Implementasi Sistem Satu Kanal ke Arab Saudi Butuh Persiapan Matang
Pemerintah bersiap membuka penempatan terbatas pekerja migran domestik ke Arab Saudi melalui sistem satu kanal. Dicabut atau tidaknya moratorium penempatan sejak tahun 2015 bergantung pada kelancaran uji coba sistem itu.
Oleh
agnes theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Setelah sempat tertunda, proyek rintisan sistem penempatan satu kanal pekerja migran domestik ke Arab Saudi siap dimulai pemerintah. Namun, banyak hal perlu diperbaiki, mulai dari aspek pusat informasi terpadu sampai akses pendidikan dan pelatihan. Perbaikan ini krusial untuk menjamin perlindungan para pekerja yang diberangkatkan.
Kesepakatan untuk mengimplementasikan proyek rintisan Sistem Penempatan Satu Kanal (SPSK) itu ditandatangani pemerintah kedua negara di Badung, Bali, 11 Agustus 2022 lalu. Rencana untuk menerapkan SPSK itu sebenarnya sudah digagas sejak 2018, tetapi terkendala pandemi Covid-19.
Penempatan pekerja domestik secara terbatas melalui sistem satu kanal itu dilakukan sebagai uji coba sistem setelah pemerintah memberlakukan moratorium penempatan pekerja migran Indonesia bagi pengguna perseorangan di negara-negara kawasan Timur Tengah sejak tahun 2015.
Sesuai kesepakatan, terdapat enam jabatan yang akan ditempati oleh pekerja migran asal Indonesia di Arab Saudi, yaitu housekeeper(pengurus rumah tangga), babysitter(pengasuh bayi), family cook(juru masak keluarga), elderly care taker(pengasuh lansia), family driver(sopir keluarga), dan child care worker(pengasuh anak). Area penempatannya ada di Mekkah, Jeddah, Riyadh, Medina, Dammam, Dhahran, dan Khobar.
Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan Anwar Sanusi mengatakan, penempatan melalui SPSK itu akan mengintegrasikan sistem informasi pasar kerja antara kedua negara, yaitu Siap Kerja (Indonesia) dan Musaned (sistem informasi pasar kerja milik Arab Saudi).
Terkait target waktu penerapannya, Anwar mengatakan, saat ini pemerintah baru akan melakukan persiapan sosialisasi ke berbagai pemangku kepentingan. Termasuk di dalamnya, pemerintah daerah, masyarakat, calon pekerja migran, serta perusahaan penempatan pekerja migran (P3MI). ”Kita dorong dulu sosialisasinya, kalau sudah ada calonnya, baru kita coba berangkatkan,” katanya, Minggu (21/8/2022).
Meski demikian, pemerintah belum bisa memastikan jika penempatan satu kanal secara terbatas itu akan berujung pada diakhirinya moratorium penempatan pekerja migran domestik ke Arab Saudi yang sudah berlaku sejak tahun 2015. ”Itu nanti tergantung apakah sistem ini betul-betul bisa terlaksana dengan baik,” ujarnya.
Pemerintah belum bisa memastikan jika penempatan satu kanal secara terbatas itu akan berujung pada diakhirinya moratorium penempatan pekerja migran domestik ke Arab Saudi.
Prasyarat
Sekretaris Jenderal Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Bobby Anwar Maarif menilai, ada sejumlah prasyarat yang perlu dipenuhi sebelum rencana penempatan secara terbatas ke Arab Saudi diterapkan untuk menjamin pekerja migran benar-benar terlindungi.
Pertama, sistem informasi pasar kerja terpadu harus bisa diakses dengan mudah oleh semua calon pekerja migran. Ini menjadi persoalan klasik yang memainkan peran penting dalam sosialisasi dan edukasi penempatan yang aman bagi para calon pekerja migran.
”Untuk mendapat informasi lowongan kerja yang valid dari pemerintah dan bisa diakses langsung itu masih sulit. Padahal, kalau aksesnya mudah, akan berdampak besar dalam memotong praktik-praktik percaloan yang menempatkan pekerja migran kita di situasi rawan,” kata Bobby.
Kedua, memperbaiki akses pendidikan dan pelatihan bagi calon pekerja migran sebelum berangkat. Bobby mengatakan, persoalan yang banyak ditemukan pada penempatan di Timur Tengah adalah kendala pemahaman bahasa dan kecakapan kerja. Hal ini membuat pekerja migran asal Indonesia rentan terkena eksploitasi dan siksaan.
Menurutnya, calon pekerja juga perlu dibekali kemampuan beladiri agar bisa menjaga diri dari pelecehan dan eksploitasi. ”Hal-hal ini seharusnya bekal paling utama sebelum berangkat. Kalau pekerja diberangkatkan bekerja pada majikan yang budayanya masih tertutup di Arab, lalu dia belum bisa berbahasa Arab, itu bisa jadi persoalan, meski berangkatnya memakai sistem satu kanal sekalipun,” katanya.
Ketiga, membenahi layanan terpadu satu atap di daerah-daerah. Sampai sekarang, menurut Bobby, layanan tersebut belum solid melibatkan berbagai desk, seperti dinas ketenagakerjaan (disnaker), dinas kependudukan dan catatan sipil (dukcapil), imigrasi, Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), kesehatan, kepolisian, BP Jamsostek, dan lain-lain. ”Paling hanya disnaker dan BP2MI yang sudah terpadu,” ujarnya.
Menurut Bobby, perlu ada perjanjian yang lebih detail antara pemerintah kedua negara terkait mitigasi kasus kekerasan. ”Misalnya, apakah pekerja bisa mengadu dengan mudah? Apakah ada petugas yang langsung mendatangi ketika pekerja mengadu? Apakah ada keharusan pemilik rumah membuka pintu jika didatangi petugas? Hal-hal seperti itu juga harus ada perjanjiannya,” katanya.
Evaluasi berkala
Sementara itu, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengatakan, persiapan teknis seputar implementasi sistem IT antara sistem informasi pasar kerja Indonesia dan Arab Saudi sedang dimatangkan. Pemerintah Arab Saudi telah melakukan pembaruan pada sistem Musaned dan Pemerintah Indonesia juga akan melakukan penyesuaian pada sistem Siap Kerja agar integrasi sistem antara kedua negara lebih lancar.
Pemerintah kedua negara juga menyepakati membentuk satuan tugas gabungan atau joint task forceyang terdiri dari pejabat kedua negara. ”Tugas mereka mengevaluasi, memantau, dan membahas berbagai hal yang muncul dari pelaksanaan pilot project ini. Mereka akan bertemu setiap tiga bulan dan berkomunikasi setiap saat jika perlu,” kata Ida.