Indonesia Serukan G20 Menjembatani Diskusi Problem Global
Forum G20 diharapkan jadi jembatan komunikasi untuk mendiskusikan persoalan global dan menciptakan kerja sama global. Hal ini penting untuk mencegah perekonomian dunia kian memburuk.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·4 menit baca
NYOMAN BUDHIANA
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kedua dari kiri) bersama Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo (kedua dari kanan) menyampaikan sambutan pembukaan Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral (FMCBG) G20 di Nusa Dua, Bali, Jumat (15/7/2022). Pertemuan tersebut berlangsung 15-16 Juli 2022 untuk membahas tujuh agenda utama menyangkut berbagai isu ekonomi global dan keuangan.
BADUNG, KOMPAS — Indonesia menyerukan pada negara-negara anggota G20 agar menjadikan forum ini sebagai jembatan untuk mendiskusikan persoalan global. Kerja sama multilateral amat krusial untuk mencegah perekonomian dunia memburuk yang bisa memicu krisis ekonomi dunia.
”Dunia memerlukan lebih banyak jembatan (untuk komunikasi) bukan dinding (penghalang), apalagi perang,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam pidato pembukaan acara Pertemuan Inti Tingkat Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral (Finance Minister Central Bank Governors/FMCBG) Kelompok G20 Presidensi Indonesia di Nusa Dua, Bali, Jumat (15/7/2022).
Pada kesempatan itu, Sri Mulyani didampingi oleh Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo. Tercatat ada 407 delegasi asing hadir secara fisik di Bali dan 120 delegasi hadir secara virtual. Di antara delegasi yang hadir secara fisik, terdapat 17 menteri keuangan dan 10 gubernur bank sentral.
Sebanyak 12 menteri keuangan berasal negara G20, yakni Australia, Kanada, Jerman, India, Indonesia, Italia, Jepang, Korea Selatan, Turki, Arab Saudi, Afrika Selatan, dan Amerika Serikat. Adapun lima menteri keuangan yang hadir secara fisik mewakili negara undangan non-G20 adalah Belanda, Senegal, Singapura, Spanyol, dan Swiss.
Adapun dari 10 gubernur bank sentral, 9 di antaranya berasal dari kelompok G20, yakni Australia, Jerman, Perancis, India, Indonesia, Jepang, Afrika Selatan, Korea Selatan, dan Inggris. Satu gubernur bank sentral yang hadir secara fisik dari kelompok undangan adalah Swiss. Sementara itu, delegasi Ukraina yang juga diundang hadir secara virtual.
Hadir pula secara fisik perwakilan lembaga keuangan internasional, antara lain Managing Director Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalona Georgieva dan Managing Director of Operations Bank Dunia Axel van Trotsenburg.
SUMBER: KEMENTERIAN KEUANGAN DAN BANK INDONESIA
Rincian negara anggota G20. Sumber: Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia
Sri Mulyani mengatakan, dalam presidensi G20 kali ini, presidensi Indonesia akan berperan menjadi wadah yang menjembatani komunikasi setiap negara untuk mendiskusikan sejumlah persoalan global. ”Kita perlu meningkatkan semangat kerja sama multilateral dan kerja sama internasional untuk berkomitmen pada kemakmuran global,” ujar Mulyani.
Ia menambahkan, saat krisis finansial global pada 2008-2009, kelompok G20 tampil memberikan solusi persoalan keuangan global. Peran yang sama diharapkan dapat ditampilkan kembali di krisis pascapandemi saat ini.
”Jutaan bahkan miliar penduduk dunia bergantung pada Anda sekalian. Mari kita tunjukkan reputasi dari G20,” ujar Mulyani.
Selain memulai pertemuan inti FMCBG, pada Kamis, diselenggarakan dua seminar tingkat tinggi dengan tema kerentanan pangan global dan bauran kebijakan untuk mendorong pemulihan ekonomi. Para narasumber yang hadir memaparkan materi antara lain Menteri Keuangan Amerika Serikat Janet Yallen, Managing Director IMF Kristalina Georgieva, Managing Director of Operations Bank Dunia Axel van Trotsenburg, Direktur Jenderal Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) Qu Dongyu, dan beberapa menteri keuangan dari sejumlah negara.
Tujuh agenda
Pada Pertemuan FMCBG Kelompok G20 ke-3 yang diselenggarakan 15 Juli-16 Juli ini, dibahas tujuh agenda utama. Ketujuh agenda tersebut adalah ekonomi global dan risiko, kesehatan global, arsitektur keuangan internasional, permasalahan sektor keuangan, keuangan berkelanjutan, infrastruktur, dan perpajakan internasional.
NYOMAN BUDHIANA/ANTARA
Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral (FMCBG) G20 di Nusa Dua, Bali, Jumat (15/7/2022). Pertemuan tersebut berlangsung 15-16 Juli 2022 untuk membahas tujuh agenda utama menyangkut berbagai isu ekonomi global dan keuangan.
Penyelenggaraan di Bali kali ini merupakan pertemuan lanjutan setelah penyelanggaraan pertemuan FMCBG pertama presidensi G20 Indonesia yang dilaksanakan secara hibrida di Jakarta pada Februari lalu dan FMCBG kedua pada April lalu di Washington DC, Amerika Serikat.
FMCBG pertama menyepakati kebijakan pemulihan yang terkalibrasi dengan baik, peringanan utang negara miskin menjadi kunci ketahanan dan stabilitas dunia menuju pertumbuhan yang berkelanjutan dan inklusif. Selain itu, tercapai kesepakatan bersama atau komunike mengenai penangguhan utang menjadi jalan bagi negara-negara miskin untuk keluar dari krisis kesehatan dan ekonomi.
Adapun, FMCBG kedua menyepakati peran penting keuangan berkelanjutan untuk pemulihan ekonomi global yang inklusif, tangguh, dan ramah lingkungan (green). Selain itu, pertemuan FMCBG kedua di Washington DC juga membahas pencapaian agenda 2030 untuk pembangunan berkelanjutan sejalan dengan Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Perubahan Iklim (UNFCCC) dalam Paris Agreement.
SUMBER: KEMENTERIAN KEUANGAN DAN BANK INDONESIA
Negara-negara yang menjadi presidensi G20 2015-2025. Sumber: Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia
Kerja sama global
Dihubungi terpisah, Kepala Ekonom PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Andry Asmoro mengatakan, peran G20 kali ini berada pada momentum yang pas di tengah berbagai tekanan global yang meningkat. Presidensi Indonesia di G20 makin penting untuk merekatkan dan mendorong kerja sama global.
”Bagaimana pertemuan ini bisa mencegah ekonomi global bergerak ke arah yang lebih buruk dengan membentuk berbagai kerangka kerja koordinasi dan kerja sama global,” ujar Asmoro.
Hal senada juga dikemukakan Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah Redjalam. Ia mengatakan, G20 memiliki posisi yang sangat besar, terutama di tengah konflik perang di Ukraina. Saat ini perekonomian global terancam stagflasi global yang membutuh kerja sama semua pihak.
”Kalau tidak segera diatasi, akan terjadi stagflasi global yang bisa memicu krisis ekonomi dunia yang sangat buruk. Forum G20 menjadi alternatif untuk membangun kerja sama tersebut,” ujar Piter.