Dalam Pasal 5 Peraturan Presiden Nomor 104 Tahun 2021 tentang Rincian APBN Tahun 2022, disebutkan, dana desa penggunaannya antara lain untuk program ketahanan pangan dan hewani, paling sedikit 20 persen.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dana desa pada 2022 sebesar Rp 68 triliun, yang salah satu peruntukannya untuk ketahanan pangan dan hewani minimal 20 persen, perlu dioptimalkan. Dengan pemetaan potensi yang matang, diharapkan tercipta lapangan kerja baru serta ada nilai tambah produk pertanian.
Direktur Fasilitasi Pemanfaatan Dana Desa Direktorat Jenderal (Direktorat Jenderal) Pembangunan Desa dan Perdesaan pada Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT) Luthfy Latief, menuturkan, sejak 2015 hingga 2022, pemerintah telah menggelontorkan dana desa Rp 468 triliun. Jumlahnya meningkat dari Rp 20,67 triliun pada 2015 menjadi Rp 72 triliun pada 2021.
Adapun pada 2022, karena ada pengaruh dampak pandemi Covid-19, alokasi dana desa turun menjadi Rp 68 triliun. Jumlah tersebut untuk 74.961 desa di Indonesia.
Dalam Pasal 5 Peraturan Presiden Nomor 104 Tahun 2021 tentang Rincian APBN Tahun 2022, disebutkan, dana desa penggunaannya antara lain untuk program ketahanan pangan dan hewani, paling sedikit 20 persen. Adapun program perlindungan sosial berupa bantuan tunai desa paling sedikit 40 persen dan dukungan pendanaan penanganan Covid-19 paling sedikit 8 persen.
Luthfy menambahkan, sesuai Peraturan Menteri Desa PDTT Nomor 7 Tahun 2021, prioritas penggunaan dana desa diarahkan untuk pemulihan ekonomi nasional, program prioritas nasional, serta mitigasi dan penanganan bencana alam dan non-alam. Semuanya sesuai dengan kewenangan desa.
“Salah satunya untuk mendukung ketahanan pangan. Antara lain untuk jalan usaha tani dan (pembangunan) saluran irigasi. Ini agar jalur distribusinya lebih baik,” ujar Luthfy dalam webinar “Pemanfaatan Dana Desa untuk Ketahanan Pangan” yang digelar Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, Selasa (15/2/2022).
Dana desa, imbuh Luthfy, dapat dimanfaatkan untuk pengembangan usaha pertanian, perkebunan, perhutanan, dan perikanan, serta pembangunan lumbung pangan desa. Di samping itu, pengolahan pascapanen, serta penguatan ketahanan pangan lain yang sesuai dengan kewenangan dan diputuskan dalam musyawarah desa.
“Kami harap, setelah selesai panen, produk pertanian tidak langsung dijual, tetapi juga ada pengolahannya. Selain tercipta lapangan kerja baru, juga ada nilai tambah ekonomi,” kata Luthfy.
Masyarakat perlu terlibat dalam setiap kegiatan musyawarah desa, terutama dalam penyusunan prioritas yang tertuang dalam rencana desa.
Koordinator Pengembangan Partisipasi Masyarakat Direktorat Fasilitasi Pemanfaatan Dana Desa, Kementerian Desa PDTT, Andrey Ikhsan Lubis, menambahkan, masyarakat perlu terlibat dalam setiap kegiatan musyawarah desa, terutama dalam penyusunan prioritas yang tertuang dalam rencana desa.
Menurut Andrey, yang utama ialah keputusan dalam musyawarah desa. “Jadi (masyarakat) harus memahami dulu apa yang menjadi potensi desa, kemudian diprioritaskan untuk apa, untuk dituangkan dalam program. Inlah yang kemudian menjadi keputusan,” ucapnya.
Kepala Desa Cibulan, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, Iwan Gunawan, menuturkan, pihaknya mendukung kebijakan 20 persen untuk ketahanan pangan dan hewani pada dana desa 2022. Dana itu dapat digunakan untuk mengembangkan kedelai lokal, yang telah dimulai sejak 2018.
Sebelumnya, selama 20 tahun, lahan-lahan yang tadinya produktif diambil pasirnya (galian C) untuk daerah-daerah lain, hingga akhirnya ditanami kedelai. “(Kebijakan minimal 20 persen untuk ketahanan pangan dan hewani) berkaitan dengan masyarakat desa, yang mayoritas petani,” ujarnya.
Sebelumnya, dosen Departemen Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Subejo, menyampaikan, dengan adanya dana desa, desa-desa akan semakin potensial berkembang. Terutama jika desa mampu memetakan sektor-sektor pertanian mana yang potensial dikembangkan.
Dengan konsep yang matang, nantinya akan ada yang bermain di pangan, hortikultura, peternakan, dan lainnya di bawah pengelolaan BUMDes. "Ini sebenarnya menjadi kekuatan ekonomi yang besar. Tinggal dikelola secara baik dengan melibatkan petani, bahkan bisa dikelola lintas desa," kata Subejo.
Menurutnya, kelembagaan petani yang kuat, ke depan, akan semakin strategis. Namun, di sisi lain, perlu juga tokoh-tokoh penggerak agar semua berjalan secara berkelanjutan. Sebab, kerap kali ada BUMDes yang tidak berjalan, karena tidak ada yang berinisiatif untuk menggerakkan ekonomi desa.