Pemerintah sedang menyusun regulasi terbaru terkait program Bantuan Subsidi Upah yang direncanakan digulirkan tahun ini. Skema baru itu diharapkan lebih inklusif dibandingkan program BSU sebelumnya.
Oleh
agnes theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Program Bantuan Subsidi Upah belum bisa dijalankan dalam waktu dekat karena masih terhambat proses penyusunan regulasi. Kondisi pandemi Covid-19 yang mulai mereda membuat pemerintah harus mengonsep ulang skema program serta sasaran penerima bantuan. Regulasi baru diharapkan turut memperluas cakupan sasaran penerima bantuan bagi pekerja informal.
Kepastian seputar pelaksanaan program Bantuan Subsidi Upah (BSU) sampai sekarang masih menjadi sorotan pekerja yang berharap adanya suntikan bantuan di tengah tren kenaikan harga bahan kebutuhan pokok. Pasalnya, program bantuan bagi pekerja bergaji di bawah Rp 3,5 juta itu sebelumnya sempat dikabarkan akan dijalankan pada April 2022 sebelum hari raya Idul Fitri.
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, Selasa (7/6/2022), mengatakan, program BSU belum bisa dijalankan karena masih dalam proses penyusunan regulasi. Pemerintah saat ini sedang mengevaluasi pelaksanaan program BSU tahun 2021 serta mengonsolidasikan data penerima manfaat dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BP Jamsostek).
Menurut dia, pemerintah tidak pernah berjanji akan menyalurkan BSU pada April 2022. ”Karena kondisi perekonomian global akhir-akhir ini banyak berpengaruh terhadap kondisi ekonomi pekerja, pemerintah mempertimbangkan untuk memberikan BSU di tahun ini. Namun, pemerintah tidak pernah berjanji cair di bulan April. Sekarang regulasinya masih disiapkan,” kata Ida di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Rencana untuk menyalurkan BSU pertama kali disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada awal April 2022. Saat itu, wacana BSU dan program perlindungan sosial lainnya digulirkan untuk merespons situasi perkembangan ekonomi global akibat gejolak geopolitik Rusia-Ukraina yang berimbas pada kenaikan harga komoditas pangan dan energi.
Program BSU awalnya ditujukan bagi pekerja dengan gaji di bawah Rp 3,5 juta per bulan dengan besaran bantuan Rp 1 juta per orang. Ada 8,8 juta pekerja yang direncanakan menerima BSU. Pemerintah menyiapkan anggaran Rp 8,8 triliun untuk program BSU ini setelah sebelumnya sempat digulirkan di tahun 2020 dan 2021 untuk menjaga daya beli pekerja di tengah imbas pandemi.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementerian Ketenagakerjaan Chairul Fadhly Harahap mengatakan, pemerintah harus menyusun ulang konsep program bantuan subsidi upah beserta sasaran penerima bantuannya. Pasalnya, kondisi pandemi yang mulai mereda membuat pemerintah tidak bisa lagi memakai skema lama pada program tahun 2021 yang ditujukan kepada masyarakat yang terdampak pandemi di wilayah pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level 3 dan 4.
Saat ini, skema program terbaru sedang digodok ulang lintas kementerian/lembaga. Perubahan skema otomatis akan memengaruhi pula kebutuhan anggaran untuk menjalankan program tersebut. ”Sebelumnya, BSU memang bisa cepat disiapkan karena masih dalam konteks kebutuhan yang sama, yaitu pandemi. Sekarang ini harus disesuaikan lagi karena pandemi sudah berangsur mereda, dan ada kebutuhan lain yang harus disikapi akibat gejolak ekonomi global,” kata Chairul.
Kondisi pandemi yang mulai mereda membuat pemerintah tidak bisa lagi memakai skema lama pada program tahun 2021 yang ditujukan kepada masyarakat di wilayah PPKM level 3 dan 4.
Inklusivitas
Komisioner Ombudsman RI, Robert Endy Jaweng, mengingatkan agar pemerintah mengedepankan prinsip inklusivitas dalam menyusun regulasi dan skema bantuan yang baru. BSU harus memberi keadilan bagi mereka yang pendapatannya tidak memadai untuk punya daya beli cukup dalam menghadapi tren inflasi saat ini. ”Artinya, penerimanya jangan semata-mata mereka yang statusnya pekerja formal atau peserta BP Jamsostek,” ujarnya.
Meski demikan, hal yang pertama-tama perlu dipastikan adalah ketersediaan anggaran serta regulasi sebagai landasan hukum program. Pasalnya, anggaran saat ini sedang menjadi problem utama. ”Keterbatasan anggaran bukan lagi hanya dugaan karena memang banyak kementerian/lembaga lain yang juga mengalami pemblokiran dan realokasi anggaran,” ujar Jaweng.
Terkait hal itu, Chairul berujar, pemerintah akan mempertimbangkan memperluas sasaran penerima bantuan. Sebelumnya, BSU memang kerap mendapat kritik karena dinilai terlalu eksklusif bagi pekerja formal yang terdaftar di BP Jamsostek. Sementara pekerja informal peserta BP Jamsostek dan pekerja non-BP Jamsostek lainnya tidak bisa mengakses bantuan, padahal mereka dinilai lebih membutuhkan.
Tidak menutup kemungkinan perluasan sasaran penerima bantuan itu akan ikut dibahas pemerintah dalam proses penyusunan regulasi dan skema program yang baru. ”Memang, selama ini, sasaran pekerja formal lebih mudah karena data mereka sudah tersedia dan terverifikasi oleh pemberi kerja lewat BP Jamsostek. Tetapi, peluang untuk memperluas sasaran bagi pekerja informal tetap terbuka,” ujar Chairul.