Inflasi Tahunan Juni 2022 Tinggi, di Atas Target BI dan Pemerintah
Harga pangan pokok naik cukup tinggi dan di luar perkiraan akibat kombinasi kondisi cuaca dan kenaikan harga barang impor. Di sisi lain, kenaikan harga pupuk menyebabkan biaya produksi dan barang modal petani bertambah.
Oleh
Hendriyo Widi
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tingkat inflasi tahunan pada Juni 2022 sudah di atas target sasaran inflasi Bank Indonesia dan pemerintah. Meskipun dinilai masih aman, kenaikan tingkat inflasi perlu diwaspadai. Pengendaliannya bergantung pada pemerintah.
Badan Pusat Statistik (BPS), Jumat (1/7/2022), merilis, tingkat inflasi pada Juni 2022 mencapai 0,61 persen secara bulanan dan 4,35 persen secara tahunan. Inflasi tahunan itu berada di atas target sasaran inflasi Bank Indonesia (BI) dan pemerintah yang sebesar 2-4 persen.
Komoditas utama penyumbang inflasi Juni 2022 antara lain cabai merah (0,24 persen), cabai rawit (0,1 persen), bawang merah (0,1 persen), dan telur ayam ras (0,04 persen). Selain itu, kenaikan tarif angkutan udara juga menyumbang inflasi sebesar 0,03 persen.
Sementara minyak goreng memberikan andil terhadap deflasi sebesar 0,02 persen secara bulanan. Namun, secara tahunan, minyak goreng masih berkontribusi cukup tinggi terhadap inflasi, yakni sebesar 0,36 persen.
Tingkat inflasi pada Juni 2022 sebesar 0,61 persen secara bulanan dan 4,35 persen secara tahunan. Inflasi tahunan itu berada di atas target sasaran inflasi Bank Indonesia dan pemerintah yang sebesar 2-4 persen.
Kepala BPS Margo Yuwono mengatakan, inflasi tersebut didominasi oleh kenaikan harga komoditas pangan dan energi. Hal itu disebabkan oleh kenaikan harga pangan dan energi global sebagai imbas perang Rusia-Ukraina dan restriksi ekspor, kebijakan pemerintah menaikkan tarif bahan bakar minyak nonsubsidi dan transportasi, serta anomali cuaca.
Sepanjang Juni 2022, sejumlah negara yang membatasi atau melarang ekspor gandum adalah Rusia, India, Serbia, Mesir, Afghanistan, Kazakhstan, Kirgistan, dan Kosovo. Sementara yang merestriksi ekspor pupuk adalah Rusia, China, Ukraina, Vietnam, dan Kirgistan.
”Sejumlah komoditas pangan domestik berbahan baku impor, harganya mulai merangkak naik dan mulai berkontribusi terhadap inflasi. Komoditas itu antara lain tepung terigu, gula pasir, dan tempe,” ujarnya dalam konferensi pers yang digelar secara hibrida di Jakarta.
BPS mencatat, per Juni 2022, harga tepung terigu mencapai Rp 12.010 per kilogram (kg), gula pasir Rp 14.370 per kg, dan tempe Rp 12.270 per kg. Andil tepung terigu terhadap inflasi tahunan sebesar 0,007 persen, gula pasir 0,02 persen, dan tempe 0,03 persen.
Transmisi kenaikan harga pangan global akibat perang Rusia-Ukraina serta restriksi ekspor pangan dan pupuk juga tecermin dalam indeks harga perdagangan besar (IHPB). IHPB pada Juni 2022 sebesar 0,67 persen secara bulanan dan 4,96 persen secara tahunan.
Menurut Margo, kenaikan IHPB itu terutama dirasakan sektor pertanian dan industri pengolahan. Hal itu terutama terjadi pada komoditas berbahan baku impor, seperti tepung terigu dengan IHPB sebesar 13,32 persen, mi instan 6,22 persen, dan pupuk urea 16,3 persen secara tahunan.
Kenaikan harga pupuk itu menyebabkan biaya produksi dan barang modal petani, terutama tanaman pangan dan perkebunan rakyat, bertambah. Hal itu terlihat dari nilai tukar usaha petani (NTUP) tanaman pangan yang turun 0,53 persen dan NTUP tanaman perkebunan rakyat yang turun 0,41 persen secara bulanan.
Kenaikan indeks biaya produksi dan penambahan modal itu didominasi oleh pengaruh kenaikan harga pupuk NPK dan urea yang sebagian besar masih impor.
Margo menjelaskan, NTUP kedua subsektor pertanian itu turun lantaran pendapatan petani lebih rendah ketimbang pengeluarannya. NTUP tanaman pangan turun lantaran indeks yang diterima petani turun 0,26 persen, sedangkan indeks biaya produksi dan penambahan modal naik 0,27 persen.
”Kenaikan indeks biaya produksi dan penambahan modal itu didominasi oleh pengaruh kenaikan harga pupuk NPK dan urea yang sebagian besar masih impor,” katanya.
Analis makroenomi PT Bank Danamon Indonesia Tbk, Irman Faiz, berpendapat, tingkat inflasi tahunan pada Juni 2022 ini telah melampaui target sasaran inflasi BI dan pemerintah. Inflasi tahunan tersebut merupakan yang tertinggi sejak Juni 2017, yang tercatat sebesar 4,37 persen.
Inflasi itu terutama didorong oleh kenaikan harga pangan pokok yang mudah bergejolak (volatile food) dan barang atau jasa yang harganya diatur oleh pemerintah (administered price). Harga sejumlah pangan pokok naik cukup tinggi dan di luar perkiraan akibat kombinasi faktor kondisi cuaca dan kenaikan harga barang impor.
”Di sisi lain, kenaikan tarif pesawat masih mendominasi kelompok administered price. Risiko kenaikan inflasi bisa berlanjut karena pemerintah akan menaikkan tarif listrik nonsubsidi pada bulan ini,” kata Irman.
Harga sejumlah pangan pokok naik cukup tinggi dan di luar perkiraan akibat kombinasi faktor kondisi cuaca dan kenaikan harga barang impor.
Menurut Irman, produsen yang turut terbebani kenaikan biaya produksi juga cukup berhati-hati menaikkan harga produk agar tidak membebani konsumen. Hal itu tecermin dari inflasi inti yang meningkat terus secara bertahap.
”Mempertimbangkan berbagai faktor itu, Bank Danamon merevisi proyeksi inflasi tahun ini dari semula 4 persen menjadi 4,2 persen,” ujarnya.
Sementara Margo menilai, inflasi pada Juni 2022 masih relatif aman. Harga pangan yang bergejolak akibat kondisi cuaca hanya bersifat sementara. Saat ini, kuncinya terletak pada upaya pemerintah mengendalikan inflasi, terutama pada komponen barang/jasa yang diatur harganya.
”Kebijakan harga energi, termasuk listrik, bisa ditahan dahulu. Hal itu tentu akan menambah besaran subsidi. Namun, jika kebijakan itu tetap digulirkan, efeknya bisa berantai dan berujung pada kenaikan inflasi,” kata Margo.