Forum Pertemuan Didorong Matangkan Rencana Aksi Nyata
Pertemuan Kedua Tingkat Sherpa G20 (2nd Sherpa Meeting) akan menyepakati proyek dan aksi nyata yang dapat dimanfaatkan untuk merespons kondisi perekonomian global saat ini, khususnya bagi negara berkembang.
Oleh
agnes theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pertemuan Kedua Tingkat Sherpa G20 yang digelar pada 10-13 Juli 2022 akan menjadi pertemuan penentu untuk mengulas kemajuan pembahasan dari setiap kelompok kerja. Agar tak berujung wacana, pendekatan baru akan diambil untuk mendorong dimatangkannya rencana proyek dan aksi nyata atas sejumlah isu besar yang diangkat.
Forum tersebut akan menjadi lanjutan dari Pertemuan Pertama Tingkat Sherpa G20 (1st G20 Sherpa Meeting) yang sudah digelar pada 7-8 Desember 2021 di Jakarta. Setidaknya 105 perwakilan negara anggota G20 dan negara undangan akan menghadiri pertemuan kedua yang digelar di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, itu.
Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Edi Prio Pambudi mengatakan, agar forum G20 tidak hanya mengangkat narasi belaka, pertemuan tersebut akan menyepakati proyek dan aksi nyata yang dapat dimanfaatkan dalam merespons kondisi perekonomian global saat ini, khususnya bagi negara berkembang.
Aksi proyek dan rencana nyata (concrete deliverables) itu menjadi model pendekatan baru yang diambil Indonesia sebagai presidensi G20 kali ini untuk mengubah arah forum G20 yang selama ini kental dengan narasi dan wacana belaka.
”Saat ini sudah dikumpulkan usulan dari berbagai kelompok kerja dan negara. Daftarnya sudah cukup banyak. Nanti dilihat mana proyek yang bisa langsung diimplementasikan, mana yang masih butuh proses,” ujar Edi dalam konferensi pers di Gedung Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Kamis (7/7/2022).
Pertemuan jalur sherpa melibatkan 11 kelompok kerja (working group), 10 kelompok dialog tingkat nonpemerintah (engagement group), dan satu kelompok inisiatif (initiative group) yang akan mendiskusikan berbagai isu, yakni agrokultur; ekonomi digital; pendidikan; ketenagakerjaan; pariwisata; pembangunan; transisi energi; lingkungan dan keberlanjutan iklim; perdagangan, investasi dan industri; antikorupsi, dan kesehatan.
”Nanti ada showcase untuk mendemonstrasikan hal-hal praktis. Diharapkan G20 tidak sekadar membuat deklarasi, tetapi ada contoh nyata yang bisa diadopsi semua negara, khususnya negara berkembang. Sebab, setelah Indonesia ini, presidensi G20 ke depan akan lebih banyak diisi oleh negara berkembang,” katanya.
Pertemuan kedua sherpa ini akan menjadi penentu untuk mengulas kemajuan pembahasan dari setiap kelompok kerja. Selama enam bulan pertama tahun 2021 ini, ke-11 kelompok kerja secara paralel telah bertemu dan berdialog untuk merumuskan isu-isu utama yang akan dijadikan rekomendasi agenda prioritas dalam pertemuan puncak G20, November 2022.
Pertemuan kedua sherpa ini akan menjadi penentu untuk mengulas kemajuan pembahasan dari setiap kelompok kerja.
”Ini menjadi momen penting karena kita akan mengupas dan mencari masukan dari setiap negara anggota G20, negara undangan, termasuk organisasi internasional yang diundang. Diharapkan, setelah ini, pada pertemuan ketiga nanti kita sudah bisa langsung membahas draf deklarasi para pimpinan (leaders’ declaration),” kata Edi.
Kelompok kerja
Sejauh ini setiap kelompok kerja sudah merumuskan beberapa isu utama yang akan dilaporkan dalam pertemuan sherpa. Kelompok Kerja Perdagangan, Investasi dan Industri (Trade, Investment and Industry Working Group/TIIWG), misalnya, sedang melangsungkan rangkaian sidang di Surakarta, Jawa Tengah, untuk membahas isu prioritas, yaitu respons perdagangan, investasi, dan industri terhadap pandemi dan arsitektur kesehatan global.
Beberapa isu yang diidentifikasi dalam kelompok kerja itu adalah memastikan ketersediaan produksi, distribusi, dan transfer teknologi untuk vaksinasi yang aman, terjangkau, dan setara antarnegara. Langkah antisipasi perlu dirumuskan dari sekarang untuk menghadapi potensi pandemi yang lebih buruk lagi di masa depan.
’Pandemi membawa tantangan pada kesehatan global ke depan sehingga isu ini menjadi prioritas yang harus dibahas demi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif,’ ujar Direktur Jenderal Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Djatmiko Bris Witjaksono selaku Ketua Pertemuan TIIWG.
Sementara itu, Kelompok Kerja Ketenagakerjaan (Employment Working Group/EWG) telah merampungkan rangkaian pertemuan pada pertengahan Juni 2022. Beberapa isu prioritas yang diangkat adalah integrasi pasar tenaga kerja bagi penyandang disabilitas, pelatihan kejuruan berbasis masyarakat untuk mengembangkan produktivitas berkelanjutan, serta penciptaan lapangan kerja dan pemberdayaan usaha kecil menengah (UKM).
Dalam pertemuan tersebut, kelompok kerja juga telah menyusun konsep deklarasi menteri ketenagakerjaan negara-negara G20 yang akan dibacakan pada pertemuan menteri ketenagakerjaan G20 di Bali, September 2022.
’Bulan Juli-Agustus 2022 juga akan diadakan pertemuan tambahan secara virtual untuk membahas isu perlindungan pekerja. Target, sebelum pertemuan September nanti, hal-hal yang sudah dirumuskan ini akan bermanfaat untuk pembangunan di bidang ketenagakerjaan,” kata Staf Khusus Menteri Ketenagakerjaan M Reza Hafiz Akbar.
Momentum pertemuan sherpa kedua ini akan dikemas secara kasual untuk mencairkan suasana dan meredakan tensi geopolitik yang intens belakangan ini akibat imbas perang Rusia dan Ukraina.
Mencairkan tensi
Momentum pertemuan sherpa kedua ini akan dikemas secara kasual untuk mencairkan suasana dan meredakan tensi geopolitik yang intens belakangan ini akibat imbas perang Rusia dan Ukraina. Perwakilan pejabat dari Rusia pun dikonfirmasi akan ikut hadir secara fisik.
”Dengan hadir secara fisik, itu memudahkan interaksi dan mencairkan suasana. Sebab, perkembangan geopolitik saat ini cukup dinamis dengan polarisasi yang terbentuk. Kita harus punya cara baru dan pendekatan berbeda,” kata Edi.
Beberapa agenda akan dikemas secara semi-informal, seperti forum bincang-bincang sherpa (sherpa talks) yang diadakan di atas kapal pesiar di perairan Labuan Bajo, kunjungan ke beberapa situs pariwisata, dan kegiatan menanam terumbu karang. Aturan berpakaian selama lima hari pertemuan sherpa juga sengaja diimbau bersifat kasual. ”Semoga suasana bisa lebih cair, bebas, fleksibel,” katanya.