Pemanfaatan dana desa untuk mengatasi kasus penyakit mulut dan kuku diperbolehkan. Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi membuka peluang pemanfaatan dana desa tersebut.
Oleh
STEFANUS OSA TRIYATNA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemanfaatan dana desa untuk mengatasi kasus penyakit mulut dan kuku atau PMK mulai diperbolehkan. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi membuka peluang pemanfaatan dana desa tersebut asalkan vaksin yang dipergunakan untuk memberantas PMK benar-benar legal.
Menteri Desa PDTT Abdul Halim Iskandar didampingi Kepala Desa Kebonan Yassir Jatmika dan Ketua Badan Usaha Milik Desa Sri Indya dalam konferensi pers secara virtual di Desa Kebonan, Kecamatan Karanggede, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, Senin (4/7/2022), mengatakan, ”Dana desa bisa digunakan. Di beberapa desa yang belum ada penanganan serius dari pihak pemerintah daerah, kemudian di masyarakat ada keluhan-keluhan soal PMK, dana bisa dimanfaatkan. Yang penting vaksinnya legal.”
Menurut Abdul Halim, dana desa ini boleh dimasukkan kategori bencana atau urusan ketahanan pangan. Di beberapa tempat sudah dipantau dan dilakukan diskusi-diskusi, kemudian dengan tegas dinyatakan bahwa dana desa bisa dimanfaatkan untuk mengatasi persoalan PMK.
Sejauh ini, Kementerian Desa PDTT sedang menelusuri kebutuhan untuk mencari solusi atas kasus PMK tersebut. Hingga kini, laporan secara detail belum diterima oleh Menteri Desa PDTT.
”Daerah-daerah yang terdekat dahulu, seperti Banten, supaya kita lebih cepat memiliki model dalam pemanfaatan dana desa untuk PMK ini. Ini diperlukan supaya kita menginformasikan model terkait solusi PMK berbasis pada pengalaman dan penanganan yang sudah terjadi di lapangan,” ujar Abdul Halim.
Kepala Desa Kebonan Yassir Jatmika menambahkan, kondisi di Boyolali terkait dengan peternakan yang terinfeksi PMK tidak begitu banyak kasus. Artinya, PMK di wilayah itu tertangani dengan baik.
Kebetulan, lanjut Yassir, di Desa Kebonan yang dapat dikategorikan berada di lingkungan perkotaan tidak ada warga yang secara khusus memiliki peternakan sapi. Boyolali memang dikenal dengan peternakan sapi perah.
”Insyaallah, saat Idul Adha, banyak warga yang tetap dapat melaksanakan kurban. Di Boyolali sendiri, kita sudah menuju Boyolali satu data melalui program monitoring center development. Ini mulai dari masalah kemiskinan, pengangguran dan berbagai masalah di masyarakat yang melibatkan lintas sektor,” kata Yassir.
Penyerapan dana desa
Dalam kesempatan itu, Abdul Halim memaparkan penyerapan dana desa secara nasional. Dari pagu APBN 2022 sebesar Rp 68 triliun, dana desa yang telah diserap atau masuk ke rekening desa hingga 4 Juli 2022 sebesar Rp 32,141 triliun atau 47,77 persen. Dana desa tersebut telah dicairkan ke 72.155 desa.
”Terkait dengan data kemiskinan di perdesaan, saya sepakat dan sangat mendukung Inpres Nomor 4 Tahun 2022, di mana data kemiskinan diserahkan ke desa. Itu bagus sekali. Kabupaten harus merujuk pada hasil musyawarah desa (forum tertinggi di tingkat desa),” kata Halim.
Hal ini sudah bertahun-tahun menjadi kebijakan Kementerian Desa PDTT agar permasalahan selisih data atau perbedaan data dikembalikan kepada pemiliknya. Pemilik data kemiskinan adalah desa, sedangkan wali data desa adalah kepala desa. Maka, keabsahan data terletak di tangan musyawarah desa.
Terkait penggunaan dana desa, Halim menyebutkan, bantuan langsung tunai (BLT) dana desa sebesar Rp 8,693 triliun kepada 6,382 juta keluarga penerima manfaat (KPM). Kemudian, anggaran untuk padat karya tunai desa (PKTD) Rp 994,08 miliar yang menyerap tenaga kerja sebanyak 560.497 orang, anggaran untuk desa aman Covid-19 sebesar Rp 2,749 triliun, ketahanan pangan Rp 5,463 triliun, dan kegiatan prioritas desa Rp 12,929 triliun.
Halim tak menampik selama ini dipahami bahwa kemiskinan struktural menimpa lebih buruk pada perempuan kepala keluarga (pekka). Mereka menjadi kaum rentan, lebih sulit mendapatkan bantuan, dan akses pemberdayaan.
Karena itu, BLT dana desa memberikan porsi sangat tinggi agar perempuan kepala keluarga mendapatkan bantuan sosial. Porsinya tidak pernah kurang dari 30 persen KPM. Bahkan, rata-rata proporsi perempuan kepala keluarga penerima BLT dana desa di empat provinsi melebihi 50 persen. Di samping itu, PKTD juga secara khusus harus memberdayakan perempuan kepala keluarga.
”Jadi, ada dua sisi, yaitu melalui BLT dana desa dan padat karya tunai desa untuk membantu perempuan kepala keluarga,” ujar Halim.