Stabilitas Negara Jadi Pertimbangan dalam Penyesuaian Harga
Pemerintah menyatakan tengah menyusun skema penyesuaian harga bahan bakar minyak guna mengurangi beban subsidi dan kompensasi energi. Penyesuaian itu mempertimbangkan sejumlah hal, termasuk soal stabilitas negara.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·6 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Isu terkait rencana kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi menjadi perbincangan publik yang hangat sepanjang pekan ini. Namun, pemerintah menyebut bakal berhati-hati dalam menyikapi besarnya anggaran subsidi dan kompensasi energi hingga akhir tahun ini. Sejumlah skema sedang dipersiapkan, termasuk dengan mempertimbangkan stabilitas negara.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan, pemerintah tengah menyusun skema penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) guna mengurangi beban subsidi dan kompensasi energi. Beberapa skenario penyesuaian subsidi dan kompensasi energi tengah dihitung dan dipersiapkan dengan memperhatikan dampaknya terhadap masyarakat.
”Tapi, untuk diketahui, harga BBM di Indonesia relatif lebih murah dibandingkan dengan (harga BBM di) mayoritas negara di dunia. Langkah yang disimulasikan termasuk skenario pembatasan volume. Pemerintah akan terus mendorong penggunaan aplikasi MyPertamina untuk mendapatkan data akurat sebelum pembatasan diterapkan,” kata Luhut melalui keterangan resmi, Minggu (21/8/2022).
Ia menambahkan, pemerintah akan menghitung rencana ini dengan sangat hati-hati karena perlu mempertimbangkan beberapa faktor, seperti tingkat inflasi, kondisi fiskal, dan pemulihan ekonomi. Hal tersebut dirasa penting guna tetap menjaga stabilitas negara di tengah ketidakpastian global.
Tingginya harga minyak mentah dunia kian melebarkan gap antara harga keekonomian dan harga jual pertalite serta solar. Hal itu ikut mendongkrak kenaikan anggaran subsidi dan kompensasi energi. Hingga kini, APBN 2022 menanggung anggaran subsidi dan kompensasi energi Rp 502 triliun. Tanpa penyesuaian kebijakan, bisa meningkat hingga lebih dari Rp 550 triliun pada akhir 2022.
Menurut Luhut, apabila beban subsidi dan kompensasi energi pada APBN dapat dikurangi, anggaran dapat dialihkan untuk sektor lain yang lebih membutuhkan. Guna mendukung hal itu, pemerintah juga akan menempuh langkah-langkah lain, seperti percepatan program B40 (pencampuran biodiesel 40 persen dalam solar) serta adopsi kendaraan listrik. ”Yang perlu diingat, keputusan akhir tetap di tangan Presiden (RI). Namun, langkah awal yang perlu dilakukan Pertamina adalah memastikan pasokan pertalite dan solar tetap lancar distribusinya,” ujar Luhut.
Sebelumnya, dalam kuliah umum di Universitas Hasanuddin, Makassar, yang disiarkan secara daring, Jumat (19/8/2022), Luhut mengatakan, pihaknya sudah membuat modelling inflasi yang bergantung pada kenaikan harga solar dan pertalite. Guna mengurangi tekanan, kendaraan listrik dan program B40 akan didorong dan disertai kenaikan harga BBM bersubsidi/kompensasi.
”Nanti, mungkin minggu depan, Presiden (Joko Widodo) akan mengumumkan mengenai apa dan bagaimana kenaikan harga ini. Jadi, Presiden sudah mengindikasikan, tak mungkin kita pertahankan terus demikian karena harga BBM kita termurah se-kawasan ini. Kita jauh lebih murah dari yang lain dan (hal) itu beban terlalu besar kepada APBN kita,” ujar Luhut.
Sementara pengendalian pertalite dan biosolar masih menunggu terbitnya revisi Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak. Sembari menunggu terbitnya aturan itu, sejak 1 Juli 2022, Pertamina mendata kendaraan roda empat melalui registrasi Subsidi Tepat di My Pertamina.
Menurut TradingEconomics, harga minyak mentah (crude oil) internasional jenis Brent mulai meningkat sejak akhir 2021 dan mencapai tingkat tertinggi, yakni sekitar 123 dollar AS per barel, pada Maret 2022. Memasuki Agustus 2022, ada tren penurunan harga minyak mentah, tetapi harganya masih relatif tinggi. Per 19 Agustus 2022, misalnya, harga minyak mentah tercatat sekitar 95 dollar AS per barel.
Optimalkan distribusi
Sekretaris Perusahaan PT Pertamina Patra Niaga Irto Ginting mengatakan, pertumbuhan ekonomi berdampak pada meningkatnya kebutuhan energi masyarakat. Kebutuhan nasional harian terhadap BBM pun sudah meningkat dan melebihi masa sebelum pandemi Covid-19. Pihaknya akan memastikan stok dalam kondisi aman dan distribusi ke SPBU akan dioptimalkan.
Menurut dia, ketahanan stok pertalite dan solar sangat aman. Per 19 Agustus 2022, stok mencapai di atas 19 hari dan produksi terus dilakukan. Selain itu, proses distribusi dan kondisi stok di SPBU (stasiun pengisian bahan bakar untuk umum) juga akan terus dipantau secara real time melalui Pertamina Integrated Command Centre (PICC). SPBU yang stoknya sudah di batas minimal dapat segera disuplai kembali. ”Jadi, masyarakat tidak perlu khawatir. Kami mengimbau masyarakat agar tetap membeli BBM sesuai dengan kebutuhan,” kata Irto melalui keterangan pers, Sabtu (20/8/2022).
Sebelumnya, Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan, pemerintah berkomitmen dalam memastikan ketersediaan BBM untuk masyarakat. Sejumlah opsi tengah disiapkan agar BBM bersubsidi, yang sejatinya diperuntukkan bagi masyarakat dengan daya beli menengah ke bawah, dapat tepat sasaran.
”Saat ini sedang dikaji banyak opsi secara keseluruhan, nanti kita akan pilih yang terbaik karena subsisdi ini kompensasinya sudah berat sekali, sementara harga minyak masih cukup tinggi,” ujar Arifin dalam keterangannya, Jumat (19/8/2022). Ia juga meminta masyarakat yang mampu untuk tidak lagi membeli BBM bersubsidi.
Tawarkan aternatif
Pakar ekonomi energi yang juga dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga, Surabaya, Gigih Prihantono, saat dihubungi, Minggu, berpendapat, secara hitung-hitungan, harga BBM memang sudah seharusnya naik. Namun, berbicara kebijakan, jangan sampai berhenti pada harga BBM, tetapi juga bagaimana memberi alternatif bagi masyarakat.
Alternatif itu, misalnya. transportasi publik di kota-kota besar seharusnya diperbaiki. ”Satu mobil yang diisi satu orang, kan, konsumsi BBM-nya tidak efisien dibandingkan dengan, misalnya, satu mobil diisi 4-5 orang. Kalau memang harga (BBM) naik, (ongkos) mengggunakan transportasi umum kan lebih murah. Hal-hal seperti ini yang belum dioptimalkan. Sejak dulu, kalau harga BBM naik ya naik saja, tetapi kebijakan alternatif kurang dipikirkan,” ujarnya.
Gigih menilai, pemerintah perlu lebih menggencarkan isu mengenai transportasi publik dan kendaraan listrik. Dengan demikian, masyarakat memiliki pilihan. Pada akhirnya masyarakat akan menghitung sendiri biaya yang dikeluarkan, misalnya, pada kendaraan ber-BBM, kendaraan listrik, ataupun transportasi umum.
Menurut dia, hal yang bisa diutamakan dalam waktu dekat ini adalah mendorong pengendalian BBM bersubsidi. ”Termasuk imbauan-imbauan yang diberikan kepada masyarakat. Untuk mobil, misalnya, (mobil) harga Rp 300 juta ke atas atau yang dimiliki warga mampu agar diminta membeli pertamax atau pertamax turbo. Integrasi data, seperti Data Terpadu Kesejahteran Sosial (DTKS), bisa dilakukan,” katanya.
Sejumlah cara pun perlu dipikirkan guna menarik warga kalangan mampu untuk nyaman menggunakan BBM nonsubsidi. Langkah itu, misalnya, ada keistimewaan (previlege) bagi yang hendak mengisi pertamax dan pertamax turbo sehingga mereka tak perlu antre panjang. Sebab, menurut dia, saat ini masih ada SPBU dengan jalur antrean yang sama untuk BBM nonsubsidi dan BBM bersubsidi.
Gigih pun berpendapat, subsidi bakal lebih tepat diberikan pada industri kecil, seperti katering dan restoran, yang juga membutuhkan energi. ”(Dampak kenaikan harga BBM) Pada kendaraan bermotor atau laju orang tidak terlalu banyak. Namun, kalau sudah pada laju barang, (kenaikan harga BBM) akan sangat berdampak pada inflasi,” ucapnya.
Lebih lanjut, kata Gigih, kenaikan harga BBM merupakan persoalan klasik. Oleh karena itu, di tengah status Indonesia sebagai nett importer minyak mentah, untuk jangka panjang, perlu ada perbaikan di sisi hulu. Hilirisasi pada produksi minyak mentah perlu didorong sehingga ada nilai tambah untuk jangka panjang. Untuk mengurangi ketergantungan impor minyak mentah juga memerlukan komitmen politik.