Wapres Amien: Indonesia Pernah Berhasil Lewati Inflasi Tinggi pada 2008, Sekarang Pun Bisa
Saat ini Indonesia dihadapkan tantangan baru dari faktor global, yakni perlambatan ekonomi dunia yang dibarengi lonjakan inflasi. Wapres optimistis Indonesia bisa melewati hal itu.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Wakil Presiden RI Ma’ruf Amin optimistis Indonesia mampu melewati ancaman tekanan ekonomi inflasi tinggi saat ini. Sebab, Indonesia pernah mengalami pengalaman serupa dan bisa dilalui secara bertahap.
Saat memberikan sambutan pada pembukaan Sidang Pleno Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) XXII & Seminar Nasional 2022 secara hibrida di Semarang, Jawa Tengah, Rabu (24/8/2022), Wapres mengatakan, Indonesia telah berhasil melewati berbagai babak krisis, baik ekonomi dan kemelut sosial politik pembangunan negeri, termasuk krisis pandemi Covid-19 yang masih terus berlanjut pemulihannya.
Saat ini Indonesia dihadapkan tantangan baru dari faktor global, yakni perlambatan ekonomi dunia yang dibarengi lonjakan inflasi. Harga pangan dan energi dunia yang tinggi berpotensi menular menjadi lonjakan inflasi di dalam negeri.
Kendati demikian, Wapres optimistis Indonesia bisa melewati hal itu. Ia mengatakan, pada 2008 Indonesia pernah mencatat inflasi tinggi hingga 11,06 persen karena saat itu harga energi dan pangan yang juga melonjak. Saat itu, ruang fiskal yang tersedia untuk subsidi tidak banyak sehingga pemerintah pun menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM).
”Kita pernah hadapi masalah serupa pada 2008. Saat itu pilihan kebijakan terbatas dan tidak mudah. Tapi, sejarah menunjukkan Indonesia bisa keluar dari krisis 2008 dengan baik dan kembali ke jalur pemulihan ekonomi tahap demi tahap. Saya yakin saat ini pun kita juga bisa melaluinya,” ujar Wapres Amin.
Wapres Amin mengatakan trilogi 3F, yakni food, fuel, finance atau komoditas pangan, energi, dan keuangan, menjadi tiga hal yang harus dijaga stabilitasnya. Sebab, ketiganya unsur vital dalam menjaga perekonomian negara. ”Jaga pasokan kebutuhan bahan pokok agar tidak mengganggu di kalangan akar rumput,” ucapnya.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, saat ini risiko ekonomi telah beralih dari pandemi Covid-19 menuju ketidakpastian ekonomi global yang ditunjukkan, antara lain oleh perlambatan ekonomi dunia, inflasi tinggi, volatilitas harga komoditas pangan dan energi, hingga normalisasi kebijakan moneter dunia.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sudah berperan sebagai instrumen negara untuk meredam kejutan ( shock absorber) dari berbagai tekanan ekonomi.
Selama ini, lanjut Suahasil, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sudah berperan sebagai instrumen negara untuk meredam kejutan (shock absorber) dari berbagai tekanan ekonomi. Peran itu ditunjukkan dengan upaya menjaga inflasi sambil mendorong daya beli masyarakat.
Upaya menjaga inflasi itu adalah dengan menjaga harga energi yang seharusnya sudah naik sesuai ongkos keekonomiannya, ditahan agar tidak naik dengan subsidi dari APBN. Pemerintah pun meningkatkan alokasi anggaran subsidi energi dari semula Rp 152 triliun menjadi Rp 502 triliun.
Kendati demikian, seiring pemulihan aktivitas ekonomi, konsumsi energi pun meningkat cepat. Suahasil mengatakan, pihaknya terus menghitung seberapa lama subsidi ini menahan harga energi untuk tidak naik.
Sinergi
Oleh karena itu, imbuh Suahasil, ia mengajak semua pihak untuk membantu meringankan beban fiskal ini. Kebijakan fiskal ini tidak bisa berjalan sendiri. Perlu sinergi dari lembaga negara ekonomi lainnya, seperti Bank Indonesia (BI), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Selain itu juga perlu dukungan parlemen serta masyarakat dan lembaga non-pemerintah.
Ketua ISEI Perry Warjiyo mengatakan, koordinasi, sinergi, dan upaya tukar pendapat antara akademisi, pengusaha, dan pemerintah terus terbuka di ISEI. Harapannya, dapat mengemuka ide dan pemikiran inovasi ekonomi yang bisa bermanfaat bagi Indonesia.
Perry, yang juga Gubernur Bank Indonesia, mengatakan, ada lima strategi sinergi yang bisa dijalankan untuk menjaga perekonomian Indonesia. Pertama, penguatan sinergi untuk menjaga stabilitas harga melalui kerja sama antardaerah. Kedua, penguatan sinergi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, antara lain melalui ketahanan pangan, hilirisasi sumber daya alam, dan pariwisata.
Ketiga, penguatan inklusi ekonomi dan keuangan melalui pemberdayaan perempuan dalam pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Keempat, akselerasi digitalisasi pembayaran serta mendorong digitalisasi proses bisnis pelaku usaha di daerah, termasuk pengembangan start up lokal yang berbasis teknologi. Kelima, penguatan kebijakan ekonomi dan keuangan hijau.