Usaha Kecil-Menengah Didorong Masuk Rantai Pasok Industri
Kemitraan strategis antara pelaku IKM dean investor besar perlu terus didorong untuk menjadikan IKM lebih produktif dan berdaya saing.
Oleh
Agnes Theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Industri kecil dan menengah sebagai tulang punggung perekonomian nasional belum berkontribusi signifikan dalam rantai pasok industri manufaktur dalam negeri. Kemitraan strategis antara pelaku IKM dan investor besar perlu terus didorong untuk menjadikan IKM lebih produktif dan berdaya saing.
Kolaborasi antara investor besar asing dan dalam negeri dengan pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) dan industri kecil menengah (IKM) merupakan mandat dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Cipta Kerja.
Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal Kementerian Investasi Imam Soejoedi, Senin (6/9/2021), mengatakan, per tahun 2020, nilai investasi dari program kemitraan perusahaan besar dengan UMKM dan IKM mencapai Rp 1,5 triliun.
Pada tahun ini, ada 93 perusahaan asing dan dalam negeri yang menyampaikan komitmen untuk bermitra dengan UMKM dan IKM setempat. Kemitraan tersebut bersifat sukarela. ”Potensi nilai investasinya antara Rp 1 triliun dan Rp 3 triliun. Masih potensi karena baru tahap penyampaian komitmen dari investor-investor besar itu,” kata Imam saat dihubungi.
Ia mengatakan, ada dua jenis kemitraan investasi antara investor besar dan usaha kecil menengah, yakni yang bersifat sukarela dan wajib. Kemitraan yang bersifat wajib berlaku untuk investor yang sudah mendapatkan beragam fasilitas dan insentif dari pemerintah.
Misalnya, investor yang menanamkan modal di kawasan ekonomi khusus (KEK). Saat ini, pemerintah sedang menyiapkan fasilitas tax holiday atau pembebasan pajak penghasilan badan dalam periode tertentu bagi para investor di KEK Kendal, Jawa Tengah. KEK Kendal merupakan kawasan pertama yang mencanangkan kemitraan para investor dengan UMKM dan IKM.
Bentuk kerja sama di KEK Kendal itu antara lain perekrutan tenaga kerja lokal, pelibatan UMKM dalam pembuatan seragam perusahaan, serta menjadikan bahan sisa produksi untuk kembali diolah UMKM dan IKM tertentu menjadi produk alat pertanian atau bahan pembuatan kompor.
”Kalau yang sukarela, pemerintah yang akan meminta perusahaan terkait untuk memberi daftar jenis pekerjaan atau proyek apa saja dalam rantai pasok (supply chain) mereka yang bisa dikerjasamakan dengan UMKM dan IKM. Jangan sampai seluruh rantai pasok dipegang pengusaha di pusat (Jakarta),” kata Imam.
Bentuk kerja sama kemitraan dengan UMKM yang didorong beragam, dari yang sifatnya sederhana sampai lebih kompleks. Misalnya, jasa keamanan (security) perusahaan, penyediaan sejumlah bahan baku dan bahan penolong, atau jasa konsumsi (catering) bagi pekerja di perusahaan terkait.
Pemerintah pusat dan daerah kini sedang mengidentifikasi perusahaan UMKM di tiap daerah yang dapat memenuhi standar rantai pasok para investor besar yang baru menanamkan modalnya. Hasil pemetaan itu akan disodorkan kepada para investor besar untuk diajak bermitra dan berkolaborasi. Seiring dengan hal itu, upaya peningkatan daya saing IKM juga terus dilakukan.
”Kami meminta UMKM dilibatkan dalam jenis pekerjaan yang bersifat sustainable dan kontinu. Memang ada beberapa jenis pekerjaan yang tidak bisa dikerjakan pengusaha lokal, itu tidak apa-apa. Tetapi, mereka (investor) harus memberi ruang dan kesempatan dulu kepada UMKM dan IKM. Jangan sampai belum apa-apa mereka sudah bilang tidak bisa,” ujarnya.
Menurut Data Badan Pusat Statistik, jumlah IKM mencapai 4,41 juta unit usaha, menyerap tenaga kerja sebanyak 15,64 juta orang. IKM mampu berkontribusi terhadap pertumbuhan industri non-migas sebesar 21,22 persen dengan sektor yang paling dominan adalah makanan dan minuman (mamin), mode, dan kerajinan.
Daya saing
Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Dody Widodo mengatakan, untuk menyiapkan IKM sebagai mitra investor besar dan bagian dari rantai pasok industri, berbagai program pemberdayaan telah diinisiasi. Peningkatan daya saing IKM merupakan salah satu program prioritas pemerintah di masa pandemi.
Hal itu juga sejalan dengan kebijakan pemerintah menggalakkan substitusi impor serta kebijakan program peningkatan penguatan produk dalam negeri (P3DN). ”Berbagai program pemberdayaan, pembinaan, dan pendampingan terus kami inisiasi agar IKM mampu menjadi bagian dari rantai pasok industri dalam negeri dan global,” kata Dody.
Pemerintah menaikkan anggaran penanganan Covid-19 pada tahun 2021 menjadi Rp 744,75 triliun. Sebanyak Rp 161,2 triliun di antaranya dialokasikan untuk program dukungan bagi UMKM dan korporasi.
Ia mengatakan, bentuk kemitraan antara IKM dan investor besar tidak hanya terbatas pada kerja sama swasta, tapi juga dengan BUMN. Salah satunya lewat penandatanganan nota kesepahaman bersama Menteri BUMN Erick Thohir serta Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengenai kemitraan koperasi, UMKM, dan IKM dalam rantai pasok BUMN, awal pekan ini.
”Ini juga sekaligus menunjukkan bahwa IKM mulai mampu memenuhi persyaratan dan spesifikasi tinggi yang dibutuhkan BUMN dalam rantai pasok mereka,” kata Dody.