Sepekan Jelang Ramadhan, Warga Masih Antre Minyak Goreng
Menjelang bulan Ramadhan, ketersediaan minyak goreng curah masih menjadi masalah di Daerah Istimewa Yogyakarta. Warga harus mengantre berjam-jam agar bisa membeli minyak goreng curah.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Menjelang bulan Ramadhan, pada awal April 2022 mendatang, ketersediaan minyak goreng curah masih menjadi masalah di Daerah Istimewa Yogyakarta. Warga harus mengantre berjam-jam agar bisa membeli minyak goreng curah yang dijual sesuai dengan harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah. Sementara itu, beberapa bahan pokok lainnya juga mulai mengalami kenaikan harga.
Berdasarkan pantauan Kompas, Kamis (24/3/2022) siang, antrean warga yang ingin membeli minyak goreng curah terjadi di tempat penjualan minyak goreng di Kelurahan Suryodiningratan, Kecamatan Mantrijeron, Kota Yogyakarta. Puluhan warga terlihat berkumpul di tempat tersebut.
Masing-masing warga yang ingin membeli minyak goreng terlihat membawa jeriken atau wadah lain yang ditata sesuai dengan urutan kedatangan. Pembelian minyak goreng juga dibatasi 5 liter per orang agar makin banyak warga yang bisa mendapat jatah.
Salah seorang warga, Hendro (50), mengaku sudah antre sejak pukul 09.00. Hingga sekitar pukul 14.00, dia belum mendapatkan jatah minyak goreng. Selain karena panjangnya antrean, hal itu juga karena tempat penjualan minyak goreng tersebut memberlakukan jam istirahat pada pukul 12.00-14.00.
”Rakyat kecil mau beli minyak goreng, kok, harus antre seharian. Jadi enggak bisa kerja lainnya,” ujar Hendro, yang sehari-hari berjualan bakso dengan gerobak.
Menurut Hendro, sehari-hari dirinya membutuhkan 2-3 liter minyak goreng untuk berjualan. Itulah kenapa dia rela antre berjam-jam untuk membeli minyak goreng curah yang dijual sesuai dengan harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah, yakni Rp 14.000 per liter.
Hendro menyebut, jika harus membeli minyak goreng kemasan yang harganya jauh lebih mahal, dirinya akan rugi. ”Kalau beli minyak goreng kemasan, kan, rata-rata Rp 24.000, ya sulit buat saya. Bakso saya aja harganya cuma Rp 10.000 per mangkok,” tuturnya.
Warga lainnya, Wiwik (34), juga mengaku kesulitan mendapat minyak goreng curah. Itulah kenapa Wiwik juga rela antre berjam-jam agar bisa mendapatkan minyak goreng dengan harga murah. Minyak goreng dipakai Wiwik untuk berjualan pecel lele di Kabupaten Sleman, DIY.
”Di pasar-pasar, minyak goreng curah itu kosong. Padahal, saya butuh minyak goreng 3 liter sehari untuk jualan pecel lele. Kalau saya beli minyak goreng kemasan, saya jualannya jadi rugi,” kata Wiwik.
Pemilik usaha penjualan minyak goreng di Suryodiningratan, Marius (50), mengatakan, beberapa waktu terakhir stok minyak goreng curah memang sangat terbatas. Selama Maret ini, dia mengaku baru mendapat pasokan minyak goreng 150 drum. Setiap drum itu berisi 200 liter minyak goreng. Padahal, saat kondisi normal, Marius biasanya mendapat pasokan minyak goreng 200-250 drum dalam sebulan.
Menurut Marius, pasokan minyak goreng terakhir datang pada Rabu (23/3/2022) malam. Keesokan harinya, minyak goreng itu langsung diserbu ratusan pembeli. Oleh karena itu, pembelian minyak goreng dibatasi 5 liter per orang. Apalagi, selain melayani pembeli eceran, Marius juga harus melayani pembelian minyak goreng oleh usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang menjadi langganannya.
”Ada 12 UMKM yang langganan beli minyak goreng dari saya. Produk mereka macam-macam, misalnya kerupuk, bakpia, keripik belut, dan sebagainya,” ujar Marius.
Kepala Bidang Perdagangan Dalam Negeri Dinas Perindustrian dan Perdagangan DIY Yanto Aprianto mengakui, stok minyak goreng curah di DIY memang masih langka. Dia menyebut, kelangkaan itu kemungkinan terjadi karena adanya permasalahan di level pabrik minyak goreng dan distributor utama.
Yanto juga meyakini, kelangkaan itu bukan terjadi karena adanya penimbunan minyak goreng oleh pihak tertentu di DIY. Sebab, penimbunan minyak goreng membutuhkan tangki besar untuk penyimpanan. ”Kalau di daerah itu enggak ada yang mau menimbun karena mau disimpan di mana. Kan, enggak banyak pihak yang punya tangki besar di DIY ini,” katanya.
Kebutuhan pokok lain
Yanto menambahkan, menjelang Ramadhan, ketersediaan sejumlah bahan pokok di DIY dinilai aman. Namun, dia menyebut, beberapa komoditas yang berasal dari impor, misalnya kedelai, gula pasir, dan tepung terigu, mengalami kenaikan harga.
”Kenaikan harga terigu dipengaruhi oleh perang Rusia dan Ukraina karena bahan baku terigu itu diimpor dari Ukraina sekitar 20 persen,” katanya.
Beberapa komoditas yang berasal dari impor, misalnya kedelai, gula pasir, dan tepung terigu, mengalami kenaikan harga.
Sementara itu, berdasarkan pantauan Kompas di Pasar Beringharjo, Kota Yogyakarta, Kamis (24/3/2022) siang, ada beberapa komoditas yang mengalami kenaikan harga. Pedagang telur di Pasar Beringharjo, Ratmi (60), menuturkan, harga telur ayam berkisar Rp 24.000-Rp 25.000 per kilogram atau naik sekitar Rp 500-Rp 1.000 dibandingkan dengan sehari sebelumnya.
”Kenaikan harga telur mungkin karena ini, kan, sudah menjelang puasa (bulan Ramadhan). Tapi stoknya tetap banyak, tidak berkurang,” kata Ratmi.
Pedagang barang kebutuhan pokok di Pasar Beringharjo, Suyami (45), menuturkan, harga bawang putih juga mengalami kenaikan sejak dua minggu lalu. Perempuan itu menyebut, harga bawang putih saat ini sekitar Rp 32.000 per kg. ”Sebelumnya, saya jual bawang putih itu sekitar Rp 28.000 sampai Rp 29.000 per kg,” katanya.
Suyami menambahkan, harga bawang merah juga mengalami kenaikan sekitar sebulan lalu. Dia menuturkan, saat itu, harga bawang merah masih berada di kisaran Rp 28.000 per kg. ”Kalau sekarang jualnya Rp 30.000 per kg,” ujarnya.