BPS: Dampak Konflik Rusia-Ukraina terhadap Kinerja Perdagangan RI Kecil
Dilihat dari porsi ekspor-impor yang relatif kecil, dampak konflik Rusia-Ukraina terhadap perdagangan Indonesia relatif kecil. Jika benar-benar terganggu, Indonesia bisa mengalihkan ekspor-impornya ke negara-negara lain.
Oleh
Hendriyo Widi
·4 menit baca
Kompas/Hendriyo Widi
Tangkapan layar Kepala Badan Pusat Statistik Margo Yuwono yang tengah menjelaskan dampak konflik Rusia-Ukraina terhadap kinerja ekspor dan impor Indonesia di Jakarta, Selasa (15/3/2022).
JAKARTA, KOMPAS — Badan Pusat Statistik menilai imbas konflik Rusia-Ukraina bagi kinerja ekspor dan impor Indonesia relatif kecil. Indonesia masih bisa mengalihkan perdagangannya dari kedua negara itu ke negara-negara lain yang memproduksi komoditas sejenis.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, nilai ekspor Indonesia ke Rusia pada 2021 dan Januari-Februari 2022 masing-masing sebesar 1,493 miliar dollar AS dan 332,1 juta dollar AS. Impor Indonesia dari Rusia pada periode tersebut masing-masing 1,25 miliar dollar AS dan 247,1 juta dollar AS.
Dengan begitu, neraca perdagangan Indonesia dengan Rusia pada 2021 dan Januari-Februari 2022 masing-masing surplus 239,8 juta dollar AS dan defisit 15 juta dollar AS. Komoditas ekspor utama Indonesia ke Rusia adalah lemak dan minyak hewan/nabati, karet dan barang dari karet, sedangkan komoditas yang diimpor terutama besi baja dan pupuk.
Adapun nilai ekspor Indonesia ke Ukraina pada 2021 dan Januari-Februari 2022 masing-masing sebesar 417 juta dollar AS dan 28,7 juta dollar AS. Impor Indonesia dari negara itu pada periode tersebut masing-masing mencapai 1,04 miliar dollar AS dan 35,6 juta dollar AS.
Baik pada 2021 maupun Januari-Februari 2022, Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan dengan Ukraina masing-masing sebesar 623,9 juta dollar AS dan 6,9 juta dollar AS. Komoditas ekspor utama Indonesia ke Ukraina adalah lemak dan minyak hewan/nabati serta kertas karton, sedangkan impor berupa serealia atau biji gandum dan besi baja.
Kepala BPS Margo Yuwono, Selasa (15/3/2022), mengatakan, porsi impor dan ekspor Indonesia dari dan ke Rusia pada 2021 serta Januari-Februari 2022 relatif kecil. Porsinya terhadap total ekspor Indonesia pada periode tersebut masing-masing 0,65 persen dan 0,84 persen, sedangkan porsi impornya terhadap total impor sebesar 0,64 persen dan 1 persen.
Begitu juga dengan porsi impor dan ekspor Indonesia dari dan ke Ukraina. Pada 2021 porsi ekspornya sebesar 0,18 persen dan pada Januari-Februari 2022 sebesar 0,07 persen terhadap total ekspor. Adapun porsi impornya pada periode tersebut masing-masing sebesar 0,53 persen dan 0,1 persen.
”Dilihat dari porsi ekspor dan impor itu, dampak konflik Rusia-Ukraina terhadap perdagangan Indonesia relatif kecil. Jika benar-benar terganggu, Indonesia dapat mengalihkan ekspor dan impornya ke negara-negara lain,” kata Margo dalam telekonferensi pers di Jakarta.
Dilihat dari porsi ekspor dan impor itu, dampak konflik Rusia-Ukraina terhadap perdagangan Indonesia relatif kecil. Jika benar-benar terganggu, Indonesia dapat mengalihkan ekspor dan impornya ke negara-negara lain.
Margo mencontohkan, impor Indonesia dari Rusia didominasi oleh besi baja, sedangkan dari Ukraina terbesar adalah serelia. Pada 2021, Rusia merupakan negara asal impor besi baja peringkat ke-7 ke Indonesia dengan kontribusi sebesar 3,74 persen dari total impor besi-baja Indonesia. Indonesia mengimpor besi baja terbanyak dari China (22,95 persen) dan Jepang (17,23 persen).
Kegiatan di pabrik PT Waskita Karya Infrastruktur memproduksi beragam produk fabrikasi baja dengan mesin-mesin Computer Numerical Control (CNC) dan sejumlah alat fabrikasi lain buatan Eropa di Kawasan Industri Modern Cikande, Serang, Banten, Kamis (5/3/2020).
Sementara Ukraina adalah negara asal impor serealia peringkat ke-2 dengan kontribusi sebesar 23,23 persen dari total impor serealia Indonesia. Indonesia mengimpor serealia terbanyak dari Australia (36,25 persen). Di bawah Ukraina, masih ada Kanada dengan prosi sebesar 15,84 persen dan Argentina 8,73 persen.
”Jika pasokan impor besi baja dari Rusia terhambat, Indonesia masih bisa mengimpor dari China, Jepang, dan negara-negara produsen besi baja yang lain. Begitu juga apabila impor serealia dari Ukraina terkendala, Indonesia masih bisa mengalihkan impor ke Australia, Kanada, dan Argentina,” ujarnya.
Neraca perdagangan
Dalam kesempatan itu, BPS juga merilis neraca perdagangan migas dan nonmigas Indonesia pada Februari 2022 surplus sebesar 3,83 miliar dollar AS. Total ekspor Indonesia senilai 20,464 miliar dollar AS dan impor 16,638 miliar dollar AS.
Analis ekonomi makro PT Bank Danaman Indonesia Tbk, Irman Faiz, berpendapat, surplus perdagangan itu terutama ditopang oleh kenaikan harga komoditas global yang juga turut dipicu oleh konflik Rusia-Ukraina. Ekspor Indonesia pada Februari 2022 itu tumbuh 34,14 persen secara tahunan.
Ekskavator memindahkan batubara yang didatangkan dari Kalimantan dari dalam tongkang ke atas truk di Pelabuhan KCN Marunda, Jakarta Utara, Rabu (5/1/2022).
Pertumbuhan itu terutama disebabkan oleh melonjaknya harga komoditas pertambangan, seperti batubara, aluminium, dan nikel. Eskalasi konflik Rusia-Ukraina telah mendorong harga migas dan nonmigas.
”Harga komoditas yang tinggi akhir-akhir ini akan menguntungkan perekonomian berbasis komoditas, termasuk kinerja ekspor Indonesia. Meskipun begitu, kenaikan harga itu akan dibayar dengan defisit neraca migas, terutama minyak yang melebar,” katanya.
Harga komoditas yang tinggi akhir-akhir ini akan menguntungkan perekonomian berbasis komoditas, termasuk kinerja ekspor Indonesia. Meskipun begitu, kenaikan harga itu akan dibayar dengan defisit neraca migas, terutama minyak yang melebar.
Berdasarkan data BPS, ekspor pertambangan pada Februari 2022 senilai 3,6 miliar dollar AS atau tumbuh 65,82 persen secara bulanan dan 84,61 persen secara tahunan. Pertumbuhan sektor itu ditopang oleh kenaikan ekspor batubara sebesar 75,42 persen dan bijih tembaga 319,95 persen.
Di sisi lain, lanjut Irman, pertumbuhan permintaan atau konsumsi di dalam negeri pada Februari 2022 melambat. Indikasinya adalah penurunan impor barang konsumsi yang cukup tajam sebesar 23 persen secara bulanan. Namun, permintaan ini akan kembali melonjak menjelang dan pada saat Ramadhan-Lebaran 2022.
FAO memperkirakan dampak konflik Rusia-Ukraina dalam skenario jangka pendek (2022-2023) akan menyebabkan harga pangan dan pakan internasional yang saat ini sudah tinggi meningkat sebesar 8-22 persen.