Peternak di Sumut Merugi karena PMK, Penanganan Pemerintah Minim
Peternak di Sumut merugi karena penyakit mulut dan kuku yang terus meluas. Tidak ada bantuan pemerintah. Peternak mengeluarkan Rp 500.000 per ekor untuk pengobatan. Belum lagi kerugian karena penurunan berat badan.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Peternak di Sumatera Utara merugi karena penyakit mulut dan kuku yang terus meluas. Karena tidak ada bantuan pemerintah, peternak harus mengeluarkan Rp 500.000 per ekor ternak untuk pengobatan. Belum lagi kerugian karena penurunan berat badan ternak. Keadaan di lapangan berbanding terbalik dengan penanganan yang disebut pemerintah terkendali.
Meluasnya penyebaran penyakit mulut dan kuku (PMK), antara lain, terlihat di sentra peternakan sapi di Dusun Pondok Rowo, Desa Sampali, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Jumat (3/6/2022). Hampir semua ternak sapi di kampung itu terserang PMK. Hampir semua peternak sibuk mengobati sapi yang terinfeksi, tidak ada petugas pemerintah tampak di sana.
Taufik Hidayat Daulay (45), peternak di Sampali, menyemprot kuku ternaknya dengan antiseptik. Ia juga menyuntik ternaknya dengan antibiotik, vitamin, dan penurun suhu tubuh. ”Kalau menunggu penanganan pemerintah pasti terlambat. Kami menangani sendiri wabah penyakit ini,” kata Taufik.
Sebanyak 60 sapi yang dipelihara Taufik terjangkit PMK dalam sepekan terakhir. Ternaknya awalnya mengalami demam tinggi dan tidak nafsu makan. Kuku dan mulutnya kemudian melepuh dan mengalami infeksi sekunder.
Taufik pun sudah mengeluarkan Rp 500.000untuk pengobatan setiap ekor ternaknya. Ia dan pekerjanya menyuntikkan sendiri obat-obatan itu. ”Pernah petugas datang sekali hanya bertanya berapa ekor yang terkena PMK. Setelah itu tidak ada penanganan sama sekali,” kata Taufik.
Selain kerugian penanganan penyakit, Taufik pun merugi karena berat badan ternaknya merosot tajam rata-rata turun 3 kilogram per hari. Berdasarkan pengalaman peternak lain, sapi yang terinveksi PMK butuh penanganan intensif selama lima hingga tujuh hari. Biasanya berat badannya akan turun 15-20 kilogram. Butuh waktu sekitar enam bulan untuk mengembalikannya ke bobot semula.
Biasanya berat badannya akan turun 15-20 kilogram. Butuh waktu sekitar enam bulan untuk mengembalikannya ke bobot semula.
Saat sehat, harga sapi milik Taufik Rp 13 juga hingga Rp 18 juta per ekor berdasarkan besar-kecilnya. Akibat PMK, sapi yang biasanya dihargai Rp 18 juta, misalnya, bisa merosot hingga Rp 14 juta.
Para peternak pun menyesalkan sikap pemerintah yang terkesan menyederhanakan persoalan wabah dengan mengatakan peternak tidak perlu panik karena PMK bisa sembuh. ”Meskipun bisa sembuh, kami sangat merugi kalau ternak sudah terkena PMK,” katanya.
Ketua Kelompok Tani Enggal Mukti, M Sugito, mengatakan, ada sekitar 800 ternak sapi anggota mereka di daerah Pondok Rowo. Hampir semuanya sudah terjangkit PMK. Mereka pun mencatat ada sekitar enam ekor yang mati karena PMK. ”Sebagian besar peternak di sini peternak kecil yang menjual ternak untuk Idul Adha,” kata Sugito.
Sugito mengatakan, para peternak juga mengobati peliharaannya dengan cara tradisional. Ada yang menyemprotkan minyak tanah ke kukunya, memberi minum air kelapa, bahkan minuman bersoda. Mereka juga memberikan jamu, seperti kunyit, jahe, asam jawa, dan gula merah.
Beberapa peternak menjual ternaknya dengan harga murah karena tidak tahu penanganan PMK. Mereka pun sangat berharap peran nyata pemerintah dalam penanggulangan PMK. Sosialisasi penanganan PMK pun sangat dibutuhkan masyarakat karena penyakit itu belum pernah mereka hadapi.
Di Medan, Gubernur Sumut Edy Rahmayadi mengatakan, penanganan PMK di Sumut terkendali. Ia menyebut, ada 4.002 ternak yang terinfeksi PMK dan 10 ternak yang mati di Sumut. Namun, 3.683 ekor di antaranya sudah sembuh.
Meskipun infeksi meluas dan ditemukan kasus kematian, Edy menyatakan bahwa Sumut belum ditetapkan menjadi daerah wabah PMK oleh Kementerian Pertanian. ”Banyak yang mau ini dinyatakan wabah sehingga semua ditanggung oleh pemerintah. Wabah itu kalau tidak ada obat, mati begitu banyak. Itulah wabah,” kata Edy.
Kepala Dinas Pertanian Pemerintah Kabupaten Deli Serdang Rahman Saleh Dongaran menyebut, pihaknya sudah kehabisan obat-obatan dalam dua pekan ini. Pihaknya pun sudah mengajukan permohonan bantuan obat-obatan PMK dari Pemprov Sumut dan dari Kementerian Pertanian, tetapi belum mendapatkannya.
Karena itu, pihaknya meminta peternak membeli sendiri obat-obatan secara swadaya. Menurut dia, persediaan obat di toko obat hewan cukup memadai. ”Kami akan menyediakan tenaga kesehatan hewan secara gratis,” kata Rahman.