Konflik Rusia-Ukraina diperkirakan akan menurunkan ekspor CPO dan produk turunannya dan menghambat impor gandum. Harga gandum dan sejumlah komoditas pangan lain juga mulai melonjak kembali.
Oleh
Hendriyo Widi
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Konflik Rusia-Ukraina dapat menurunkan ekspor nonmigas Indonesia ke kedua negara itu dan menghambat impor gandum. Konflik tersebut juga telah menyebabkan harga sejumlah bahan pangan global melonjak.
Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan Kementerian Perdagangan Kasan Muhri mengatakan, konflik Rusia-Ukraina pasti akan berimbas pada penurunan ekspor Indonesia ke kedua negara itu. Padahal, sudah dua tahun terkahir ini neraca perdagangan Indonesia surplus terhadap Rusia, sedangkan dengan Ukraina defisit neraca sudah semakin menyempit.
Ekspor Indonesia ke Rusia dan Ukraina didominasi oleh minyak kelapa sawit mentah (CPO) dan produk turunanan. Adapun impor Indonesia dari Rusia didominasi oleh besi baja, sedangkan dari Ukraina oleh gandum.
“Konflik kedua negara itu diperkirakan akan menurunkan ekspor CPO dan produk turunannya. Impor gandum Indonesia dari Ukraina juga bisa tersendat jika konflik terus berkepanjangan,” kata Kasan ketika dihubungi di Jakarta, Jumat (25/2/2022).
Konflik kedua negara itu diperkirakan akan menurunkan ekspor CPO dan produk turunannya. Impor gandum Indonesia dari Ukraina juga bisa tersendat jika konflik terus berkepanjangan.
Kementerian Perdagangan mencatat, total nilai perdagangan Indonesia-Rusia pada 2020 dan 2021 masing-masing-masing sebesar 1,93 miliar dollar AS dan 2,74 miliar dollar AS. Sepanjang lima tahun terakhir (2017-2021), Indonesia baru bisa membukukan surplus neraca perdagangan nonmigas dengan Rusia pada 2020 dan 2021, yaitu masing-masing sebesar 38,36 juta dollar AS dan 284,66 juta dollar AS.
Komoditas ekspor Indonesia ke Rusia antara lain CPO dan produk turunannya, karet dan produk karet, sepatu, elektronik, cokelat, dan kopi. Komoditas impor Indonesia dari negara itu antara lain besi baja dan produk kimia.
Sementara total nilai perdagangan Indonesia-Ukraina pada 2020 dan 2021 masing-masing mencapai 1,18 miliar dollar AS dan 1,45 miliar dollar AS. Sejak lima tahun terakhir, 2017-2021, neraca perdagangan nonmigas Indonesia selalu defisit dengan Ukraina. Pada 2020, nilai defisitnya sebesar 739,21 juta dollar AS dan pada 2021 turun menjadi 623,88 juta dollar AS.
Komoditas ekspor Indonesia ke Ukraina antara lain CPO dan produk turunannya, kertas, dan bubuk cokelat. Adapun komoditas impor Indonesia dari Ukraina adalah biji dan tepung gandum, serta besi.
Menurut Kasan, Indonesia merupakan negara pengimpor gandum. Pada 2021, total nilai impor gandum Indonesia mencapai 3,54 miliar dollar AS. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, impor gandum Indonesia tumbuh 6,21 persen dari 2015 yang sebesar 2,64 miliar dollar AS.
Tahun lalu, Indonesia paling banyak mengimpor gandum dari Australia (41,58 persen), Ukraina (25,91 persen), Kanada (18,02 persen), Argentina (4,78 persen), dan Amerika Serikat (3,8 persen). Konflik Rusia-Ukraina ini berpotensi membuat Indonesia kehilangan pasokan gandum dari Ukraina.
Ukraina, lanjut Kasan, merupakan sumber gandum impor terbesar kedua Indonesia. Untuk mendapatkan substitusi negara produsen gandum, pasti akan susah. Banyak negara-negara lain yang saat ini membutuhkan gandum untuk bahan pangan maupun pakan.
“Kami sudah berkoordinasi dengan para importir gandum dan industri makanan-minuman di Indonesia untuk segera mengantisipasi. Langkah utama yang perlu dilakukan adalah menjaga ketersediaan stok gandum impor di dalam negeri,” ujarnya.
Berdasarkan data Statista, Indonesia merupakan negara pengonsumsi gandum peringkat ke-14 dunia pada 2021/2022, yaitu sebanyak 10,4 juta ton. Negara pengonsumsi gandum terbesar atau peringkat ke-1 adalah China, yaitu sebanyak 148,5 juta ton, disusul Uni Eropa 107,65 juta ton, India 104,25 juta ton, Rusia 41,5 juta ton, dan Amerika Serikat 30,97 juta ton.
Sementara itu, total produksi gandum dunia pada 2021/2022 sebanyak 778,6 juta ton. Produksi tersebut meningkat dari 2020/2021 yang mencapai 774,87 juta ton.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S Lukman mengatakan, konflik Rusia-Ukraina akan menimbulkan dampak langsung dan tidak langsung terhadap industri di Indonesia. Konflik kedua negara tersebut akan berdampak atau berpengaruh langsung pada pasokan gandum impor di dalam negeri dan kenaikan harga gandum global.
Industri makanan-minuman di Indonesia yang membutuhkan gandum impor untuk bahan baku saat ini tengah berupaya memastikan ketersediaan stok. Namun jika konflik itu berlangsung lama, stok pasti akan turun dan kenaikan harga gandum global bisa tertransmisi ke Indonesia.
“Konflik Rusia-Ukraina itu juga menyebabkan kenaikan harga bahan pangan global yang lain. Hal ini tentu saja akan berimbas pada industri di dalam negeri yang membutuhkan bahan pangan tersebut,” katanya.
Konflik Rusia-Ukraina itu juga menyebabkan kenaikan harga bahan pangan global yang lain. Hal ini tentu saja akan berimbas pada industri di dalam negeri yang membutuhkan bahan pangan tersebut.
TradingEconomics mencatat, harga gandum global pada pekan terakhir Februari 2022 melonjak menjadi 9,3 dollar AS per gantang. Harga tersebut merupakan harga gandum tertinggi sejak sembilan tahun terakhir. Hal ini terjadi lantaran invasi Rusia ke Ukraina. Rusia dan Ukraina menyumbang sekitar 30 persen dari total ekspor gandum dunia.
Konflik Rusia-Ukraina telah menyebabkan harga minyak mentah melonjak menjadi 105 dollar AS per barel pada akhir perdagangan, Kamis (24/2). Pada Jumat, harga minyak mentah jenis Brent untuk kontrak pengiriman April 2022 sebesar 101,66 dollar AS per barel. Sementara harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman April 2022 mencapai 95,19 dollar AS per barel.
Kenaikan harga minyak itu menyebabkan harga komoditas lain begejolak. Harga kedelai telah tembus 17,5 dollar AS per gantang pada 24 Februari 2022, mencapai level tertinggi sejak September 2012. Harga CPO global juga masih bertengger tinggi, yaitu 6.130 ringgit Malaysia per ton, tidak jauh dari rekor tertinggi pada 21 Februari 2022 yang mencapai 6.158 ringgit Malaysia per ton.
Menurut Adi, para pelaku usaha juga khawatir konflik Rusia-Ukraina akan memengaruhi kondisi perekonomian Uni Eropa dan Eropa Timur. Hal itu dapat berimbas ke perdagangan Indonesia ke dengan negara-negara di kawasan tersebut.
Sejumlah negara juga akan menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap Rusia atas invasinya terhadap Ukraina. Sanksi ekonomi itu juga akan berdampak pada perdagangan negara-negara lain yang tidak memberi sanksi ekonomi terhadap Rusia.