Setelah dua tahun berbisnis di tengah pandemi Covid-19, dunia usaha mulai beradaptasi dengan ketidakpastian. Model transaksi bisnis disesuaikan, protokol kesehatan diperketat, dan vaksinasi pekerja digencarkan.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA, agnes theodora
·6 menit baca
Baru saja pulih dari dampak gelombang kedua Covid-19 medio tahun lalu, kondisi perekonomian di awal tahun ini terancam kembali melambat akibat merebaknya virus varian Omicron. Dunia usaha pun kembali berjaga-jaga menghadapi potensi gelombang ketiga. Setelah dua tahun berbisnis di tengah pandemi, mereka mulai beradaptasi dengan ketidakpastian.
Memasuki awal tahun ini, kinerja berbagai sektor menunjukkan laju pemulihan dunia usaha. Industri pengolahan, yang berkontribusi paling besar terhadap perekonomian nasional tumbuh 4,92 persen secara tahunan pada triwulan IV-2021. Sinyal pemulihan juga tampak dari sektor perdagangan yang tumbuh 5,56 persen pada triwulan IV-2021.
Sektor pariwisata, yang selama dua tahun terakhir ini paling terdampak pandemi, juga menunjukkan perbaikan signifikan. Hal itu tampak dari kinerja positif sektor penyediaan akomodasi dan makan-minum yang tumbuh 4,95 persen pada triwulan IV-2021, serta sektor transportasi dan pergudangan yang tumbuh 7,93 persen pada periode yang sama.
Walakin, baru saja pulih dari dampak gelombang kedua pandemi pertengahan tahun lalu, dunia usaha dan industri kembali diuji dengan pesatnya lonjakan penularan varian Omicron dalam beberapa pekan terakhir ini.
Di sektor manufaktur alas kaki, dampak Omicron mulai terasa di pasar domestik. Sejak akhir pekan lalu, omzet penjualan sepatu dan sandal di ritel dan pusat perbelanjaan turun 40 persen. Anjloknya penjualan itu pun mulai berdampak ke industri alas kaki.
”Bulan-bulan ini seharusnya banjir order produksi untuk Lebaran. Namun, karena Omicron, sebagian pembeli mulai mengurangi order, ada juga yang membatalkan. Kalau (pasar) hilang, bisa jadi beban, karena stok tidak bisa dijual, sementara kita sudah investasi di bahan baku dan produksi,” kata Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia Firman Bakrie, Sabtu (12/2/2022).
Industri pun memutar akal untuk beradaptasi dengan ketidakpastian pandemi. Firman mengatakan, belajar dari pengalaman sebelumnya, di mana pesanan bisa tiba-tiba dibatalkan dan tidak dibayar, perusahaan kini mempercepat tempo pembayaran pesanan.
Untuk beberapa situasi tertentu, order harus dilunasi secara tunai sejak awal. Dengan demikian, ketika terjadi guncangan seperti sekarang, industri tidak harus merugi terlalu besar.
Bulan-bulan ini seharusnya banjir order produksi untuk Lebaran. Tapi, karena Omicron, sebagian pembeli mulai mengurangi order, ada juga yang membatalkan.
”Merek yang orderannya kecil, atau yang track record-nya buruk, biasanya harus bayar tunai untuk mengurangi risiko industri. Untuk merek besar atau yang berkomitmen tinggi, kami masih minta (membayar bertahap) dengan jangka waktu yang dipercepat,” ujar Firman.
Model pembayaran seperti itu dibuat untuk menjamin produksi tidak terhambat dan kepastian upah pekerja tetap terjaga. Berkaca pada gelombang kedua Delta, tahun lalu, ketidakpastian upah membuat buruh di sejumlah sektor terpaksa tetap bekerja meski sedang bergejala karena takut tidak diupah.
”Dengan begini, pembeli berkomitmen, pengusaha juga komitmen, dan pekerja mendapatkan hasil komitmen itu dalam bentuk upahnya tetap aman, termasuk kalau mereka positif (Covid-19) dan tidak boleh bekerja pun tidak usah takut (tidak dibayar),” ujar Firman.
Lebih siap
Menurut Firman, setelah melewati dua gelombang Covid-19 sebelumnya, dunia usaha menjadi lebih siap menghadapi Omicron. Kali ini, hampir semua pekerja industri sudah divaksinasi. Perusahaan juga punya prosedur standar untuk melakukan telusur, tes, dan tindak lanjut (3T). ”Industri mulai terbiasa dengan naik turun pandemi,” ucap Firman.
Saat ini, industri berorientasi ekspor dan domestik masih beroperasi 100 persen sesuai dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri terbaru. Instruksi itu mengatur, industri yang memiliki izin operasional dan mobilitas kegiatan industri (IOMKI) dan beroperasi penuh wajib sudah memvaksinasi 75 persen pekerjanya hingga dosis kedua.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia Redma Gita Wirawasta mengatakan, penyebaran Omicron membuat industri tekstil waspada. Namun, pihaknya optimistis operasional akan berjalan tanpa gangguan.
Selain sudah ada pengalaman, pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level 1-3 sejauh ini juga masih memungkinkan aktivitas domestik dan ekspor. Apalagi, kali ini hampir 100 persen pekerja sudah mendapat dua dosis vaksin dan sedang menanti vaksin penguat (booster).
Untuk menjaga tren positif pertumbuhan industri tekstil, protokol kesehatan pun diperketat di lingkungan pabrik guna menekan potensi penyebaran Omicron tanpa mengurangi produktivitas. ”Termasuk dengan (aplikasi) Peduli Lindungi. Terus dipantau. Apabila (pekerja) sudah ada gejala, jangan masuk dulu ke pabrik agar tidak menyebar ke yang lain,” ujar Redma.
Di sektor pariwisata yang saat ini mulai merasakan dampak dari lonjakan Omicron, penguatan protokol kesehatan dan suntikan booster juga dilakukan. ”Kami mengantisipasi dengan memprioritaskan (vaksin) booster untuk staf. Selain gejala lebih ringan, dengan booster, kemungkinan sembuh lebih besar,” ujar Wakil Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jawa Tengah Benk Mintosih.
Lonjakan Omicron, menurut Wakil Ketua Bidang Ekonomi dan Perbankan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jateng Dedi Mulyadi, menunjukkan bahwa Covid-19 belum sepenuhnya melandai. Protokol kesehatan pun mesti diperkuat agar tidak menghambat perekonomian yang mulai tumbuh positif. ”Jangan sampai jadi kluster, terutama padat karya. Kalau satu kena, yang lain mesti diperiksa. Bisa repot,” ujarnya.
Ia berharap apa yang terjadi pada gelombang Covid-19 sebelumnya tak terulang. ”Semoga tidak, kan, sudah ada pengalaman. Jangan sampai ada yang dirumahkan, di-PHK, dan pembayaran yang tertunda. Tidak hanya pekerja, tetapi semua bisa terdampak,” ucapnya.
Kalaupun ada perubahan sistem kerja, tidak boleh ada pengurangan upah.
Sementara itu, menurut Ketua Umum Federasi Serikat Buruh Persatuan Indonesia Dian Septi Trisnanti, sampai saat ini pekerja di sektor padat karya secara umum masih bekerja 100 persen di pabrik tanpa sistem sif atau giliran kerja. Sistem kerja yang masih berlaku normal membuat pekerja rentan terjangkit Omicron karena harus berkumpul di satu waktu yang sama.
Dampak kasus Covid-19 varian Omicron bagi buruh, antara lain kehilangan pemasukan jika harus mengajukan izin sakit dan tidak bekerja. ”Perusahaan harus menerapkan protokol kesehatan ketat, juga tes PCR yang masif dan gratis bagi pekerja untuk tracing lebih cepat. Kalaupun ada perubahan sistem kerja, tidak boleh ada pengurangan upah,” katanya.
Perkuat bansos
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal memperkirakan, lonjakan Omicron akan sedikit berdampak pada iklim usaha dan melambatkan laju pertumbuhan ekonomi meski tidak sampai terkontraksi. ”Masyarakat sampai pelaku usaha sudah bisa beradaptasi dengan Covid-19. Konsumsi tidak langsung berhenti karena dialihkan ke belanja daring. Sebagian sektor juga tidak langsung berhenti dan dilarang beroperasi,” ujarnya.
Kendati demikian, Faisal mengingatkan dampak buruk gelombang ketiga pada kondisi sosial-ekonomi masyarakat. Guncangan gelombang ketiga Covid-19 dapat berdampak buruk pada masyarakat menengah-bawah yang rentan jatuh miskin.
Oleh karena itu, perlu penguatan program perlindungan sosial, setidaknya untuk triwulan I-2022. Bantuan sosial dan stimulus bagi usaha mikro-kecil lebih penting dibandingkan dengan perpanjangan insentif untuk kalangan menengah-atas, seperti diskon PPnBM otomotif dan PPN properti.
”Kebijakan gas dan rem sudah cukup baik dengan kembali diterapkannya PPKM. Tetapi, apakah pemerintah sudah mengantisipasi orang- orang yang akan kehilangan pendapatan akibat berkurangnya mobilitas dan belanja?” katanya.