Survei KHL Butuh Dukungan Pemerintah agar Lebih Mengikat
Survei kebutuhan hidup layak atau KHL yang tengah diinisiasi kelompok pengusaha dan buruh perlu mendapat legitimasi dari pemerintah agar lebih mengikat dan berdampak terhadap kenaikan upah minimum tahun depan.
Oleh
agnes theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Inisiatif asosiasi pengusaha dan serikat buruh untuk mengadakan survei kebutuhan hidup layak sebelum penetapan upah minimum tahun 2023 dinilai tepat untuk mencegah upah pekerja tergerus inflasi. Dukungan resmi dari pemerintah dibutuhkan agar inisiatif itu memiliki kekuatan hukum dan berdampak signifikan terhadap kondisi upah buruh.
Survei kebutuhan hidup layak (KHL) akan dilakukan oleh Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia, Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (Andi Gani), dan Konfederasi Serikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi).
Menurut Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Ketenagakerjaan Adi Mahfudz, Rabu (24/8/2022), survei KHL tersebut akan berpatokan pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 18 Tahun 2020 tentang Kebutuhan Hidup Layak.
Dalam permenaker itu, terdapat 64 jenis komponen kebutuhan yang terdiri dari makanan dan minuman, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, transportasi dan komunikasi, sampai kebutuhan rekreasi, tabungan, dan jaminan sosial.
Survei akan diawali di lima provinsi, yaitu DKI Jakarta, Banten, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sumatera Selatan. Dari setiap provinsi, akan diambil sampel 3-5 pasar untuk menakar perkiraan biaya kebutuhan hidup riil seorang pekerja lajang selama satu bulan. ”Untuk provinsi lain nanti tergantung dari kondisi harga pasar. Sebaiknya memang cakupannya diperluas lagi,” kata Adi saat dihubungi.
Meskipun sudah tidak lagi diamanatkan dalam regulasi terbaru, Adi menilai survei pasar ini bisa menjadi variabel pembanding terhadap data makro yang nanti akan disajikan oleh Badan Pusat Statistik dan akan dipakai untuk menghitung upah minimum.
”Sekarang kami lagi di tahap persiapan survei. Hasilnya nanti kami hitung dan kami bahas, baru kami tetapkan bersama dengan serikat pekerja/buruh untuk kami berikan sebagai rekomendasi ke gubernur,” ujarnya.
Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia Timboel Siregar menilai, inisiatif kalangan pengusaha dan sejumlah serikat buruh dalam Dewan Pengupahan Nasional (Depenas) itu sudah tepat untuk menjaga agar kenaikan upah minimum tahun depan tidak terlalu rendah hingga termakan inflasi, sebagaimana yang terjadi pada upah minimum tahun 2022.
”Survei ini juga mengembalikan lagi peran dialog sosial dalam penetapan upah minimum, agar tidak hanya sekadar hitung-hitungan matematika saja. Jangan sampai kita membiarkan kejadian tahun 2022 terulang, karena bisa fatal kalau kenaikan upah pekerja terus-terusan ada di bawah inflasi,” katanya.
Tinggal mengaminkan
Meski demikian, dukungan resmi dari pemerintah dibutuhkan dalam bentuk kebijakan yang mengikat agar inisiatif tersebut memiliki kekuatan hukum dan berdampak signifikan terhadap kenaikan upah pekerja. Apalagi, pekerja dan pengusaha yang kerap bersilang pendapat kali ini sudah mencapai titik kesepahaman. ”Pemerintah sebenarnya tinggal mengaminkan,” ujar Timboel.
Lebih lanjut, pemerintah dapat menjembatani hasil survei pasar yang dilakukan pengusaha dan buruh itu ke gubernur. Salah satu persoalan dalam penetapan upah minimum tahun 2022 adalah tidak adanya keleluasaan bagi gubernur untuk menetapkan kebijakan upah di luar hasil formula penetapan upah minimum.
Timboel mengatakan, kali ini, dengan adanya instrumen survei KHL sebagai faktor pembanding dalam penetapan upah minimum, pemerintah harus memberi keleluasaan kepada gubernur. ”Kami berharap political will dari pusat. Jangan sampai kaki mereka (gubernur) diikat dan diancam sanksi kalau menetapkan upah di luar hasil rumus yang ada. Beri keleluasaan,” katanya.
Jangan sampai kita membiarkan kejadian tahun 2022 terulang, karena bisa fatal kalau kenaikan upah pekerja terus-terusan ada di bawah inflasi.
Menurut Adi Mahfudz, pelaksanaan survei KHL tetap harus berpijak pada regulasi. Oleh karena itu, keputusan akhir terletak di tangan pemerintah. ”Survei ini sendiri tidak bisa dijadikan pijakan atau acuan penghitungan, tetapi setidaknya untuk mengetahui batasan kebutuhan hidup layak pekerja itu sejauh mana,” ujar Adi.
Sementara itu, Surnadi, Wakil Ketua Dewan Pengupahan Nasional dari unsur serikat buruh, mengatakan, survei ini menjadi inisiatif Kadin, Apindo, bersama sejumlah serikat pekerja. Namun, pengadaan survei itu belum dibicarakan secara resmi dalam forum Depenas atau tripartit nasional.
”Karena memang survei KHL ini, kan, sebenarnya sudah tidak ada di regulasi. Hanya karena harga-harga kebutuhan pokok sedang naik, kami coba menginisiasi melakukan survei pasar,” kata Surnadi.
Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengatakan bahwa untuk kedua kali penetapan upah akan menggunakan formula yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, yang merupakan regulasi turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Menurut dia, secara filosofis, upah minimum adalah perlindungan kepada pekerja agar upahnya tidak dibayar terlalu rendah akibat ketidakseimbangan pasar kerja. Upah minimum adalah standar terendah yang diterapkan untuk pekerja dengan masa kerja di bawah satu tahun. Pekerja yang sudah bekerja di atas satu tahun berhak mendapat upah lebih tinggi.
”Ini yang selalu kami tekankan, karena selama ini ada kesan bahwa penetapan upah minimum itu justru digunakan sebagai upah untuk pekerja yang bekerja di atas satu tahun,” kata Ida.