Penentuan Vaksin yang Tepat Penting dalam Penanganan PMK
Pada 1980-an, Indonesia pernah memproduksi vaksin PMK, kemudian peralatan terkait pembuatan vaksin itu ”idle" selama hampir 40 tahun. Kini, pembuatan tetap akan dilakukan dengan metode kultur jaringan.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Vaksin penyakit mulut dan kuku atau PMK, baik impor maupun produksi dalam negeri, tengah disiapkan pemerintah. Kendati berpacu dengan penyebarannya, penentuan vaksin yang tepat atau sesuai dengan profil virus yang menyebar penting agar pengendalian PMK, yang sudah terdeteksi di 18 provinsi, optimal.
Sejak pertama kali terdeteksi akhir April 2022 di Jawa Timur, PMK menyebar cepat dan masif. Menurut laman Siagapmk.id, hingga Sabtu (11/6/2022) siang, sebanyak 136.894 ekor hewan dinyatakan sakit. Data itu mencakup 35.804 ekor yang sudah sembuh, 834 ekor dipotong bersyarat, 635 ekor mati, dan 99.621 ekor belum sembuh. Kasus PMK terdeteksi di 179 kabupaten/kota di 18 provinsi.
Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Widya Asmara, dalam webinar ”Pengembangan Vaksin untuk Pengendalian dan Kontrol PMK di Indonesia”, yang digelar FKH UGM, Sabtu (11/6/2022), mengatakan, virus PMK masuk dalam Genus Aphthovirus dan Famili Picornaviridae.
Virus tersebut berbentuk ikosahedral serta tidak beramplop sehingga tidak begitu sensitif terhadap beberapa jenis disinfektan serta cenderung tahan kekeringan. Selain itu, virus PMK juga memiliki genom RNA untai tunggal positif sehingga sangat mudah bermutasi. Ada keragaman antigenik. Dari tujuh serotipe yang ada, virus yang menyebar di Indonesia diketahui Serotipe O.
Keragaman antigenik yang luas yang memunculkan topotipe, lineage, dan seterusnya. ”Itu yang kemudian menjadi masalah waktu kita akan tentukan galur vaksin yg tepat. Semua sangat tergantung pada analisis profil antigenik ataupun genetik dari strain virus PMK yang mewabah,” kata Widya.
Strategi vaksinasi tergantung pada pertimbangan biologis, teknis, dan kebijakan, sumber daya yang tersedia, serta kelayakan implementasi.
Pemilihan vaksin, lanjut Widya, harus yang paling ideal dengan wabah yang terjadi di Indonesia saat ini. Penting juga dipikirkan dan dirancang strategi vaksin yang tepat sehingga diharapkan PMK dapat terkendali. Adapun strategi vaksinasi tergantung pada pertimbangan biologis, teknis, dan kebijakan, sumber daya yang tersedia, serta kelayakan implementasi.
Sebelumnya Pusat Veteriner Farma (Pusvetma) telah menemukan jenis virus PMK yang beredar di Indonesia, yakni Serotipe O, Topotipe ME-SA, Lineage Ind-2001, dan Sublineage e. Kementerian Pertanian pun kini tengah menyiapkan 3 juta dosis vaksin impor dari Perancis, untuk kebutuhan darurat. Sementara vaksin yang diproduksi di Pusvetma diperkirakan dapat dirilis pada Agustus 2022.
Widya menuturkan, PMK tidak berbahaya bagi manusia. Mortalitas (angka kematian) pada hewan dewasa PMK relatif rendah. ”Namun, PMK menyebabkan konsekuensi ekonomi yang fatal, melalui penurunan produksi (hewan) dan kerugian perdagangan yang tinggi. Jika satu negara tak bebas PMK, bisa berpotensi dilarang ekspor kepada negara-negara bebas PMK,” katanya.
PMK, yang menyerang hewan berkuku belah seperti sapi, kerbau, domba, kambing, dan babi, pertama masuk Indonesia, yakni 1887 atau zaman Hindia Belanda. Terus diperangi, 1983 menjadi tahun terakhir adanya PMK hingga Indonesia mendeklarasikan diri bebas PMK pada 1986. Pada 1990, Indonesia diakui Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE) sebagai negara bebas PMK tanpa vaksinasi.
Kepala Pusvetma Edy Budi Susila menuturkan, dengan riwayat memerangi PMK, Indonesia pernah membuat vaksin PMK pada 1980-an. Kendati hampir 40 tahun berlalu, pada 2022, beberapa pelaku pembuatan vaksin saat itu, antara lain Profesor Suprapto Maat dan drh Moch Mukrom dapat dihadirkan di Pusvetma. Diskusi bersama keduanya pun sudah dilakukan terkait pembuatan vaksin.
Pada masa lalu, kata Edy, Pusvetma memiliki fasilitas produksi khusus vaksin PMK, dengan menggunakan teknologi kultursuspensi atau bioreaktor yang mampu menghasilkan lebih dari 5 juta dosis. ”Namun, peralatan itu idle hampir 40 tahun karena tangki yang digunakan di atas 5.000 liter dan selama ini (setelah bebas PMK) tidak digunakan,” ujarnya.
Akan tetapi, Pusvetma kini tetap memproduksi vaksin PMK, dengan berbasis kultur jaringan karena selama ini pun aktif dalam memproduksi vaksin rabies. Edy menuturkan, upaya percepatan produksi dilakukan. Dengan metode kultur jaringan, pihaknya mesti ekstra hati-hati, termasuk terkait bahan habis pakai yang digunakan dalam pengembangan vaksin.
Edy menuturkan, dengan peralatan yang ada, yang selama ini digunakan untuk vaksin rabies, ditargetkan diproduksi 1 juta dosis vaksin PMK hingga Desember 2022. ”Namun, kami juga sedang proses kerja sama dengan pihak lain terkait proses upstream (hulu) dan diharapkan nantinya bisa mencapai 5 juta dosis,” katanya.
Sementara itu, guna memenuhi kebutuhan hewan kurban bagi warga Jabodetabek dan sekitarnya, pemerintah mendatangkan 553 ekor sapi dari Nusa Tenggara Timur, yang notabene daerah bebas atau hijau PMK, di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (10/6/2022), Sapi-sapi tersebut diangkut KM Camara Nusantara I.
Potensi ketersediaan hewan kurban di seluruh Indonesia pada Idul Adha 2022 mencapai 2,2 juta ekor. Itu terdiri dari sapi, kerbau, kambing, dan domba. Jumlah itu di atas proyeksi kebutuhan yang 1,8 juta ekor.
Berdasarkan laporan data pelepasan pemasukan domestik sapi potong pada Balai Besar Karantina Pertanian Tanjung Priok pada 28 April-10 Juni 2022, pemasukan sapi potong domestik telah mencapai 8.041 ekor. Rinciannya, asal NTT dan NTB untuk Pelabuhan Laut Tanjung Priok, dan asal NTB serta Bali untuk Pelabuhan Rakyat Sunda Kelapa.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, yang meninjau kedatangan kapal pembawa sapi itu, mengatakan, hewan yang dikirim sudah dikarantina guna memastikan dalam kondisi sehat. ”Kami juga menyiapkan dokter hewan yang diperbantukan naik ke kapal untuk mengecek kesehatan hewan di kapal,” katanya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan Nasrullah menuturkan, potensi ketersediaan hewan kurban di seluruh Indonesia pada Idul Adha 2022 mencapai 2,2 juta ekor. Itu terdiri dari sapi, kerbau, kambing, dan domba. Jumlah itu di atas proyeksi kebutuhan yang 1,8 juta ekor.