GoTo Melantai Saat Kondisi Tidak Baik-baik Saja
GoTo memiliki keunggulan lebih dalam hal visi. Visi karya anak bangsa dan bangga dengan UKM dalam negeri lumayan melekat dan menguntungkan. Citra baik ini perlu dimanfaatkan setidaknya untuk merayu investor dalam negeri.
GoTo yang merupakan korporasi hasil merger dua entitas usaha, yaitu Gojek dan Tokopedia, akan memasuki langkah baru. Mereka segera menawarkan saham perdana di Bursa Efek Indonesia. Sebuah pencapaian perusahaan teknologi yang tidak hanya disorot oleh investor dalam negeri, tetapi juga investor global.
Akan tetapi, kondisi saat ini kurang menguntungkan bagi GoTo. Mereka harus bekerja lebih keras untuk meningkatkan peluang. Ketika GoTo mengumumkan akan melakukan pemaparan umum (public expose), masyarakat khususnya investor retail, mulai mencari informasi tentang GoTo selain informasi mikro dan makro ekonomi.
Pemaparan umum menurut BEI adalah langkah perusahaan tercatat untuk menjelaskan tentang kinerja dan informasi lain perusahaan itu kepada publik. Tujuannya agar informasi tersebut tersebar secara merata kepada publik.
Dalam kondisi yang tidak menguntungkan seperti saat ini, GoTo tergolong berani melakukan penawaran saham yang kelak diharapkan akan membuat valuasi perusahaan itu mencapai 29 milliar dollar AS.
Setiap perusahaan tercatat yang mencatatkan efek bersifat ekuitas, wajib melakukan pemaparan umum paling kurang satu kali dalam setahun. Ini juga dapat dilaksanakan pada hari yang sama dengan penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Dalam acara pemaparan umum, masyarakat dan investor bisa menggali lebih dalam mengenai perusahaan tersebut, dalam hal ini GoTo. Dengan begitu, calon investor dapat melihat secara jelas peluang dan masalah yang akan dihadapi oleh perusahaan yang saat melantai di bursa berharap bisa menghimpun dana 1,25 miliar dollar AS atau sekitar Rp 15,2 triliun.
Dalam kondisi yang tidak menguntungkan seperti saat ini, GoTo tergolong berani melakukan penawaran saham yang kelak diharapkan akan membuat valuasi perusahaan itu mencapai 29 milliar dollar AS. Pasalnya, ada beberapa tantangan besar yang akan dihadapi ketika GoTo mulai melantai di BEI.
Oleh karena itu, bila GoTo sukses, itu akan menjadi prestasi tersendiri. Publik tentu menunggu apa yang akan dilakukan GoTo di tengah masalah besar ini. Bagaimana mereka akan mendayung di tengah arus yang penuh goncangan ini?
Ekonomi global sedang kurang menguntungkan saat perusahaan teknologi ini masuk ke bursa. Pasar sangat terguncang karena invasi Rusia ke Ukraina dan tengah menunggu kebijakan ekonomi Amerika Serikat, khususnya kenaikan suku bunga bank sentral.
Invasi Rusia tentu menyebabkan investor makin berhati-hati. Mereka tidak mau masuk ke investasi yang memiliki risiko besar. Mereka akan memilih investasi yang lebih aman. Secara natural, harga emas akan naik karena peminatnya makin besar.
Baca juga: GoTo Menargetkan Raup Rp 15,2 Triliun dari Hasil IPO
Kabar kenaikan suku bunga bank sentral AS akan membuat dana-dana masuk kembali ke AS karena suku bunga lebih menarik. Investor jangka pendek sangat mungkin berpikir ulang untuk tetap berada di pasar Indonesia. Mereka bisa saja lari mencari tempat yang lebih baik.
Masalah lainnya adalah literasi investasi di dalam negeri yang masih kurang memadai. Komposisi investor retail dan milenial yang membesar di bursa masih membutuhkan literasi yang mendalam, apalagi terkait perusahaan teknologi.
Masalah ini terasa ketika kabar penawaran saham perdana GoTo mulai terdengar. Pertanyaan mereka yang umum adalah, beli enggak ya? Sebuah pertanyaan yang mencerminkan bahwa mereka hanya ingin untung sesaat tanpa memahami karakter saham perusahaan teknologi. Investasi perusahaan teknologi lebih merupakan investasi masa depan, bukan saat ini.
Baca juga: Penjara Menanti Para Selebritas Medsos
Penurunan saham BUKA di Bursa Efek Indonesia dan juga GRAB di Wall Street sampai ke telinga mereka. Otomatis, pikiran sederhana muncul, kalau dua emiten itu jungkir balik, bagaimana dengan GoTo?
Mereka lebih memberi perhatian pada kabar itu ketimbang mengulik ”jeroan” masing-masing. Para investor retail ini sepertinya trauma atau ketakutan terhadap saham-saham perusahaan teknologi. Tugas besar bagi perusahaan teknologi untuk mencerahkan mereka.
Di samping itu, sejumlah saham yang saat ini tengah bersinar di bursa, tentu lebih dilirik oleh investor. Saham-saham di sektor komoditas, energi, dan pangan saat ini lebih menarik karena kondisi pasar global yang tengah membutuhkan komoditas dari sektor-sektor tersebut.
Harga minyak di pasar global telah mengerek kenaikan harga komoditas lainnya, seperti batubara dan gas. Komoditas lainnya juga terdampak oleh invasi Rusia selain adanya masalah kelangkaan. Sementara indeks pangan global terus naik.
Kebutuhan komoditas pangan meningkat sementara produksinya tidak menunjang. Akhirnya, beberapa saham komoditas pangan juga ikut terkerek. GoTo yang berada dalam situasi seperti ini harus pandai-pandai mencuri perhatian investor.
Meski demikian, GoTo tetap memiliki beberapa peluang. Publik menunggu langkah mereka untuk menghadapi berbagai masalah besar yang terjadi di luar kendali GoTo tersebut.
Baca juga: Jagat Laman 3.0
Kadang penyelesaian masalah akan muncul dari hal-hal yang tidak terpikirkan sebelumnya. Kemampuan berkomunikasi dengan publik dan upaya mempertahankan citra sebagai perusahaan ”karya anak bangsa” dan ”bangga dengan UKM dalam negeri” menjadi nilai lebih.
GoTo masih beruntung karena menjelang penawaran saham perdana tidak terlalu direcoki orang-orang partai. Setidaknya tidak muncul kabar tak sedap tentang itu. Menjelang pemilihan umum, biasanya mereka akan mendekat dan mengajak membuat kesepakatan tertentu.
Beberapa kasus penawaran saham beberapa tahun lalu memperlihatkan perilaku-perilaku tidak terpuji yang dilakukan oleh beberapa petualang politik. Mereka mengganggu perusahaan-perusahaan yang hendak menawarkan saham.
Baca juga: Unicorn Kian Marak, Persaingan Kian Sengit
GoTo juga memiliki keunggulan lebih dalam hal visi. Visi karya anak bangsa dan bangga dengan UKM di dalam negeri lumayan melekat dan menguntungkan. Di samping itu, inovasi juga banyak dilakukan oleh mereka.
Keuntungan ini perlu dimanfaatkan setidaknya untuk merayu investor dalam negeri. Peran GoTo perlu dikerek lebih tinggi lagi agar publik yang memiliki saham mereka merasa telah ikut mendukung UKM dalam negeri dan inovasi anak bangsa.
Kisah-kisah bagaimana mereka berhasil mengajak talenta luar negeri bekerja di Indonesia dan juga talenta hebat Indonesia mau kembali ke Tanah Air, juga merupakan kekuataan cerita Tokopedia dan Gojek.
Kisah seperti ini masih digemari oleh publik Indonesia. Komunikasi dengan materi-materi ini akan membawa kesan pada publik bahwa perusahaan teknologi asal Indonesia tidak ”kacangan” alias berkelas dunia.
GoTo juga perlu memastikan kepada publik bahwa mereka juga memberi perhatian pada teknologi terbaru. Kabar seperti ini untuk memberi gambaran visi ke depan perusahaan teknologi ini.
Ketika publik bicara rantai blok, kripto, NFT, dan metaverse, perusahaan ini perlu bersuara karena mereka adalah perusahaan teknologi, bukan perusahaan transportasi atau perusahaan perdagangan.
Suara mereka sangat boleh jadi tidak terkait langsung dengan adopsi mereka terhadap teknologi itu. Tetapi, sebagai perusahaan teknologi, mereka bisa ikut memberi pencerahan kepada masyarakat tentang perkembangan terbaru tersebut. Salah satu keuntungan kalau mereka berbicara tentang teknologi terbaru, publik akan melihat bahwa mereka memperbarui isu-isu di bidang teknologi.
Kemampuan membangun persepsi yang melampaui hitungan bisnis dan teknologi, sepertinya perlu dibangun secepatnya.
Terakhir, penawaran saham perdana pasti memperhatikan hitung-hitungan bisnis dan ekonomi. Akan tetapi, di luar itu, satu hal yang sangat menentukan adalah persepsi.
Kemampuan membangun persepsi yang melampaui hitungan bisnis dan teknologi sepertinya perlu dibangun secepatnya. Narasi tentang peran GoTo bagi Indonesia cukup mengimpresi publik.
Satu hal lagi, perlu diingat bahwa perilaku karyawan dan eksekutif juga sangat menentukan keberhasilan mereka. Karyawan dan eksekutif adalah bagian dari korporasi yang menentukan citra perusahaan. Bukankah Uber dan WeWork terpeleset karena perilaku orang di dalam korporasi?