Selisih harga lelang gula petani dengan harga gula pasir di pasar konsumsi sangat lebar. Gula petani dihargai Rp 11.500 per kg, sedangkan gula di pasar konsumsi Rp 14.400 per kg.
Oleh
Hendriyo Widi
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Pada musim giling tebu tahun ini, petani mengajukan empat permintaan kepada pemerintah. Mereka meminta harga gula petani dijaga, realisasikan subsidi gula petani Rp 1.000 per kilogram, hentikan impor gula konsumsi dan bahan bakunya, serta perbaiki neraca gula nasional.
Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (DPN APTRI) Soemitro Samadikoen, Sabtu (6/8/2022), mengatakan, pemerintah perlu menjaga harga gula petani pada musim giling tebu dan lelang di level Rp 12.500 per kilogram (kg). Saat ini, harga gula petani masih di kisaran harga pokok pembelian (HPP), yakni Rp 11.500 per kg, bahkan ada yang menawar di bawah itu.
Harga gula hasil lelang itu jauh di bawah harga gula kristal putih (GKP) atau gula pasir di pasar konsumsi yang dalam dua bulan terakhir ini di atas Rp 14.000 per kg. Padahal pemerintah sudah mematok harga acuan penjualan (HAP) GKP di tingkat konsumen akhir Rp 13.500 per kg.
"Dengan harga gula di tingkat konsumen Rp 14.000 per kg saja, selisihnya dengan HPP sebesar Rp 2.500 per kg dan HAP Rp 500 per kg. Jadi total keuntungan pedagang gula Rp 3.000 per kg," ujarnya ketika dihubungi dari Jakarta.
Dengan harga gula di tingkat konsumen Rp 14.000 per kg saja, selisihnya dengan HPP sebesar Rp 2.500 per kg dan HAP Rp 500 per kg. Jadi total keuntungan pedagang gula Rp 3.000 per kg.
Berdasarkan data Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok Kementerian Perdagangan, per 5 Agustus 2022, harga gula pasir Rp 14.400 per kg. Harga tersebut turun 2,04 persen dari harga tertinggi pada Mei 2022 yang mencapai Rp 14.700 per kg.
Menurut Soemitro, jika gula petani dihargai di kisaran HPP, modal petani pasti akan tergerus. Pasalnya, seluruh komponen biaya produksi meningkat drastis, terutama pupuk yang berkontribusi sebesar 17 persen dari biaya tersebut.
Jatah pupuk bersubsidi bagi petani tebu saat ini berkurang dari 5-6 kuintal per hektar (ha) menjadi 1,8 kuintal per ha. Hal itu membuat petani terpaksa membeli pupuk nonsubsidi, yakni ZA dan phonska, yang harganya naik tiga kali lipat.
"Biaya pembelian kedua pupuk itu yang semula sekitar Rp 2 juta per ha melonjak menjadi Rp 6 juta per ha," katanya.
Selain itu, lanjut Soemitro, ongkos tebang angkut naik dari Rp 9.000 per kuintal menjadi Rp 13.000-Rp 14.000 per kuintal. Begitu juga upah buruh tani dan borongan, naik dari Rp 50.000 per hari menjadi 100.000 per hari.
"Dengan kondisi itu, kami berharap janji pemerintah memberikan subsidi gula petani Rp 1.000 per kg perlu segera direalisasikan. Pedagang sudah untung banyak, sedangkan petani hanya pas-pasan bahkan ada yang merugi," katanya.
Impor dan swasembada
APTRI juga meminta pemerintah tidak mengimpor GKP dan gula mentah untuk bahan baku gula konsumsi. Hal itu mengingat stok GKP pada akhir tahun ini diperkirakan mencapai 1,6 juta ton. Stok itu cukup untuk memenuhi kebutuhan gula konsumsi pada awal hingga musim giling tebu 2023 berlangsung.
Soemitro menjelaskan, stok GKP pada 2022 diperkirakan sebanyak 4,6 juta ton. Stok itu terdiri dari 1,1 juta ton gula petani sisa produksi tahun lalu, impor GKP 150.000 ton, impor gula mentah 980.000 ton untuk memproduksi GKP, dan produksi gula petani tahun ini yang diperkirakan sebanyak 2,4 juta ton-2,5 juta ton.
"Penghentian impor GKP beserta bahan bakunya itu perlu diikuti dengan perbaikan neraca gula nasional dan jaminan tidak ada rembesan gula rafinasi di pasar konsumsi," tegas Somemitro.
Penghentian impor GKP beserta bahan bakunya itu perlu diikuti dengan perbaikan neraca gula nasional dan jaminan tidak ada rembesan gula rafinasi di pasar konsumsi.
Berdasarkan data Kementerian Pertanian, kebutuhan gula nasional pada 2022 diperkirakan sebanyak 7,3 juta ton. Dari jumlah itu, sebanyak 3,2 juta ton merupakan kebutuhan gula untuk konsumsi dan 4,1 juta ton untuk industri.
Rata-rata produksi gula nasional untuk konsumsi sebanyak 2,35 juta ton per tahun, sehingga masih ada kekurangan sekitar 850.000 ton gula konsumsi. Dengan program percepatan swasembada gula 2020-2023, produksi gula tahun ini ditargetkan bisa mencapai 2,54 juta ton.
ID Food, holding badan usaha milik negara yang bergerak di bidang pangan, berkomitmen mewujudkan swasembada gula konsumsi. ID Food akan meningkatkan produksi gula dari 250.000 per tahun menjadi 400.000 ton per tahun pada 2025.
Direktur Utama ID Food Frans Marganda Tambunan mengatakan, dari 2,3 juta ton produksi gula konsumsi nasional, sebanyak 1,04 juta ton merupakan produksi ID Food dan Holding PT Perkebunan Nusantara (PTPN). ID Food memproduksi sebanyak 250.000 per tahun atau sekitar 11 persen.
Pada 2025, ID Food akan meningkatkan produksi tahunan menjadi 400.000 ton. Untuk mencapai target itu, lahan tebu akan diperluas dari 43.000 per ha menjadi 60.000 per ha.
"Kami akan menggenjot produksi melalui sinergi dengan swasta dan Holding PTPN untuk menutup kekurangan kebutuhan gula konsumsi nasional yang sebanyak 850.000 ton per tahun," ujarnya melalui siaran pers di Jakarta.
Frans menambahkan, program kemitraan dengan petani akan dilanjutkan dan rendemen akan ditingkatkan dari rata-rata 7,3 persen menjadi 8,6 persen. Pembiayaan bagi petani melalui program Makmur juga digulirkan. Instrumen resi gudang juga disiapkan untuk membantu petani yang gagal lelang atau harga gulanya jatuh.