Kerja Sama dengan Perguruan Tinggi untuk Perkuat Struktur Ekonomi Mikro
Struktur ekonomi Indonesia didominasi oleh usaha mikro. Saat ini, usaha mikro beromzet variatif sebesar Rp 2 miliar per tahun mencapai 99,6 persen.
DEPOK, KOMPAS – Struktur ekonomi Indonesia didominasi oleh usaha mikro. Saat ini, usaha mikro beromzet variatif sebesar Rp 2 miliar per tahun mencapai 99,6 persen. Dengan dominasi usaha mikro ini, Indonesia perlu memperkuat struktur ekonomi usaha kecil dan menengah. Model kerja sama lewat pelibatan pergutuan tinggi menjadi salah satu cara memperkuat struktur tersebut.
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki dalam penandatanganan nota kesepahaman (MOU) bertajuk “Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat” antara Kementerian Koperasi dan UKM dan lima perguruan tinggi, di Depok, Jawa Barat, Rabu (19/1/2022), menegaskan, “Kita perlu mencetak wirausaha muda yang berbasis pendidikan tinggi untuk melahirkan wirausaha tangguh. Kita perlu mengubah pola-pola pendampingan konvensional dengan model inkubasi.”
Adapun lima perguruan tinggi yang dilibatkan dalam membangun inkubasi adalah Universitas Indonesia, Universitas Sumatera Utara, Universitas Andalas, Universitas Sam Ratulangi, dan Universitas Lambung Mangkurat. Penandatanganan MOU dilakukan secara langsung oleh Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM Arif Rahman Hakim dan Rektor UI Ari Kuncoro. Adapun Rektor Universitas Sumatera Utara Muryanto Amin, Rektor Universitas Andalas Juliandri, Wakil Rektor IV Bidang Perencanaan, Penganggaran dan Kerjasama Universitas Sam Ratulangi Sangkertadi, dan Wakil Rektor II Bidang Umum dan Keuangan Universitas Lambung Mangkurat Ahmad Syamsu Hidayat menandatangani secara virtual.
Kerja sama pemerintah dengan perguruan tinggi dinilai sangat diperlukan untuk menyiapkan wirausaha-wirausaha muda yang berpendidikan tinggi. Dalam persaingan ekonomi global, Indonesia memerlukan wirausaha-wirausaha masa depan yang siap tarung atau berkompetisi.
Menurut Teten, di pasar dalam negeri, penetrasi produk-produk luar lewat e-dagang sudah luar biasa. Kalau produk-produk UMKM Indonesia tidak memiliki daya saing dan inovasinya rendah, dipastikan akan kalah bersaing. Inkubasi harus diseleksi dengan ketat karena nantinya akan diperoleh model-model bisnis yang inovatif dan produk unggul.
Baca juga: Usaha Kecil dan Menengah Didorong Masuk Rantai Pasok Industri
“UMKM (di Indonesia) masih berkutat urusan kripik, dodol, dan akik. Kita harus sudah melirik unggulan domestik masing-masing daerah. Kita juga perlu mendorong UMKM yang mempunyai skala ekonomi sehingga perlu dipersiapkan rantai pasoknya,” ujar Teten.
Dalam inkubasi, imbuh Teten, juga harus terkoneksi dengan pembiayaan dan pasar. Ibaratnya, UMKM selain dierami dan ditetaskan, serta dibesarkan, tentu perlu dipasarkan. Belanja pemerintah saat ini sudah ditetapkan kewajiban untuk menyerap produk UMKM sebesar 40 persen. Tahun ini, kira-kira belanja pemerintah untuk produk UMKM mencapai Rp 440 triliun.
Menurut Teten, ada 65 juta pelaku UMKM di Indonesia. Tetapi, persentase kewirausahaan Indonesia masih 3,47 persen. Target rencana pembangunan jangka menengah mengisyaratkan pencapaian 3,95 persen pada tahun 2024.
Padahal, lanjut Teten, tahun 2045 Indonesia diprediksi menjadi negara maju oleh lembaga multilateral dunia. Sementara, negara maju rata-rata memiliki 10-14 persen persentase kewirausahaannya.
Rektor UI Ari Kuncoro menambahkan, dalam kaitan kerja sama ini, UI sangat mendukung pengembangan UMKM. Inkubator bisnis bertujuan untuk menginkubasi perusahaan pemula (start up) yang telah terpilih melalui tahapan seleksi agar dapat berkembang dan bersaing dengan baik sesuai entitas bisnisnya.
“Pola ini dikenal sebagai ‘angsa terbang’, ada peserta yang masuk dan sudah ada sebelumnya, lalu bersama-sama terbang seperti gerombolan angsa yang bermigrasi antara musim dingin dan panas,” ucap Ari.
Sejak berdiri tahun 2015, inkubasi UI telah memfasilitasi pendirian 129 start up di berbagai bidang dengan kategori meliputi perusahaan internet of things, kesehatan, dan teknologi finansial. Bahkan, bidang yang sering luput diperhatikan publik, seperti perikanan, busana tradisional, dan kuliner.
Baca juga: Pedagang Kecil Perlu Mengenal Ekosistem Digital
Sementara itu, Juliandri mengatakan, setiap perguruan tinggi didorong untuk mengembangkan merdeka belajar dan kampus merdeka. Di Universitas Andalas, pengembangan koperasi termasuk UMKM telah dilakukan. Inkubasi usaha telah dilakukan terhadap 30 pelaku UMKM yang berbasis sawit, 31 start up berbasis teknologi, empat industri kecil berbasis bahan baku alam, termasuk badan usaha milik desa, kemitraan industri, serta 300 pengembangan UMKM berbasis dana sosial dan transfer teknologi.
Dampak dari kerjasama ini, bagi Sangkertadi, tentu akan memberikan implikasi positif bagi perkembangan sektor usaha, khususnya UMKM di Sulawesi Utara termasuk pengembangan kewirausahaan mahasiswa Universitas Sam Ratulangi.
Ahmad Syamsu mengatakan, “Kerja sama ini mudah-mudahan bisa berkontribusi dalam pengembangan perkoperasian dan UMKM. Di sisi lain, kami memiliki kewajiban menghasilkan wirausaha baru. Dengan inkubator bisnis dan teknologi yang mengembangkan produk-produk lokal di Kalimantan, mudah-mudahan saja bisa berkontribusi pada pengembangan UMKM secara umum.”
Muryanto Amin menambahkan, saat ini transformasi di perguruan tinggi bukan hanya pengajaran dan riset, tetapi juga mampu menjadi inkubator. Perguruan tinggi harus melibatkan dosen dan mahasiswa untuk berkontribusi kepada masyarakat.
Baca juga: Menteri BUMN: UMKM Jangan Sampai Dibiarkan Pailit