Kemendag Bidik Diwali India, BUMN Perkuat Pasar Ekspor Korsel
Kementerian Perdagangan membidik lonjakan permintaan minyak sawit mentah (CPO) menjelang perayaan atau festival Diwali di India. Adapun Barata Indonesia mengekspor komponen pembangkit listrik ke Korea Selatan.
Oleh
Hendriyo Widi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia terus menggenjot ekspor guna mempertahankan surplus neraca perdagangan hingga akhir tahun ini. Kementerian Perdagangan membidik potensi lonjakan permintaan dari India menjelang Festival Diwali, sedangkan badan usaha milik negara memperkuat pasar ekspor komponen pembangkit listrik Korea Selatan.
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan, India merupakan pasar ekspor minyak kelapa sawit mentah (CPO) Indonesia terbesar kedua setelah China. Pada 2021, nilai ekspor CPO Indonesia ke India mencapai 3,4 miliar dollar AS atau 25 persen dari total ekspor Indonesia ke India.
Permintaan komoditas tersebut biasanya melonjak menjelang perayaan Diwali yang pada tahun ini akan digelar pada 24 Oktober. ”Para eksportir CPO Indonesia perlu bersiap untuk menangkap peluang lonjakan permintaan India tersebut,” ujar Zulkifli melalui siaran pers di Jakarta, Selasa (23/8/2022).
Permintaan komoditas tersebut biasanya melonjak menjelang perayaan Diwali pada Oktober 2022. ”Para eksportir CPO Indonesia perlu bersiap untuk menangkap peluang lonjakan permintaan India tersebut.
Deepavali, Dipawali, atau Diwali merupakan perayaan atau festival cahaya umat Hindu. Festival yang melambangkan kemenangan kebaikan (Dharma) atas keburukan (Adharma) ini dirayakan dengan menyalakan lampu atau pelita sebagai tanda harapan umat manusia.
Pada 22 Agustus 2022, Zulkifli memimpin misi dagang Indonesia di New Dehli, India. Misi dagang tersebut diikuti 10 perusahaan Indonesia yang bergerak di sektor CPO, bubur kertas dan kertas, furnitur, batubara, dan perkakas plastik.
Dalam misi dagang itu, Indonesia membukukan 22 kesepakatan kerja sama dengan potensi ekspor senilai 3,2 miliar dollar AS atau sekitar Rp 46,98 triliun. Untuk produk CPO, total komitmen kerja sama yang dihasilkan mencapai 2,6 juta ton atau senilai 3,16 miliar dollar AS.
Kementerian Perdagangan (Kemendag) mencatat, pada 2021, total nilai perdagangan Indonesia-India mencapai 19,8 miliar dollar AS dengan surplus bagi Indonesia mencapai 6,3 miliar dollar AS. Pada Januari-Juli 2022, total nilai ekspor nonmigas Indonesia ke India sebesar 15,3 miliar dollar AS meningkat 75 persen dibandingkan dengan periode yang sama 2021.
Sementara itu, PT Barata Indonesia (Persero) memperkuat pasar ekspor komponen pembangkit listrik di Korea Selatan (Korsel). Pada 22 Agustus 2022, perusahaan milik negara tersebut mengekspor dua unit selubung luar bertekanan rendah (low pressure outer casing) ke Ulsan, Korsel. Komponen pembangkit listrik yang dibuat Divisi Pembangkit Barata Indonesia dipesan oleh pemasok elpiji terkemuka Korsel, SK Gas Ltd.
Komponen itu dibutuhkan dalam proyek pembangunan Pembangkit Listrik Siklus Gabungan Berbahan Bakar Gas (Gas Fired Combined-Cycle Power Plant) berkapasitas 1.122 megawatt (MW) dan pabrik polipropilen di kawasan industri Ulsan. Ulsan merupakan kawasan kluster industri terbesar di Korsel yang memfasilitasi industri otomotif, perkapalan, dan petrokimia.
Direktur Pemasaran Barata Indonesia Sulistyo Handoko menuturkan, kepercayaan SK Gas Ltd terhadap Barata Indonesia menjadi bukti bahwa produk dan perusahaan manufaktur nasional juga dapat bersaing di tingkat internasional. ”Kami akan terus berupaya meningkatkan konten lokal dan menambah variasi produk ekspor yang berkualitas dan berdaya saing, baik di bidang energi maupun industri lain,” ujarnya melalui siarab pers di Jakarta.
Kepercayaan SK Gas Ltd terhadap Barata Indonesia menjadi bukti bahwa produk dan perusahaan manufaktur nasional juga dapat bersaing di tingkat internasional.
Sebelumnya, Barata Indonesia juga mengekspor condenser dan low pressure outer casing untuk proyek pembangkit listrik Smart Energy Center berkapasitas 570 MW. Pembangkit listrik itu SK Hynix, perusahaan semikonduktor di Cheongju, Korsel.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, neraca perdagangan RI pada Juli 2022 surplus 4,23 miliar dollar AS. Surplus tersebut melanjutkan tren surplus berturut-turut selama 27 bulan terakhir atau sejak Mei 2020. Namun, surplus neraca itu susut dari Juni 2022 yang sebesar 5,15 miliar dollar AS.
Penyusutan surplus dipengaruhi oleh penurunan ekspor dan kenaikan impor. Nilai ekspor pada Juli 2022 turun 2,2 persen secara bulanan menjadi 25,57 miliar dollar AS dan impor meningkat 1,64 persen secara bulanan menjadi 21,35 miliar dollar AS. Penurunan ekspor terutama disebabkan oleh penurunan harga sejumlah komoditas global, seperti CPO, minyak mentah, dan nikel.