Tren Penurunan Harga Saham Bayangi Langkah GoTo
PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk memperpanjang masa penawaran saham awal sampai 24 Maret 2022. Upaya melantai di bursa saham itu dibayang-bayangi tren penurunan harga saham sejumlah perusahaan teknologi.
JAKARTA, KOMPAS — Perusahaan hasil merger Gojek dan Tokopedia, yakni PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk, memperpanjang periode waktu penawaran awal saham dari semula 15-21 Maret 2022 menjadi 15-24 Maret 2022. Keputusan ini diyakini perusahaan mampu menarik lebih banyak masyarakat, terutama mitra pedagang dan konsumen, untuk berpartisipasi.
Pada saat bersamaan, langkah perusahaan menuju pencatatan di bursa saham bulan depan dibayang-bayangi oleh tren penurunan harga saham sejumlah perusahaan rintisan bidang teknologi lain yang melantai di bursa.
Corporate Secretary PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GoTo) Koesoemohadiani dalam siaran persnya, Senin (21/3/2022), di Jakarta menyatakan, proses penawaran awal yang semula dijadwalkan berlangsung pada 15-21 Maret 2022 telah berhasil menarik respons positif calon investor. Antusiasme masyarakat tinggi. Dia menduga hal itu didorong oleh terbukanya kemudahan akses berpartisipasi dalam penawaran awal melalui skema alokasi pasti (fixed allotment) untuk konsumen dan pedagang dalam platform Gojek, Tokopedia, dan GoTo Financial melalui Program Saham Gotong Royong.
”Minat tinggi calon investor dalam enam hari pertama periode penawaran awal, khususnya yang mengambil bagian melalui Program Saham Gotong Royong, terlihat dari laman undangan berinvestasi yang telah dibaca hingga 11 juta kali di aplikasi Gojek, Tokopedia, dan GoBiz,” ujarnya.
Mengutip Prospektus Penawaran Umum Saham Perdana (IPO) GoTo, GoTo berencana melepas 4,35 persen sahamnya atau setara dengan 52 miliar lembar dengan nilai Rp 316 - Rp 346 per lembar saham. Artinya, dari proses IPO, GoTo mengharapkan bisa meraup pendanaan sebanyak-banyaknya Rp 17,99 triliun.
Baca Juga: GoTo Menargetkan Raup Rp 15,2 Triliun dari Hasil IPO
Untuk keperluan IPO tersebut, GoTo menggunakan laporan keuangan per akhir September 2021. Kerugian bersih GoTo tercatat Rp 11,58 triliun, naik dari periode sama tahun 2020 yang sebesar Rp 10,43 triliun. Adapun total asetnya Rp 158,17 triliun.
Sebelumnya, pada perdagangan Rabu (16/3), saham perusahaan perdagangan secara elektronik atau e-dagang PT Bukalapak.com Tbk turun 6,52 persen ke level harga Rp 258 per lembar saham, melanjutkan koreksi di level auto reject bawah (ARB) di angka 6,76 persen pada perdagangan Selasa (15/3). Pada Senin (21/3), harga per lembar saham perusahaan telah naik menjadi Rp 286.
Salah satu faktor yang diduga membuat harga saham PT Bukalapak.com Tbk terjun bebas adalah laporan keuangan yang masih merugi dalam prospektus penawaran perdananya. Pada 2018, perusahaan mengalami kerugian Rp 2,23 triliun, kemudian rugi Rp 2,82 triliun pada 2019, dan kembali rugi Rp 1,3 triliun pada 2020. Hingga triwulan III-2021, perusahaan masih membukukan rugi Rp 1,13 triliun.
Akibat koreksi harga saham itu, kapitalisasi pasar PT Bukalapak.com Tbk menjadi Rp 26,6 triliun. Padahal, saat pertama kali melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI), kapitalisasi pasarnya mencapai Rp 87,6 triliun.
Sementara itu, mengutip Bloomberg, pada Jumat (4/3), harga saham Grab Holdings Inc (Grab) sempat turun 37 persen setelah perusahaan melaporkan kerugian keuangannya pada triwulan IV-2021 yang senilai 1,06 miliar dollar AS. Situasi ini membuat investor meninggalkan saham Grab bersama perusahaan lain yang belum menghasilkan keuntungan.
Grab juga diketahui masih tetap mengeluarkan anggaran untuk memberikan insentif bagi mitra dan konsumen. Total pengeluaran untuk kebutuhan ini sepanjang 2021 mencapai 1,78 miliar dollar AS. Tahun sebelumnya, pengeluaran untuk insentif sebesar 1,24 miliar dollar AS.
Adapun Sea Group, induk Shopee, membukukan kenaikan pendapatan 127,5 persen dari 4,4 miliar dolar AS pada 2020 menjadi 10 miliar dollar AS pada 2021. Saat bersamaan, rugi bersih perusahaan naik 17,9 persen dari 1,3 miliar dollar AS pada 2020 menjadi 1,5 miliar dollar AS pada 2021. Total laba sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi tahun 2021 mencapai 593,6 juta dollar AS atau lebih tinggi dibandingkan 2020 yang mencapai 107 juta dollar AS.
Salah satu investor institusi Sea Group, yakni Tencent Holdings Ltd, mengumumkan akan menjual sebagian sahamnya. Aksi jual saham investor dalam Sea Group diperkirakan bertambah setelah Pemerintah India memblokir Free Fire, gim buatan Sea Group. Valuasinya dikabarkan turun sekitar 150 miliar dollar AS.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Modal Ventura untuk Startup Indonesia (Amvesindo) Eddi Danusaputro saat dihubungi berpendapat, perusahaan rintisan bidang teknologi yang akan melantai di bursa saham berada dalam kondisi rugi. Oleh karena itu, investor baik publik maupun institusi semestinya menyadari hal itu sejak awal.
”Berinvestasi atau membeli saham di perusahaan rintisan bidang teknologi seharusnya untuk tujuan jangka panjang. Volatilitas sahamnya memang tinggi. Kalaupun perusahaan rintisan bidang teknologi yang telah IPO belum kunjung untung, mereka tetap jadi perusahaan yang punya nilai,” tutur Eddi.
Baca Juga: GoTo Melantai Saat Kondisi Tidak Baik-baik Saja
Saham teknologi
Chief Economist PT Bank Permata Tbk Josua Pardede mengatakan, saat ini saham sejumlah perusahaan teknologi skala global dan di dalam negeri sedang mengalami pelemahan. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) saham perusahaan teknologi telah terkoreksi sekitar 12 persen year to date.
Pada awal penguncian wilayah saat pandemi Covid-19 tahun 2020, harga saham perusahaan teknologi, seperti di bursa Nasdaq, tinggi. Situasinya berbeda dengan sekarang yang salah satunya ditandai dengan harga komoditas melonjak sehingga harga saham perusahaan di sektor itu meninggi.
Di luar kondisi makroekonomi itu, Josua berpendapat pentingnya memperhatikan keseluruhan performa kinerja yang dimiliki perusahaan rintisan bidang teknologi yang sudah atau akan melantai di bursa saham, seperti PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk. Misalnya, performa dari sisi pangsa pasar dan perolehan pendapatan setiap produk milik perusahaan.
”Hal terpenting kemudian adalah memperhatikan keberlanjutan dari bisnis mereka jangka panjang. Apakah produk yang mereka tawarkan punya prospek untung jangka panjang atau tidak. Lalu, kami rasa juga harus melihat dan memiliki ekspektasi jangka panjang terhadap kondisi sektor industri, tempat perusahaan rintisan itu bermain,” kata Josua.
Baca Juga: GoTo Menargetkan Raup Rp 15,2 Triliun dari Hasil IPO
Anggaran insentif
Analis pasar modal dari Nusantara Investama, Kuntho Priyambodo, berpendapat, sebagian besar konsumen layanan e-dagang dan layanan transportasi daring atau ride hailing di Indonesia cenderung sensitif terhadap harga. Dengan kata lain, mereka cenderung mudah berpindah merek ketika mendapat insentif yang biasanya berupa promo.
Sejumlah solusi yang ditawarkan perusahaan rintisan bidang teknologi e-dagang, ride hailing, atau agen perjalanan daring bisa dikatakan mendisrupsi rantai pasok kegiatan ekonomi individu dan korporasi konvensional. Akibatnya, konsumen bisa mendapatkan harga layanan yang murah. Akan tetapi, saat bersamaan, perusahaan rintisan tersebut tidak menjaga margin atau tingkat selisih antara biaya produksi dan harga jual produk mereka di pasar.
”Ada kecenderungan perusahaan-perusahaan rintisan menggunakan laba ditahan untuk ’dibakar’ atau membiayai operasional. Makanya, mereka haus investasi baru,” ujar Kuntho.
Ketika menjadi perusahaan publik tercatat di bursa saham, dia memandang, perusahaan rintisan bidang teknologi harus memiliki model bisnis yang bisa tumbuh berkelanjutan. Mereka juga dituntut mempunyai portofolio produk yang mendatangkan untung secara berkelanjutan sehingga investor tetap percaya kepada mereka pascapencatatan saham perdana. ”Tidak cukup hanya menghapus pos anggaran biaya insentif,” ujarnya menambahkan.
Baca Juga: IPO Usaha Rintisan Dorong Pertumbuhan Ekosistem Digital