Usaha Mikro Bakal Dapat Minyak Goreng Curah 10 Liter
Pemerintah menyiapkan pendistribusian minyak goreng curah bagi usaha mikro kecil sebanyak 10 liter per pelaku usaha. Di sisi lain, Komisi VI DPR membentuk Panja Komoditas untuk membuat indeks harga komoditas Indonesia.
Oleh
Hendriyo Widi
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kendati sudah turun, harga minyak goreng curah masih belum sesuai harga eceran tertinggi seperti yang ditargetkan pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah akan memperluas dan menambah pendistribusian minyak goreng curah itu bagi usaha mikro kecil.
Berdasarkan data Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok Kementerian Perdagangan (Kemendag), harga rata-rata nasional minyak goreng curah per 20 Juni 2022 sebesar Rp 16.500 per liter. Harga tersebut naik 1,85 persen dibandingkan dengan harga rata-rata pada 17 Juni 2022 yang sebesar Rp 16.200 per liter.
Sejak larangan ekspor minyak kelapa sawit mentah (CPO) dan sejumlah produk turunannya diterapkan pada 28 April 2022, harga minyak goreng curah itu telah turun 5,17 persen. Namun, harga minyak goreng curah itu cenderung bertahan lama di kisaran Rp 16.000 per liter atau masih jauh dari harga eceran tertinggi (HET), yaitu Rp 14.000 per liter atau Rp 15.500 per kilogram.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Oke Nurwan, Selasa (21/6/2022), mengatakan, pemerintah masih mendistribusikan minyak goreng curah dari hasil kewajiban memasok kebutuhan pasar domestik (DMO) secara bertahap. Hal itu dilakukan melalui program Minyak Goreng Curah Rakyat sebanyak 200 liter per hari per titik dengan target 10.000 titik di seluruh wilayah Indonesia. Pembeliannya dibatasi maksimal 2 liter per 1 kartu tanda penduduk (KTP).
”Untuk mempercepat dan memperluas jangkauannya, pemerintah tengah menyiapkan program pendistribusian minyak goreng curah bagi usaha mikro kecil (UKM). Mereka akan mendapatkan minyak goreng curah sebanyak 10 liter per UKM,” ujarnya ketika dihubungi di Jakarta.
Untuk mempercepat dan memperluas jangkauannya, pemerintah tengah menyiapkan program pendistribusian minyak goreng curah bagi usaha mikro kecil (UKM). Mereka akan mendapatkan minyak goreng curah sebanyak 10 liter per UKM.
Berbarengan dengan itu, lanjut Oke, pemerintah juga terus mempercepat ekspor CPO dan sejumlah produk turunan untuk meningkatkan serapan dan harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit petani. Selain itu, program pengemasan minyak goreng curah dengan kemasan sederhana juga tengah disiapkan.
Kemendag mencatat, per 20 Juni 2022, sudah 765 persetujuan ekspor CPO dan sejumlah produk turunannya diterbitkan bagi 35 perusahaan peserta program Subsidi Minyak Goreng Curah. Mereka mendapatkan penambahan kuota ekspor lima kali lipat dari pemenuhan DMO sehingga total volume ekspornya sebanyak 2,251 juta ton.
Selain itu, 236 persetujuan ekspor dengan volume 1,165 juta ton juga telah diterbitkan bagi 36 perusahaan yang tidak mengikuti program Subsidi Minyak Goreng Curah. Mereka masuk dalam program percepatan ekspor dalam rangka pengosongan tangki-tangki CPO (flush out). Mereka dikenai biaya tambahan ekspor 200 dollar AS per ton di luar pungutan ekspor dan bea keluar.
Panja Komoditas
Sementara itu, di tengah kenaikan harga komoditas pangan, Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) membentuk Panitia Kerja (Panja) Komoditas. Salah satu tujuan pembentukan panja itu adalah mewujudkan indeks harga komoditas Indonesia yang dapat menjadi acuan harga domestik dan dunia.
Wakil Ketua Komisi VI DPR Aria Bima menuturkan, Indonesia merupakan negara penghasil komoditas migas dan nonmigas penting bagi pasar dunia. Beberapa di antaranya adalah CPO, karet, tembakau, teh, kopi, dan batubara.
Namun, selama ini, Indonesia sebagai negara komoditas masih bergantung pada harga yang ditetapkan indeks pasar dunia. Hal ini membuat Indonesia tidak memiliki posisi yang kuat sebagai negara produsen komoditas.
”Oleh karena itu, Indonesia perlu memiliki indeks harga komoditas yang dapat menjadi acuan harga dunia sehingga petani dan penghasil komoditas tersebut dapat merasakan peningkatan kesejahteraan. Selain itu, Indonesia juga dapat mengoptimalkan pemanfaatan instrumen-instrumen yang dimiliki,” kata Bima.
Dalam kesempatan yang sama, Guru Besar Ekonomi Pertanian dan Sumber Daya Alam Universitas Lampung Bustanul Arifin mengemukakan, pembentukan indeks harga pangan di Indonesia itu baru satu komponen dari upaya pengendalian pangan. Pasalnya, pemerintah tidak akan mampu mengendalikan stok dan harga sejumlah pangan pokok jika hanya tahu informasinya, tetapi tidak menguasai stoknya.
Selama ini, Indonesia baru kuat dalam pengelolaan stok beras karena memiliki Perum Bulog. Dalam kasus kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng curah, pemerintah kesulitan mengintervensi dan mengendalikannya. Ini terjadi lantaran Indonesia tidak memiliki lembaga semacam Bulog-nya minyak goreng.
”Intervensi akan efektif jika pemerintah menguasai stok. Kalau tidak memiliki stok, mau tidak mau, pengendaliannya melalui mekanisme pasar,” ujarnya.
Dalam kasus kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng curah, pemerintah kesulitan mengintervensi dan mengendalikannya. Ini terjadi lantaran Indonesia tidak memiliki lembaga semacam Bulog-nya minyak goreng.
Oleh karena itu, lanjut Bustanul, pemerintah juga perlu membangun komponen lain, yaitu sistem perdagangan yang efisien. Untuk membangun sistem tersebut, pemerintah perlu memperhatikan kinerja produksi yang sangat terkait erat dengan suplai dan permintaan.
Pemerintah juga perlu memahami dan melihat struktur pasar dan industri berdasarkan karakteristik komoditas. Secara bertahap mampu meningkatkan dan membuat prioritas penguasaan stok pangan yang menyangkut hajat hidup orang banyak.
”Selain itu, margin dan biaya distribusi berdasarkan komoditas juga perlu diperhatikan. Belum tentu rantai distribusi yang pendek itu efisien. Jika hanya dikuasai 1-2 orang, justru berpotensi menimbulkan kartel baru,” katanya.