Ketegangan Belum Cair Tapi G20 Buat Langkah Awal
Perseteruan negara-negara adi daya selama lima bulan terakhir belum kunjung mereda. Forum G20 setidaknya diharapkan menjadi langkah awal untuk mempertemukan semua pemangku kepentingan di satu ruang yang sama.
NUSA DUA, KOMPAS – Pertemuan Para Menteri Luar Negeri G20 di Bali, Jumat (8/7/2022), belum serta-merta mencairkan ketegangan negara-negara Barat dan Rusia. Mengingat sengit dan dalamnya perseteruan negara-negara kuat itu selama lima bulan terakhir, forum G20 setidaknya menjadi langkah awal yang mempertemukan semua pemangku kepentingan di satu ruangan sama guna membahas tantangan bersama sekaligus merajut kembali multilateralisme.
Semua menteri luar negeri G20 hadir di Bali. Mereka hadir dan berpartisipasi pada pertemuan, kecuali Menteri Luar Negeri Inggris Elizabeth Truss yang pamit meninggalkan Bali lebih awal karena harus segera kembali ke Inggris menyusul pengumuman pengunduran diri Perdana Menteri Inggris Boris Johnson.
”Untuk membahas substansi di G20, banyak sekali tantangan yang dihadapi. Tapi alhamdulillah, sampai sekarang semua substansi yang dibahas masih on track. Dan kita akan terus mencoba untuk berkonsultasi dan berkomunikasi agar apa yang ingin kita capai selama Presidensi G20 Indonesia bisa tercapai,” kata Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menjawab pertanyaan Kompas usai pertemuan.
Baca juga: Indonesia Berikhtiar Bendung Fragmentasi
Dalam beberapa bulan terakhir, Retno mengaku melakukan safari politik ke seluruh negara anggota G20 untuk berkonsultasi dan berkomunikasi. Hasilnya adalah semua menteri luar negeri G20 hadir duduk dan berbicara di satu ruangan yang sama.
”Jadi ini bukan suatu hal yang mudah dicapai. Ini adalah sebuah achievement mendudukkan semua key players dalam satu ruangan untuk berbicara. Diskusi dilakukan dengan sangat terbuka. Dan kita tahu sejak awal, bahwa kita semua memiliki posisi yang berbeda,” kata Retno.
Dalam keterangan pers, Retno menekankan, kehadiran para menteri luar negeri G20 secara langsung merefleksikan komitmen mereka pada G20. Langkah ini sekaligus menunjukkan bahwa G20 relevan dan penting.
”Diangkat juga soal multilateralisme yang sedang di bawah ancaman dan semakin ditantang untuk merespon secara efektif terhadap tantangan-tantangan global. Peserta sepakat bahwa ada kebutuhan urgent untuk memperkuat multilateralisme. Multilateralisme tetap menjadi cara terbaik untuk mengatasi tantangan global,” kata Retno.
Baca juga: Forum Pertemuan Didorong Matangkan Rencana Aksi Nyata
Sejumlah sumber menyebutkan bahwa ketegangan masih terasa pada Pertemuan Para Menteri Luar Negeri G20 di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali. Ini terjadi antara Rusia yang berhadapan dengan Amerika Serikat (AS) bersama negara-negara sekutunya.
Ketegangan tecermin lewat kecaman keras sejumlah menteri luar negeri saat mendapat giliran berbicara. Ada pula yang tecermin dari gestur meninggalkan ruangan demi pertemuan bilateral di tengah-tengah acara.
Namun sepanjang pertemuan, merujuk laporan Kementerian Luar Negeri Indonesia, selalu ada delegasi yang mewakili negara anggota G20 hadir dalam ruang pertemuan. Artinya tidak pernah ada kursi kosong sepanjang pertemuan berlangsung. Sesi foto bersama yang biasanya digelar setiap akhir Pertemuan Para Menteri Luar Negeri G20, kali ini tidak ada.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov, dalam kesempatan terpisah, mengapresiasi, Presiden Joko Widodo dan Pemerintah Indonesia yang menunjukkan tanggung-jawab dalam situasi dunia yang penuh tantangan saat ini. Ia menilai, Indonesia memahami pentingnya membangun dialog dan mendasarkan diri pada hukum internasional. Salah satunya adalah prinsip kesetaraan negara-negara berdaulat.
”Dan saya yakin, itulah posisi yang tepat bagi Indonesia sebagai sebuah negara, anggota PBB, pemimpin G20, dan pemimpin ASEAN (tahun depan),” kata Lavrov menjawab pertanyaan Kompas di sela-sela pertemuan G20.
Baca juga: Putin Peringatkan Barat tentang Ancaman Tragedi bagi Rakyat Ukraina
Saat ditanya apakah mungkin bagi Rusia dan AS kembali ke meja perundingan untuk menyelesaikan sejumlah persoalan mutakhir, Lavrov menjawab dengan tajam. ”Bukan kami yang meninggalkan komunikasi. AS yang melakukannya. Hanya itu yang bisa saya sampaikan. Dan kami tidak dalam posisi mengejar-ngejar siapa pun untuk menggelar pertemuan. Jika mereka (AS) tidak mau bicara, itu pilihan mereka,” kata Lavrov.
Pertemuan AS dan Rusia untuk menyelesaikan krisis di Ukraina dianggap oleh sejumlah pihak sebagai kunci mencapai solusi berkelanjutan atas situasi di Eropa Timur yang berkomplikasi luas dan multidimensi secara global itu. Bahkan sejumlah pakar hubungan internasional menilai bahwa perang Rusia-Ukraina sejatinya adalah proksi antara AS dan Rusia.
AFP memberitakan, Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, menyatakan, ada ”paduan suara” kuat dalam pertemuan G20 yang meminta Rusia mengakhiri perang di Ukraina. ”Apa yang kami dengar hari ini adalah paduan suara yang kuat dari seantero dunia, bukan hanya dari AS tetapi dari seluruh dunia, tentang perlunya menghentikan agresi,” kata Blinken kepada wartawan sebelum menggelar pertemuan bilateral dengan India di sela-sela pertemuan G20.
Adapun dalam ruang rapat, Blinken dikabarkan mengecam keras Rusia. ”Kepada mitra Rusia kami, Ukraina bukan negaramu. Gandum Ukraina bukan gandummu. Kenapa kalian memblokadenya di Pelabuhan,” kata Blinken menurut salah seorang anggota delegasi AS.
Blinken juga dikabarkan menyebut Rusia sebagai sumber persoalan. ”Rusia adalah sumber masalah. AS fokus pada solusi,” kata Blinken menurut anggota delegasi AS yang sama itu.
Sementara mengutip kantor brita Rusia, RIA, Lavrov, kepada wartawan di sela-sela pertemuan, menyatakan, negara-negara Barat menghindari mandat G20 untuk mendiskusikan persoalan-persoalan ekonomi dalam pertemuan G20. Mereka menyimpang dari agenda dengan menyerang Rusia dengan sejumlah kritik atas situasi di Ukraina.
Baca juga: AS Batal Boikot Pertemuan Keuangan G20
Namun banyak peserta pertemuan, Lavrov melanjutkan, tidak mendukung tindakan itu. Peserta yang dimaksud Lavrov merujuk pada negara-negara berkembang yang tergabung dalam G20.
”Terlepas dari perilaku rekan-rekan Barat kami, yang praktis tidak didukung oleh peserta dari negara-negara berkembang, diskusi ini berguna karena memungkinkan kami untuk mengajukan pertanyaan yang sangat keras kepada rekan-rekan Barat kami. Namun, mereka tidak memiliki jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu,” kata Lavrov.
Merujuk penjelasan Retno pada keterangan pers usai acara, semua menteri luar negeri G20 hadir di Bali. Mereka semua hadir dan berpartisipasi dalam diskusi pada pertemuan Jumat lalu. Khusus Menteri Luar Negeri Inggris Elizabeth Truss ijin meninggalkan Bali lebih awal karena harus segera kembali ke Inggris menyusul pengumuman pengunduran diri Perdana Menteri Inggris Borris Johnson.
Sebanyak delapan dari sembilan menteri luar negeri di luar G20 yang diundang, hadir di Bali. Negaranya meliputi Fiji, Senegal, Rwanda, Kamboja, Spanyol, dan Uni Emirat Arab, Singapura, dan Belanda. Suriname hadir secara virtual. Demikian pula dengan Ukraina.
Pertemuan juga dihadiri sembilan pemimpin dan perwakilan dari lembaga internasional. Lembaganya meliputi Perserikatan Bangsa-bangsa, Program Pangan Dunia (WFP), Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia (ADB), Dana Moneter Internasional (IMF), Organisasi Buruh Internasional (ILO), Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD), dan Dewan Stabilitas Keuangan (FSP).
Presidensi G20 Indonesia 2022 mengusung tema ”Recover Together, Recover Stronger.” Berangkat dari multikrisis akibat dampak pandemi Covid-19, G20 tahun ini menjabarkan tema tersebut ke dalam tiga subtema, yakni arsitektur kesehatan global, transformasi digital, dan transisi energi berkelanjutan.
Di tengah jalan pecah perang Rusia-Ukraina yang memicu permusuhan antara Amerika Serikat (AS) dan negara-negara Barat melawan Rusia. Persoalan politik internasional mutakhir ini menjadi batu sandungan utama bagi G20 untuk mencapai target yang telah ditentukan. Sebab, permusuhan ini telah memicu fragmentasi di G20 dan dunia. Komplikasinya juga memperparah sejumlah persoalan yang selama masa pandemi sudah akut.
Atas kesadaran ini, Pertemuan Para Menteri Luar Negeri G20 mengusung tema, ”Membangun dunia yang lebih damai, stabil, dan sejahtera bersama". Pertemuan terdiri atas dua sesi. Penguatan multilateralisme menjadi fokus sesi pertama. Sesi ini membahas langkah bersama bagi penguatan kolaborasi global dan membangun rasa saling percaya antar-negara sehingga menjadi lingkungan yang mendorong stabilitas, perdamaian, dan pembangunan dunia.
Sementara sesi dua mengenai krisis pangan dan energi. Sesi ini akan membahas langkah-langkah strategis untuk menanggulangi krisis kerawanan pangan, kekurangan pupuk, dan kenaikan harga komoditas global.