat daya beli keluarga buruh semakin turun. Kenaikan gaji setiap tahun tidak sebanding dengan kenaikan harga pangan dan kebutuhan dasar lainnya.
Tri menambahkan, subsidi untuk pekerja dengan gaji maksimal Rp 3,5 juta dinilai tidak akan berdampak besar untuk menolong daya beli buruh. Pasalnya, bantuan itu tidak berlangsung kontinu, sedangkan kenaikan harga bakal terus terjadi.
Selain itu, bantuan juga rentan tak merata. ”Pemerintah biasanya mengambil data dengan basis data BPJS Ketenagakerjaan, sementara masih banyak buruh informal yang tidak terdata. Padahal, penghasilan mereka lebih rendah dari UMR,” kata Tri.
Ia berharap, pemerintah bisa memikirkan skema lain untuk membantu masyarakat. Sebagai buruh, ia hanya ingin gaji yang diterima setiap bulan cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga.
Sebelumnya diberitakan, pemerintah berencana menaikkan harga bahan bakar minyak atau BBM jenis pertalite dan solar, elpiji, serta tarif listrik sebagai respons atas meroketnya harga minyak mentah dunia. Rencana kenaikan harga BBM, elpiji, dan tarif listrik tersebut disampaikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif dalam rapat kerja di Komisi VII DPR, Rabu (13/4/2022), di Jakarta.
Antrean
Sementara itu, di Bandar Lampung, antrean kendaraan yang hendak mengisi solar bersubsidi di sejumlah stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di Lampung hingga kini masih terus terjadi. Pengendara sepeda motor, minibus, dan truk rela antre berjam-jam demi mendapatkan harga BBM yang murah.
Seharusnya pemerintah bisa menunda rencana menaikkan harga BBM karena kondisi buruh masih terpuruk akibat pandemi.
Berdasarkan pantauan Kompas pada Senin-Selasa (29-30/8/2022), antrean kendaraan masih terjadi di sejumlah SPBU di Bandar Lampung. Antrean mengular pada lajur pengisian BBM subsidi, yakni solar dan pertalite.
Rival (25), warga Kota Bandar Lampung, berpendapat, kenaikan harga BBM akan semakin meningkatkan biaya hidup masyarakat. Sebagai pekerja baru, ia kesulitan menabung karena gaji selalu habis untuk biaya makan. Apalagi, gaji yang ia terima masih di bawah upah minimum karena hanya bekerja di sektor informal.
Ia mengatakan, antrean kendaraan yang setiap hari hendak mengisi BBM subsidi jenis pertalite terjadi setiap hari. Lama antrean bisa berlangsung selama 20 menit hingga satu jam. Bahkan, ia kadang kehabisan stok pertalite di SPBU.
Selain pertalite, antrean kendaraan juga terjadi untuk jenis BBM solar. Hendra (39), sopir truk angkutan barang, mengaku harus antre sejak 2-3 jam setiap hendak mengisi solar bersubsidi di SPBU. Setiap kali hendak mengantar sagu dari Lampung ke Surabaya, ia harus antre 3-4 kali di beberapa SPBU untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar kendaraannya.
”Saat ini pembelian juga dibatasi, kami hanya bisa membeli solar bersubsidi sekitar Rp 300.000 setiap kali pembelian,” kata Hendra.
Selain mempersulit sopir, kondisi itu membuat operasional truk angkutan barang terganggu. Waktu pengiriman barang ke Surabaya yang biasanya hanya membutuhkan waktu 2-3 hari kini menjadi lebih lama karena sopir truk harus antre solar di jalan. Bahkan, terkadang dia harus menunggu seharian saat stok solar di SPBU habis atau sedang dalam pengiriman.