RI berupaya mengatasi kenaikan harga CPO dan kedelai dunia. Kementerian Perdagangan mengawal realisasi kebijakan DMO dan olein, sementara Kementerian Pertanian akan mengembangkan 650.000 hektar lahan kedelai pada 2022.
Oleh
Hendriyo Widi
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Para eksportir tengah mencicil pemenuhan kewajiban memasok kebutuhan pasar domestik atau domestic market obligation minyak kelapa sawit mentah dan olein. Kondisi ini ditambah dengan masyarakat yang berbelanja minyak goreng secara berlebihan sehingga membuat pasokan minyak goreng di dalam negeri tersendat.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Oke Nurwan mengatakan, hingga pekan lalu, Kemendag telah mendapatkan komitmen domestic market obligation (DMO) minyak kelapa sawit mentah (CPO) dan olein dari sejumlah eksportir sebanyak 180.000 ton. Dari jumlah itu, DMO CPO baru terpenuhi 120.000 ton dan olein 60.000 ton.
Namun, dari total komitmen DMO itu, baru sekitar 120.000 ton CPO dan olein yang digulirkan untuk memasok bahan baku pabrik-pabrik minyak goreng. Sementara sisanya, sekitar 60.000 ton, merupakan cicilan sejumlah eksportir agar dapat memenuhi syarat DMO CPO dan olein sebesar 20 persen dari total volume ekspor setiap eksportir.
”Eksportir yang masih mencicil syarat DMO itu kebanyakan para trader atau pedagang yang tidak terintegrasi dengan industri sawit. Mereka tengah berupaya memenuhi syarat DMO dengan cara mencicilnya secara bertahap,” kata Oke ketika dihubungi di Jakarta, Minggu (13/2/2022).
Eksportir yang masih mencicil syarat DMO itu kebanyakan para trader atau pedagang yang tidak terintegrasi dengan industri sawit.
Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) memperkirakan kebutuhan CPO untuk minyak goreng di dalam negeri pada tahun ini mencapai 4,8 juta ton. Sejak Kemendag menggulirkan kebijakan DMO pada 27 Januari 2022, realisasi DMO CPO dan olein baru 120.000 ton.
Menurut Oke, tersendatnya produksi minyak goreng tersebut tidak hanya karena pasokan bahan baku masih seret. Hal itu juga disebabkan oleh panic buying atau pembelian minyak goreng secara berlebihan oleh masyarakat lantaran harganya murah.
Mereka mengincar minyak goreng kemasan sederhana dan premium di jaringan ritel modern yang harganya telah disesuaikan dengan harga eceran tertinggi (HET) baru. HET minyak goreng kemasan sederhana Rp 13.500 per liter dan minyak goreng kemasan premium Rp 14.000 per liter.
Untuk mengantisipasi hal itu, lanjut Oke, Kemendag bekerja sama dengan perusahaan swasta dan milik negara menggelar operasi pasar minyak goreng curah di pasar-pasar tradisional secara berkala. Hal itu juga dalam rangka menurunkan harga minyak goreng curah di pasar tradisional yang masih relatif tinggi.
”Bersama ID Food (Holding BUMN Kluster Pangan), misalnya, kami sudah menggelontorkan 69,5 ton minyak goreng curah di sejumlah pasar di DKI Jakarta dan Jawa Barat,” ujarnya.
Pekan lalu, GIMNI menyatakan, belum lancarnya pasokan minyak goreng untuk memenuhi kebutuhan masyarakat salah satunya disebabkan oleh tersendatnya produksi sejumlah pabrik minyak goreng yang tidak terintegrasi dengan industri perkebunan kelapa sawit. Tingginya harga CPO membuat mereka kekurangan pasokan.
Direktur Eksekutif GIMNI Sahat Sinaga mengatakan, tingginya harga CPO internasional, yaitu sekitar Rp 15.000 per kilogram (kg), membuat 10 pabrik minyak goreng yang tidak terintegrasi dengan industri perkebunan sawit tak dapat berproses atau produksinya tersendat. Empat pabrik itu berlokasi di Sumatera dan enam di Jawa.
Empat dari 10 pabrik itu adalah anggota GIMNI dan tiga anggota Asosiasi Industri Minyak Makan Indonesia (AIMMI). ”(Mereka tak bisa berproses) karena tidak ada CPO yang bisa dibeli di harga Rp 9.300 per kg (harga patokan DMO). Mereka kelabakan mencari ke mana-mana dan tak punya solusi,” ujar Sahat (Kompas, 12/2/2022).
Selain menghadapi kenaikan harga minyak goreng yang merupakan imbas kenaikan harga CPO dunia, Indonesia juga tengah mengantisipasi imbas kenaikan harga kedelai dunia. Harga kedelai dalam bursa berjangka Chicago Board of Trade (CBOT) pada pekan pertama Februari 2022 mencapai 15,77 dollar AS per gantang sehingga harga kedelai di tingkat importir Indonesia tembus Rp 11.240 per kg.
Selain memprioritaskan menjaga ketersediaan stok kedelai impor, pemerintah juga tengah mengembangkan budidaya kedelai lokal. Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) mencatat, kebutuhan kedelai perajin tahu dan tempe per tahun sekitar 3 juta ton. Dari jumlah itu, sekitar 80 persen merupakan kedelai impor dan sisanya kedelai lokal.
Saat berkunjung ke Kabupaten Blora, Jawa Tengah, Jumat (11/2/2022), Direktur Aneka Kacang dan Umbi Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian (Kementan) Yuris Tiyanto mengatakan, Kementan akan mengembangkan 650.000 hektar lahan kedelai lokal di sejumlah daerah di Indonesia pada tahun ini. Dari total luasan itu, lahan kedelai yang akan dikembangkan di Jawa Tengah mencapai 110.000 hektar.
”Peningkatan budidaya kedelai lokal ini dalam rangka mengurangi ketergantungan Indonesia dari kedelai impor,” ujarnya melalui siaran pers Pemerintah Kabupaten Blora.
Kementerian Pertanian akan mengembangkan 650.000 hektar lahan kedelai lokal di sejumlah daerah di Indonesia pada tahun ini. Dari total luasan itu, lahan kedelai yang akan dikembangkan di Jawa Tengah seluas 110.000 hektar.
Menurut Yuris, dari target luasan 650.000 hektar, pemerintah pusat akan membantu pembiayaan pengembangan lahan seluas 50.000 hektar. Sementara untuk sisanya, 60.000 hektar, dana berasal dari program pendampingan kredit usaha rakyat (KUR) perbankan.
Penanaman kedelai itu tidak perlu membuka lahan baru lantaran bisa dilakukan juga dengan sistem tumpang sari. Untuk penyediaan benih dan kepastian pasar, Kementan akan melibatkan perusahaan mitra dalam program itu.
”Kami juga berharap, Badan Usaha Milik Petani (BUMP) Blora dapat menjadi offtaker sekaligus pengelola sistem resi gudang kedelai,” kata Yuris.
Kepala Dinas Pangan, Pertanian, Peternakan, dan Perikanan Kabupaten Blora Gundala Wijasena menyampaikan, lahan kedelai di Blora pada 2021 mencapai 3.325,5 hektar. Lahan tersebut tersebar di delapan kecamatan, yaitu Jati, Randublatung, Tunjungan, Japah, Ngawen, Blora, Bogorejo, dan Kunduran. ”Pada tahun lalu, produksi kedelai di Blora mencapai 5.229,43 ton,” kata Gundala.