Pengembangan Hortikultura Berorientasi Ekspor Jadi Model Pemberdayaan Masyarakat Desa
Pengembangan hortikultura berorientasi ekspor dapat meningkatkan kinerja ekspor dan sekaligus ekonomi daerah. Upaya tersebut dapat meningkatkan penghasilan dan kesejahteraan petani serta menghindari urbanisasi.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·4 menit baca
PONOROGO, KOMPAS — Pengembangan hortikultura berbasis ekspor menjadi salah satu model pemberdayaan masyarakat perdesaan. Melalui upaya itu masyarakat perdesaan dapat memperoleh penghasilan sehingga laju urbanisasi dapat ditekan.
Merujuk data Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian) hingga saat ini pengembangan hortikultura berorientasi ekspor telah dilakukan di delapan kabupaten, yakni Kabupaten Bener Meriah, Nangroe Aceh Darussalam; Kabupaten Tanggamus, Lampung; Kabupaten Garut dan Sukabumi, Jawa Barat; Kabupaten Ponorogo dan Blitar, Jawa Timur; serta Kabupaten Jembrana, Bali. Total luas tanam tercatat 512,63 hektar dengan petani mitra sebanyak 917 orang.
Subsektor hortikultura tercatat mampu tumbuh 3,80 persen secara tahunan pada triwulan IV-2021. Pertumbuhan subsektor hortikultura ini tertinggi apabila dibandingkan dengan subsektor tanaman pangan, perkebunan, peternakan, dan jasa pertanian. Sepanjang tahun 2021 ekspor hortikultura meningkat 10,61 persen setelah sebelumnya, pada awal pandemi Covid-19 di tahun 2020, subsektor ini membukukan peningkatan ekspor hingga 37,53 persen dibandingkan dengan tahun 2019.
Besarnya pangsa ekspor buah-buahan dunia, khususnya komoditas pisang, dinilai menjadi peluang bagi Indonesia. ”Untuk itu, kita perlu terus meningkatkan produksi, baik dari segi kuantitas, kontinuitas, maupun kualitas,” kata Wakil Presiden Ma’ruf Amin saat memberikan sambutan pada acara Panen Pisang Cavendish dalam Rangka Program Pengembangan Hortikultura Berorientasi Ekspor di Desa Pulung, Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo, Provinsi Jawa Timur, Rabu (30/3/2022).
Wapres Amin menuturkan, produksi pisang Indonesia pada 2020 mencapai lebih dari 8 juta ton. Adapun volume ekspor pisang per Mei 2021 tercatat mencapai 5.500 ton. Capaian ekspor pisang ini nomor dua terbesar setelah ekspor manggis.
”Saat ini kita berada di Provinsi Jawa Timur yang pada 2020 adalah penghasil pisang terbesar di Indonesia, dengan total lebih dari 2,6 juta ton atau sebesar 32 persen dari produksi pisang nasional,” kata Wapres Amin.
Keberhasilan model pemberdayaan ekonomi sektor pertanian, menurut Wapres Amin, harus terus dikembangkan. Wapres Amin juga meminta Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa dan para bupati untuk memperluas pengembangan hortikultura untuk meningkatkan ekspor dan ekonomi daerah. Hal ini juga dibutuhkan agar penghasilan dan kesejahteraan petani semakin meningkat.
”Saya ucapkan selamat atas buah manis dari penanaman pisang Cavendish di Desa Pulung ini. Dan, saya harap areal tanam bisa semakin meluas mengikuti jejak keberhasilan program serupa di Tanggamus, Lampung, yang sudah berkembang,” ujarnya.
Program ini dinilai juga sekaligus menghindarkan terjadinya perpindahan masyarakat ke kota-kota atau urbanisasi. Desa memang harus menarik untuk menghindari urbanisasi tersebut. ”Istilah yang sering diucapkan orang, tinggal di desa, rezekinya rezeki kota, kemudian bisnisnya bisnis mendunia. Nah, ini sekarang juga (dapat dicapai) melalui pisang Cavendish,” ujar Wapres Amin.
Istilah yang sering diucapkan orang, tinggal di desa, rezekinya rezeki kota, kemudian bisnisnya bisnis mendunia. Nah, ini sekarang juga (dapat dicapai) melalui pisang Cavendish.
Pada kesempatan tersebut Wapres Amin mengapresiasi langkah Kemenko Perekonomian yang menginisiasi program pengembangan hortikultura untuk peningkatan ekspor dan ekonomi daerah. Upaya tersebut diharapkan menjadi jembatan untuk meningkatkan ekspor dan kesejahteraan para petani pisang.
”Program ini bisa berhasil berkat dukungan mitra usaha tani. Kehadiran mitra terbukti meningkatkan penghasilan petani. Sebagai contoh, seperti disebut oleh Pak Sekretaris Menteri (Sekretaris Kemenko Perekonomian), di Kabupaten Tanggamus, program ini telah meningkatkan pendapatan petani pisang hingga Rp 4,1 juta per hektar per bulan,” kata Wapres Amin.
Wapres Amin menuturkan, menilik konsep creating shared value (CSV) yang diterapkan dalam program ini, perusahaan dituntut untuk memainkan peran ganda, yaitu menciptakan nilai ekonomi dan nilai sosial. Salah satu bentuk CSV adalah menjadi mitra bagi petani.
Menurut Wapres pola kemitraan di sektor pertanian sangat penting untuk meningkatkan pendapatan masyarakat sehingga menggerakkan sumber daya perdesaan untuk menghasilkan produk berdaya saing. Bagi petani, kemitraan dapat mengatasi masalah pembiayaan usaha pertanian, memperbaiki kualitas produk, dan meningkatkan akses pasar bagi produk yang dihasilkan. Adapun perusahaan akan memperoleh persediaan bahan baku yang berkualitas.
Sebelumnya, Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono Moegiarso dalam laporannya menuturkan, percepatan program peningkatan ekspor produk pertanian dengan mendorong pengembangan hortikultura berorientasi ekspor adalah salah satu upaya mendukung peningkatan kinerja ekspor yang berdampak langsung pada pertumbuhan ekonomi.
”Kami selalu melakukan kerja sama kemitraan antara pemerintah, baik pemerintah pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota, melibatkan swasta, dan juga langsung dengan para petani,” katanya.
Susiwijono menuturkan, pengembangan hortikultura berorientasi ekspor berikutnya akan dilakukan di wilayah transmigrasi, melalui kerja sama dengan Kementerian Desa, Pembangunan Desa Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT), dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan ekonomi di daerah transmigrasi.
Pada kesempatan itu, Susiwijono menuturkan, kegiatan panen perdana pisang Cavendish di Kabupaten Ponorogo merupakan kerja sama berbagai pihak, yakni Kemenko Perekonomian beserta kementerian terkait. Kementerian terkait dimaksud adalah mulai dari Kementerian Desa PDTT, Kementerian Pertanian, Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Koperasi dan UKM, hingga Kementerian Perdagangan.
Selain itu juga dengan Pemerintah Provinsi Jatim dan Pemerintah Kabupaten Ponorogo. ”Dan, sudah barang tentu, dengan PT GGP (Great Giant Pineapple) selaku yang mendampingi para petani di Kecamatan Pulung ini,” ujar Susiwijono.