HET Minyak Goreng Diganti, Kebijakan DMO CPO Dikaji Lagi
Pemerintah berencana mencabut ketentuan HET minyak goreng dan mengkaji kembali kebijakan DMO CPO dan olein. Di sisi lain, langkah melepas harga minyak goreng ke mekanisme pasar justru akan membuat harganya naik kembali.
Oleh
Hendriyo Widi
·4 menit baca
KOMPAS/SAIFUL RIJAL YUNUS
Seorang warga terjepit saat antre untuk mendapatkan minyak goreng seharga Rp 14.000 per liter di Disperindag Sultra, Kendari, Selasa (15/3/2022). Harga minyak goreng di wilayah ini masih tinggi, mencapai Rp 60.000 per liter.
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Perdagangan akan segera mencabut harga eceran tertinggi minyak goreng yang baru digulirkan pada 1 Februari 2022. Selain itu, kebijakan kewajiban memasok kebutuhan pasar di dalam negeri atau domestic market obligation minyak kelapa sawit mentah dan olein tengah dikaji kembali.
Hal itu menyusul keputusan pemerintah yang akan menyubsidi harga minyak goreng curah menggunakan dana yang dikelola Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Setelah disubsidi, harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng curah itu akan berubah dari Rp 11.500 per liter menjadi Rp 14.000 per liter.
Pemerintah juga akan melepas harga minyak goreng kemasan sederhana dan premium ke mekanisme pasar. Keputusan itu diumumkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto seusai menggelar rapat internal bersama Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Selasa (15/3/2022).
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan, Rabu (16/3/2022), mengatakan, ketentuan HET lama akan segera dicabut. Kementerian Perdagangan sudah membuat regulasi baru atau penggantinya. Draf regulasi sudah jadi dan tinggal diharmonisasi, kemudian diundangkan dan diterbitkan.
Sambil menunggu regulasi itu terbit, Kementerian Perdagangan melalui Surat Edaran Menteri Perdagangan Nomor 9 Tahun 2022 tentang Relaksasi Penerapan Harga Minyak Goreng Kemasan Sederhana dan Kemasan Premium menginstruksikan pengelola pasar untuk memasang spanduk HET minyak goreng curah yang baru, yakni Rp 14.000 per liter atau Rp 15.500 per kilogram (kg) mulai Rabu (16/3) pukul 00.00.
”BPDPKS nanti akan menyubsidi selisih harga keekonomian dengan HET. Berapa harga keekonomian minyak goreng curah nanti akan ditentukan oleh Kementerian Perindustrian,” ujarnya saat dihubungi di Jakarta.
Sementara itu, lanjut Oke, HET minyak goreng kemasan sederhana dan premium akan dihapus atau tidak akan diatur lagi. Artinya, harga minyak goreng kemasan akan diserahkan ke mekanisme pasar.
”Terserah nanti produsen minyak goreng mau menjualnya dengan harga berapa pun sesuai dengan penghitungan harga keekonomian mereka,” ujarnya.
Harga minyak goreng curah akan diserahkan ke mekanisme pasar. Terserah nanti produsen minyak goreng mau menjualnya dengan harga berapa pun sesuai dengan penghitungan harga keekonomian mereka.
Kementerian Perdagangan sebenarnya baru menerapkan HET minyak goreng baru per 1 Februari 2022 melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6 Tahun 2022. HET minyak goreng curah ditentukan Rp 11.500 per liter, minyak goreng kemasan sederhana Rp 13.500 per liter, dan minyak goreng kemasan premium Rp 14.000 per liter.
Oke juga menjelaskan, saat ini pemerintah tengah mengkaji kembali perlu tidaknya penyesuaian kebijakan kewajiban memasok kebutuhan dalam negeri (DMO) minyak kelapa sawit mentah (CPO) dan olein. Salah satu opsi yang dibahas adalah kuota DMO CPO dan olein tetap 30 persen, tetapi harga patokan DMO dicabut.
Sebelumnya, per 10 Maret 2022, Kementerian Perdagangan menaikkan kuota DMO CPO dan olein dari 20 persen menjadi 30 persen dari total ekspor kedua komoditas itu. Harga patokan DMO CPO ditetapkan sebesar Rp 9.300 per kg, sementara olein Rp 10.300 per kg.
Warga mengantre untuk dapat membeli minyak goreng dengan harga murah dalam operasi pasar yang berlangsung di Kelurahan Pinang, Kecamatan Pinang, Kota Tangerang, Banten, Senin (10/1/2022). Minyak goreng tersebut dijual dengan harga Rp 14.000 per liter dan setiap warga diperbolehkan membeli maksimal 2 liter dengan menunjukkan kartu tanda penduduk.
Harga bisa tinggi
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara mengaku tidak setuju pemerintah menerapkan subsidi minyak goreng curah dan melepas harga minyak goreng kemasan ke mekanisme pasar. Kebijakan baru itu justru akan menyebabkan migrasi konsumen minyak goreng kemasan ke minyak goreng curah bersubsidi.
Dengan melepas minyak goreng kemasan ke mekanisme pasar, akan membuat harganya menjadi naik tinggi lagi. Apalagi, memasuki Ramadhan-Lebaran nanti, harga-harga kebutuhan pangan bisa naik sekitar 20 persen dan puncaknya bisa mencapai 40 persen.
”Menyerahkan harga minyak goreng kemasan ke mekanisme pasar ini merupakan kebijakan yang fatal. Kebijakan ini akan merugikan kelas menengah yang saat ini daya belinya masih belum pulih seperti sebelum pandemi Covid-19,” tutur Bhima.
Menyerahkan harga minyak goreng kemasan ke mekanisme pasar ini merupakan kebijakan yang fatal. Kebijakan ini akan merugikan kelas menengah yang saat ini daya belinya masih belum pulih seperti sebelum pandemi Covid-19.
Bhima juga menilai pengawasan minyak goreng curah bersubsidi, baik dari sisi perdagangan maupun pertanggungjawaban dana subsidi, akan sangat susah. Hal itu terjadi lantaran minyak goreng curah tidak memiliki kode produksi dan kode transaksi.
Pendistribusian minyak goreng curah bersubsidi itu bisa tidak tepat sasaran dan berpotensi dioplos dengan minyak jelantah. Sementara terkait penggunaan dana subsidi dari BPDPKS, selain pengawasannya susah, dana tersebut dikhawatirkan tidak cukup untuk menyubsidi minyak goreng curah dalam tempo yang relatif lama.
”Apalagi, kebutuhan minyak goreng curah bagi rumah tangga dan usaha mikro kecil menengah sangat besar. Jadi, sebenarnya kebijakan baru (tentang minyak goreng itu) lebih besar moral hazard (risiko moral)-nya,” kata Bhima.
Kementerian Perdagangan mencatat, kebutuhan minyak goreng nasional pada 2022 mencapai 5,7 juta kiloliter. Kebutuhan rumah tangga diperkirakan mencapai 3,9 juta kiloliter, terdiri dari 1,2 juta kiloliter minyak goreng kemasan premium, 231.000 kiloliter minyak goreng kemasan sederhana, dan 2,4 juta kiloliter minyak goreng curah. Adapun kebutuhan industri mencapai 1,8 juta kiloliter.
Bhima berharap pemerintah lebih baik menjalankan dengan baik kebijakan DMO CPO dan olein yang tengah digulirkan. Kuota DMO tersebut juga seharusnya tetap 20 persen, bukan dinaikkan menjadi 30 persen.
Dengan DMO 20 persen, Kementerian Perdagangan mengklaim mampu menyediakan CPO dan olein yang berlimpah bagi pabrik-pabrik minyak goreng. Menurut Bhima, kalau memang kebutuhan pabrik minyak goreng itu sudah berlimpah, tetapi di pasar minyak goreng langka, berarti persoalannya terletak pada distribusi.
”Solusinya, ya, awasi distribusi dan telusuri macetnya di mana. Tindak distributor nakal yang menimbun atau eksportir yang tidak mau memenuhi DMO. Selama ini Bulog juga tidak dilibatkan dalam pengendalian stok dan harga minyak goreng,” ujarnya.