Di beberapa daerah, pekerja yang sebelumnya mendapat vaksin Sinopharm melalui program Vaksinasi Gotong Royong tidak bisa mendapatkan vaksin dosis ketiga (”booster”) dengan merek lain di luar Sinopharm.
Oleh
agnes theodora
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Upaya mempercepat vaksinasi dosis ketiga atau booster untuk pekerja industri di tengah lonjakan kasus varian Omicron menghadapi hambatan. Sejumlah pelaku industri mengeluhkan pekerja yang sulit mengakses vaksinasi booster lantaran sebelumnya tercatat sebagai penerima Vaksinasi Gotong Royong dengan merek Sinopharm.
Hal tersebut mengemuka dalam acara Sosialisasi Surat Edaran (SE) Menteri Perindustrian Nomor 2 Tahun 2022 tentang Vaksinasi Dosis Ketiga/Vaksin Booster bagi Pekerja Industri dan Kawasan Industri yang diadakan secara daring, Kamis (24/2/2022).
Sebelumnya, Kementerian Perindustrian mengeluarkan SE Nomor 2 Tahun 2022, yang mengharuskan perusahaan industri dan kawasan industri memberikan vaksinasi dosis ketiga/booster bagi pekerjanya, baik secara mandiri maupun lewat bekerja sama dengan pihak lain.
Pelaksanaan vaksinasi booster ini harus dilaporkan di Izin Operasional dan Mobilitas Kegiatan Industri (IOMKI) melalui Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas) Kemenperin. Targetnya, dalam waktu sepekan ini, ada satu juta pekerja beserta keluarganya yang mendapat suntikan booster.
Kamis ini, Presiden Joko Widodo bersama Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin meninjau percepatan vaksinasi booster bagi pekerja industri di sejumlah kawasan industri. Percepatan vaksinasi itu diharapkan bisa menjaga kinerja sektor industri dan pertumbuhan ekonomi.
Ketua Umum Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP) Yustinus Gunawan mengatakan, di beberapa daerah, seperti di Jawa Barat dan Jawa Timur, pekerja dan keluarganya yang sebelumnya mendapatkan vaksin Sinopharm dari skema Vaksinasi Gotong Royong (VGR) untuk dosis primer (dosis pertama dan kedua) tidak bisa mendapatkan vaksin booster dengan merek lain di luar Sinopharm.
”Di daerah Sidoarjo, misalnya, banyak pensiunan yang tidak bisa mendapat booster dari sentra vaksinasi umum. Karena mereka vaksin primernya Sinopharm, harus mendapat (booster) Sinopharm juga, jadi harus kembali ke perusahaan. Ini jadi masalah,” kata Yustinus, Kamis.
Dalam forum sosialisasi itu, Yustinus menanyakan aturan vaksinasi booster bagi penerima vaksin primer VGR. Ia meminta kejelasan agar tidak menyulitkan pekerja dan keluarganya yang ingin mencari dosis booster dari sentra vaksinasi umum di luar tempat kerja.
”Mohon arahannya, apakah memang ada SE yang mengharuskan bahwa vaksin primer Sinopharm harus juga memakai vaksin Sinopharm untuk booster? Siapa tahu ada yang tidak dapat giliran (dari tempat kerja) atau ada yang ingin mencari vaksin booster bersama keluarganya,” kata Yustinus.
Banyak pensiunan yang tidak bisa mendapat booster dari sentra vaksinasi umum. Karena mereka vaksin primernya Sinopharm, harus mendapat (booster) Sinopharm juga.
Mengacu pada SE Nomor HK.02.02/II/252/2022 tentang Vaksinasi Covid-19 Dosis Lanjutan (Booster) yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan, vaksin bermerek Sinopharm tidak termasuk dalam regimen dosis booster yang diberikan pada Januari 2022.
SE tersebut mengatur, seseorang dengan dosis primer Sinovac akan mendapat booster berupa separuh dosis vaksin AstraZeneca atau separuh dosis vaksin Pfizer. Sementara seseorang dengan dosis primer AstraZeneca akan diberikan separuh dosis vaksin Moderna atau separuh dosis vaksin Pfizer.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin juga pernah menyatakan bahwa efektivitas vaksin booster heterolog (berbeda merek antara vaksin dosis 1-2 dan 3) lebih tinggi daripada booster homolog (bermerek sama).
Tak sanggup membayar
Keluhan yang sama disampaikan oleh beberapa pelaku usaha lain dalam forum sosialisasi Permenperin No 2/2022 itu. Achmad, perwakilan dari PT Polychem Indonesia Tbk yang bergerak di sektor petrokimia dan poliester mengatakan, perusahaan tidak mampu membeli dosis ketiga Sinopharm untuk diberikan kepada pekerja yang sebelumnya mendapat VGR untuk dosis primer.
Sebagai informasi, sebelumnya, vaksin Sinopharm dari skema VGR juga didapatkan perusahaan secara berbayar. Saat itu, perusahaan harus membayar Rp 439.570 per satu orang per satu dosis. Untuk vaksinasi lengkap dengan dua dosis, biayanya menjadi Rp 879.140 per orang.
”Untuk sebagian karyawan ini bukan masalah, karena mereka dulu divaksin Sinovac, sekarang bisa dapat booster AstraZeneca. Yang jadi pertanyaan, untuk yang dulu dapat Sinopharm, apakah berarti sekarang harus berbayar lagi atau gratis?” katanya.
Kendati demikian, tidak semua sektor mengeluhkan hal yang sama. Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) Edy Suyanto mengatakan, ia tidak menerima persoalan yang sama di sektor keramik. Untuk vaksin primer, anggota Asaki mendapat vaksin di luar skema VGR. ”Mayoritas dulu vaksinnya Sinovac dan AstraZeneca,” kata Edy saat dihubungi.
Saat ini, hampir 100 persen pekerja di sektor keramik sudah mendapat vaksin primer, kecuali pekerja dengan penyakit khusus yang tidak diizinkan menerima vaksin. Edy pun optimistis, per Juni 2022, 50 persen dari total karyawan anggota Asaki akan mendapat vaksin booster. ”Mayoritas anggota kami saat ini juga sudah mendapatkan booster heterolog dengan bekerja sama dengan instansi TNI-Polri,” katanya.
Menanggapi hal itu, Plh Sekretaris Direktorat Jenderal Industri Kimia Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kemenperin Elis Masitoh mengatakan, pihaknya akan berkoordinasi dengan Kemenkes. Menurut dia, Kemenperin akan meminta agar stok Sinopharm yang tersisa bisa dijadikan booster bagi pekerja industri tanpa perlu berbayar.
”Nanti kami coba tanyakan lagi, siapa tahu yang Sinopharm boleh mendapat vaksin ketiga dari AstraZeneca. Atau, kalau memang harus Sinopharm lagi, kami akan pastikan agar kalau masih ada stoknya, bisa diberikan ke industri tanpa harus berbayar,” kata Elis.
Direktur Jenderal IKFT Kemenperin Ignatius Warsito mengatakan, saat ini tersedia 18 juta dosis vaksin dengan merek AstraZeneca untuk para pekerja sektor industri. Setiap asosiasi dan pelaku industri diminta segera mendata pekerjanya agar bisa mendapat jatah dosis vaksin booster itu.
Saat ini tersedia 18 juta dosis vaksin dengan merek Astra Zeneca untuk para pekerja sektor industri.
”Setelah mengumpulkan semua data pekerja dan keluarganya yang bisa divaksin booster, kami akan memilah mana yang sudah siap divaksin menurut e-ticket di Peduli Lindungi, dan kami sampaikan ke Kemenkes agar bisa langsung didistribusikan ke perusahaan masing-masing,” kata Ignatius.
Targetnya, pada periode Januari-Juni 2022, minimal 50 persen jumlah pekerja industri yang telah divaksinasi lengkap akan menerima vaksin booster. Sementara pada periode Juli-Desember 2022, 100 persen pekerja di sektor industri yang telah divaksinasi lengkap akan menerima vaksin booster.
”Satu minggu ke depan ini, targetnya kita sudah bisa memvaksin 1 juta pekerja dan keluarganya di seluruh sektor industri,” katanya.