Sanksi kepada perusahaan yang melanggar aturan pembayaran THR kerap kali hanya berupa teguran tertulis. Penegakan sanksi yang lemah tidak memberi efek jera sehingga pelanggaran berpotensi berulang dari tahun ke tahun.
Oleh
agnes theodora
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pelanggaran pembayaran tunjangan hari raya atau THR keagamaan bagi pekerja swasta berulang kali terjadi karena penegakan sanksi yang lemah dan tidak memberi efek jera. Hasil pemeriksaan jarang ditindaklanjuti sehingga sanksi kerap kali hanya sebatas teguran atau denda. Ke depan, pemerintah pun akan mengevaluasi pendekatan penanganan THR menjadi lebih preventif.
Sanksi untuk pengusaha yang tidak patuh membayarkan THR sebenarnya sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. Pengusaha yang melanggar bisa dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis, pembatasan kegiatan usaha, penghentian sementara sebagian/seluruh alat produksi, sampai pembekuan kegiatan usaha.
Tak hanya itu, pengusaha yang terlambat membayarkan THR juga harus membayar denda sebesar 5 persen dari total nilai THR yang harus dibayarkan. Pengenaan denda itu tidak menghilangkan kewajiban pengusaha untuk tetap melunasi THR kepada pekerjanya sesuai batas waktu yang ditetapkan.
Kepala Keasistenan Pemeriksaan Laporan Tim Substansi VI Ombudsman RI Ahmad Sobirin, Selasa (26/4/2022), mengatakan, eksekusi sanksi pelanggaran THR tersebut merupakan ranah hasil pemeriksaan petugas pengawas ketenagakerjaan yang seharusnya ditindaklanjuti oleh kepala daerah.
Jika perusahaan terbukti melakukan pelanggaran, pengawas menerbitkan nota pemeriksaan atau peringatan tertulis kepada pengusaha untuk melakukan perbaikan. Biasanya, jika nota pemeriksaan I tidak ditanggapi pengusaha bersangkutan, pengawas akan menerbitkan nota pemeriksaan II. Jika tetap tidak ditanggapi, pengawas menerbitkan rekomendasi sanksi untuk dieksekusi kepala daerah.
Meski demikian, hasil pemeriksaan dan rekomendasi itu kerap tidak ditindaklanjuti oleh kepala daerah. Sanksi yang diberikan pun kerap hanya sebatas pada teguran tertulis atau pengenaan denda sebesar lima persen. Hal itu membuat pelanggaran terus berulang karena tidak ada efek jera yang dihasilkan.
”Penegakan sanksi ini butuh keseriusan dan atensi yang lebih serius dari pemangku kepentingan. Kami akan mendorong kepala daerah agar lebih efektif menindaklanjuti hasil pemeriksaan petugas dinas ketenagakerjaan setempat,” kata Sobirin saat dihubungi.
Dilematis
Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek) Mirah Sumirat menuturkan, selama ini sanksi yang diterima perusahaan hanya berupa teguran. Pemerintah sangat jarang memberikan sanksi berupa pembatasan atau pembekuan kegiatan usaha. Menurut dia, hal itu dilematis karena dengan menutup kegiatan usaha, pekerja akan ikut merasakan dampaknya.
Selama ini sanksi yang diterima perusahaan hanya berupa teguran. Pemerintah sangat jarang memberikan sanksi berupa pembatasan atau pembekuan kegiatan usaha.
”Akhirnya memang hanya teguran-teguran saja, yang tidak terlalu memberi efek jera. Denda 5 persen memang dijatuhkan, tetapi itu juga tidak jelas eksekusinya bagaimana dan uangnya lari ke mana,” kata Mirah.
Ia menilai bahwa seharusnya pemerintah mengambil tindakan pencegahan atau preventif, alih-alih menunggu ada laporan pelanggaran lalu menjatuhkan sanksi. Untuk itu, dibutuhkan penguatan peran petugas pengawas ketenagakerjaan baik dari segi kuantitas, kualitas, dan integritas.
Agar pencegahan efektif, satu bulan sebelum Lebaran atau setelah pemerintah menerbitkan surat edaran (SE) pembayaran THR, petugas pengawas seharusnya sudah diterjunkan untuk mengecek kesiapan tiap perusahaan. Pemeriksaan itu dapat dilakukan setiap minggu hingga mendekati hari Lebaran. ”Jangan hanya datang sekali saja, atau jangan hanya datang sebentar, lalu keluar membawa amplop coklat (sogokan). Praktik-praktik seperti ini sering terjadi pada oknum tertentu,” kata Mirah.
Sobirin menambahkan, opsi lain adalah menjatuhkan sanksi tertulis serta mengumumkan perusahaan yang melanggar aturan ketenagakerjaan itu ke publik. Selama ini, teguran hanya diberikan langsung ke perusahaan bersangkutan, tanpa sanksi sosial. ”Sesama pengusaha biasanya punya gengsi dan sifat kompetitif. Sanksi sosial seperti itu bisa memberi efek jera. Lagi pula, publik berhak mengetahui,” ujarnya.
Adapun berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan, tujuh hari jelang Lebaran, jumlah laporan yang masuk ke Posko THR selama 8-25 April 2022 telah mencapai 3.304 laporan, terdiri dari 2.063 konsultasi THR dan 1.241 pengaduan THR. Laporan yang masuk berupa perhitungan THR yang tidak sesuai ketentuan, THR yang belum dibayarkan, serta THR yang tidak dibayarkan sama sekali.
Tujuh hari jelang Lebaran, jumlah laporan yang masuk ke Posko THR selama 8-25 April 2022 telah mencapai 3.304 laporan, terdiri dari 2.063 konsultasi THR dan 1.241 pengaduan THR.
Sampai Senin, pemerintah sudah menanggapi 1.116 konsultasi seputar THR. Namun, laporan pengaduan baru akan mulai ditindaklanjuti. Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan Anwar Sanusi mengatakan, pemerintah kini masih memverifikasi dan memvalidasi pengaduan yang masuk. Pemerintah juga perlu mengerahkan petugas pengawas untuk mendatangi langsung perusahaan yang diadukan.
Umumnya, perusahaan butuh waktu 2-4 bulan setelah Lebaran untuk membayarkan THR. Pada tahun 2020 dan 2021, waktu yang dibutuhkan untuk melunasi THR lebih lama karena dampak pandemi. ”Memang akhirnya sangat dimungkinkan pekerja baru mendapat THR setelah Lebaran. Kami akan mengontak satu per satu perusahaan, tetapi biasanya perusahaan juga sedang libur,” kata Anwar.
Ia mengatakan, ke depan, pemerintah akan mengevaluasi pendekatan penanganan THR menjadi lebih preventif. Cara penindakan selama ini diakui kurang efektif untuk memastikan pekerja mendapat haknya sebelum Lebaran. ”Bisa saja ke depan kami keluarkan imbauan dalam SE bahwa THR harus dibayarkan lebih cepat dari H-7. Karena THR pastinya harus sudah diberikan saat hari raya diberikan,” ujarnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Adi Mahfudz mengatakan, sampai enam hari menjelang Lebaran, pengusaha masih mampu menjalankan kewajiban pembayaran THR sesuai ketentuan. ”Pantauan kami, realisasi THR berjalan lancar sesuai dengan imbauan pemerintah bahwa THR harus dibayarkan tepat waktu dan sesuai regulasi,” kata Adi.
Menurut dia, belum ada juga pengusaha anggota Kadin yang melaporkan sulit membayar THR karena kondisi keuangan yang buruk. Pengusaha pun masih sanggup membayarkan THR secara utuh tanpa dicicil. ”Jika ada kendala di lapangan, kami harapkan ada komunikasi antara pengusaha, pekerja, dan pemerintah, serta tidak diputuskan secara sepihak,” ujarnya.