Mundurnya tenggat "on stream" sejumlah proyek strategis nasional minyak dan gas bumi dinilai turut menambah deretan tantangan yang membuat target lifting belum tercapai.
Oleh
MEDIANA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Realisasi produksi siap jual atau lifting minyak dan gas bumi sampai semester I-2022 sebanyak 1,57 juta barel setara minyak per hari. Realisasi tersebut masih di bawah target APBN 2022 yang sebanyak 1,739 juta barel setara minyak per hari. Selain masalah produktivitas yang menurun, mundurnya komersialisasi sejumlah lapangan migas menyebabkan belum tercapainya target lifting tersebut.
Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto mencontohkan, proyek strategis hulu migas nasional yang jadwal komersialisasinya mundur adalah Jambaran Tiung Biru di Bojonegoro, Jawa Timur, dan Tangguh Train-3 di Papua Barat. Awalnya, proyek gas Jambaran Tiung Biru bisa komersial pada 2021, tetapi dimundurkan lantaran pandemi Covid-19 yang menyebabkan operasionalisasi terganggu.
”Demikian juga proyek Tangguh Train-3 juga terkendala pandemi yang menyebabkan operasionalisasi proyek terganggu. Proyek ini seharusnya bisa on stream pada akhir 2021, tetapi mundur menjadi triwulan I-2023,” ujar Dwi dalam paparan kinerja hulu migas, Jumat (15/7/2022), di Jakarta.
Proyek hulu migas lainnya yang masih tersendat adalah Blok Masela di laut lepas Maluku dan proyek Indonesia Deepwater Development (IDD) di laut lepas Kalimantan Timur. Keduanya, yang merupakan lapangan kaya gas bumi, termasuk dalam proyek strategis nasional hulu migas. Blok Masela dijadwalkan berproduksi pada triwulan II-2027, sedangkan proyek IDD diharapkan berproduksi pada triwulan IV-2025.
Deputi Perencanaan SKK Migas Benny Lubiantara menambahkan, pengembangan migas nonkonvensional juga akan dilibatkan penuh untuk meningkatkan produksi migas dalam negeri. Studi potensi akan dilakukan di sejumlah wilayah kerja migas nonkonvensional. ”Untuk menaikkan produksi di lapangan tua, kami mendorong diterapkannya metode pengurasan minyak tingkat lanjut (enhanced oil recovery/EOR),” ucapnya.
Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan saat dihubungi terpisah berpendapat, SKK Migas dan kontraktor hulu migas harus tetap berusaha semaksimal mungkin meningkatkan lifting migas. Setidaknya, semua pemangku kepentingan bisa menjaga agar lifting migas tidak merosot sangat dalam. SKK Migas membutuhkan kerja sama lintas kementerian/lembaga, seperti Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Investasi agar target lifting 2022 bisa terpenuhi.
Belum tuntasnya revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kekhawatiran investor berinvestasi di hulu migas Indonesia. Ditambah lagi, penghargaan atas kontrak sejauh ini masih kurang lantaran sering terjadinya perubahan kebijakan.
”Kegiatan EOR sebagai upaya untuk meningkatkan produksi belum berjalan optimal karena masalah keekonomian,” kata Mamit.