JAKARTA, KOMPAS – Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi atau SKK Migas berusaha untuk terus memperbaiki iklim investasi sektor hulu migas dalam negeri. Tujuannya agar investor berskala besar tertarik berinvestasi di Indonesia. Situasi global yang tak menentu akibat pandemi Covid-19 diperkirakan mempersulit usaha tersebut.
Dalam paparan kinerja SKK Migas 2021, Senin (18/1/2022), Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan, kondisi hulu migas Indonesia masih dipengaruhi faktor pandemi yang menyebabkan sejumlah target produksi tidak tercapai. Target produksi siap jual (lifting) minyak 2021 sebanyak 705.000 barel per hari, terealisasi 93,7 persen atau 660.000 barel per hari. Adapun target lifting gas bumi sebanyak 5.638 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD) terealisasi 97,6 persen atau 5.501 MMSCFD.
Dwi menyebutkan, pandemi menyebabkan sejumlah kegiatan proyek hulu migas tertunda, seperti pengeboran dan workover (kerja ulang sumur) yang menyebabkan kehilangan produksi minyak sebanyak 20.400 barel per hari. Begitu pula dengan unplanned shutdown (penutupan sumur minyak tanpa terencana) menyebabkan kehilangan produksi hingga 9.100 barel per hari. Hal yang sama terjadi pada lapangan-lapangan gas.
Kendati demikian, menurut Dwi, pemerintah menegaskan bahwa target lifting minyak 1 juta barel per hari dan gas bumi 15 miliar standar kaki kubik per hari pada 2030 tidak berubah. Pemerintah berupaya untuk memaksimalkan potensi lapangan-lapangan yang ada sembari terus memperbaiki iklim investasi. ”Tidak ada kata mundur untuk mencapai target itu,” ucapnya.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Tutuka Ariadji, Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto, dan Senior Manager Petronas Carigali Indonesia Ferry Sarjana mengunjungi booth exhibition yang berada di area Forum Kapasitas Nasional 2021, Kamis (21/10/2021), di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta.
Deputi Perencanaan SKK Migas Benny Lubiantara menambahkan, dari sisi investasi, pihaknya mengincar investor besar hulu migas dari Timur Tengah atau Amerika Latin. Oleh karena itu, perbaikan iklim investasi di sektor fiskal dan nonfiskal menjadi syarat. Contoh insentif fiskal yang bakal diberikan berupa keringanan pajak penghasilan.
Berdasarkan data SKK Migas, realisasi investasi hulu migas pada 2021 adalah 10,7 miliar dollar AS atau naik dibandingkan realisasi pada 2020 yang sebesar 10,5 miliar dollar AS. Tahun ini, SKK Migas menargetkan investasi hulu migas sebesar 13,2 miliar dollar AS di mana porsi terbesar untuk belanja kegiatan produksi sebesar 8,4 miliar dollar AS.
Investor selektif
Dihubungi secara terpisah, Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas Bumi (Aspermigas) Moshe Rizal mengatakan, pandemi menyebabkan situasi hulu migas global tidak menentu. Para investor memilih menahan investasi sembari menunggu kepastian atas situasi tersebut. Di sisi lain, ada tekanan bagi perusahaan hulu migas terhadap isu-isu lingkungan dan perubahan iklim.
Baca Juga :Beralih ke Energi Bersih, Investasi Hulu Migas Dikhawatirkan Merosot
”Akibatnya, investor migas memperketat portofolio investasi mereka. Dengan kata lain, mereka sekarang sangat selektif menaruh investasi migas. Mana negara yang jadi prioritas investasi migas dan mana negara yang mesti dikesampingkan,” ujar Moshe.
Menurut dia, sejak 10 tahun lalu, kebanyakan investor migas menilai kondisi Indonesia kurang menarik, baik dari sisi iklim investasi maupun pengembalian investasi. Pandemi Covid-19 menjadi faktor tambahan yang kian memperburuk situasi. Sementara pada saat bersamaan, konsumsi migas, baik secara global maupun di Indonesia, masih cenderung naik.
”Fluktuasi harga migas di pasar internasional juga amat memengaruhi investasi. Kami berharap, harga minyak, khususnya, bisa kembali stabil di 60-70 dollar AS per barel. Hal ini, kan, dipengaruhi situasi dunia. Tetapi untuk situasi dalam negeri, kami harap Pemerintah Indonesia punya gebrakan kebijakan untuk memperbaiki iklim investasi,” tutur Moshe.
Baca juga :Pelaku Industri Berharap pada Undang-Undang Migas