Lewati Tahun Suram, Peternak Berharap Langkah Konkret Pemerintah
Tahun 2021 dinilai sebagai tahun suram oleh peternak unggas nasional. Harga jual anjlok saat ongkos produksi cenderung naik. Mereka berharap pemerintah mencari solusi konkret atas problem menahun tersebut.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Persoalan tingginya harga jagung sebagai bahan baku utama pakan ternak masih mendera peternak ayam pada 2021 yang dianggap sebagai tahun suram. Mereka berharap langkah konkret pemerintah dalam melindungi peternak, termasuk menjaga keseimbangan harga, agar mereka tidak terus merugi.
Situasi yang tidak menentu akibat jatuhnya harga telur dan tingginya harga pakan berulang dirasakan peternak yang terjadi sejak April 2021. Puncaknya terjadi pada September-Oktober 2021. Saat itu, harga telur di kandang Rp 15.000-Rp 16.000 per kg, sementara harga telur di pasar hanya Rp 19.000-Rp 20.000 per kg.
Padahal, ongkos produksi mencapai Rp 20.000 per kg, sementara harga acuannya, menurut Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 7 Tahun 2020, Rp 19.000 per kg untuk batas bawah dan Rp 21.000 per kg untuk batas atas. Sementara harga jagung di tingkat peternak mencapai lebih dari Rp 6.000 per kg meski acuannya Rp 3.150 per kg di produsen dan Rp 4.500 per kg di konsumen.
Peternak ayam dari Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Banten, dan Lampung bahkan berunjuk rasa di sejumlah lokasi di Jakarta, 11 Oktober 2021. Mereka protes karena harga jual ayam hidup dan telur ayam anjlok, sementara ongkos produksi naik. Problem serupa berulang sejak beberapa tahun sebelumnya.
Berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional, harga telur ayam ras di pasar tercatat anjlok pada 21-22 Oktober 2021. Titik terendah terjadi di DKI Jakarta, yakni Rp 18.600 per kg. Sementara di Jawa Tengah Rp 17.750 per kg dan di Jawa Timur Rp 17.450 per kg.
”Pada tahun 2021, dunia perunggasan suram. Beberapa peternak yang (skala usahanya) kecil-kecil kolaps, sedangkan yang lainnya terpaksa mengurangi populasi hingga 20 persen. Harga telur jatuh, sedangkan pakan mahal. Kami butuh perlindungan,” kata Ketua Koperasi Peternak Unggas Sejahtera Kendal, Jawa Tengah, Suwardi saat dihubungi, Kamis (6/1/2022).
Pada akhir 2021, peternak akhirnya memang bisa menikmati harga tinggi seiring permintaan yang meningkat pada masa libur Natal 2021 dan Tahun Baru 2022. Menurut Suwardi, harga telur di peternak memang sempat mencapai Rp 28.000 per kg, tetapi hanya bertahan sekitar empat hari karena sekadar momentum.
Menurut Suwardi, pihaknya belum bisa betul-betul menikmati kenaikan harga karena harga jagung masih relatif tinggi. Padahal, 70-80 persen biaya produksi ada pada pakan. Pada 2021, harga jagung sempat mencapai Rp 6.200 per kg dan kini turun menjadi Rp 5.400 per kg, tetapi tetap di atas harga acuan, yakni Rp 4.500 per kg.
Menurut dia, peternakan merupakan salah satu pencipta lapangan kerja. ”Maka, selanjutnya kami membutuhkan perlindungan dan kehadiran pemerintah. Juga, keseimbangan harga. Harga acuan dari Kementerian Perdagangan perlu dievaluasi karena sudah tak relevan,” ujarnya.
Pemilik peternakan Arya Agro Wijaya di Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, Andri Wijaya, menyebutkan, masalah utama memang pada jagung. Saat pemerintah masih mengimpor jagung, menurut dia, harganya masih terkendali.
”Meski pemerintah ada harga acuan (jagung), harga di lapangan hampir Rp 6.000 per kg. Kami tidak bisa apa-apa. Kementerian Pertanian bilang katanya jagung ada, tetapi di lapangan nyatanya susah setengah mati,” kata Andri.
Menurut Andri, solusi paling mudah dan tepat saat ini ialah membuka keran impor jagung, semata-mata demi menstabilkan harga. ”Kalau harga telur murah, tetapi pakan murah, tak masalah. Jadi, masalah utamanya, bisa membuat harga jagung murah atau tidak?” ujar Andri.
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Nasrullah mengatakan, anjloknya harga telur pada 2021 tidak terlepas dari dampak pandemi Covid-19. Ketatnya pembatasan membuat konsumsi masyarakat berkurang.
”Pada waktu tersebut (ada kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat/PPKM), (di) hotel, restoran, katering, terjadi pembatasan sehingga konsumsi sangat turun saat itu,” kata Nasrullah.
Kementerian Pertanian selama ini mengakomodasi para peternak melalui Peraturan Menteri Pertanian Nomor 32 Tahun 2017 tentang Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi (Kompas, 28/7/2021).
Di hulu, upaya menyeimbangkan pasokan dan permintaan ditempuh melalui pengaturan impor bibit indukan (grand parent stock/GPS). Kementerian Pertanian juga mewajibkan perusahaan-perusahaan peternakan terintegrasi (integrator) melaporkan produksi DOC (bibit ayam) setiap bulan melalui sistem daring, termasuk distribusinya, sehingga pemerintah dapat memantaunya secara langsung.
Di hilir, pemerintah mendorong tumbuhnya usaha pascapanen, seperti pemotongan dan penyimpanan yang disertai dengan fasilitas rantai dingin. Harapannya, produk unggas dijual dalam bentuk beku, bukan ayam hidup atau daging ayam segar sehingga dapat berdampak pada kestabilan harga.
Pada Rabu (29/9/2021), Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan, stok jagung dalam negeri aman. Pemerintah bahkan menyebut ada potensi surplus 2,85 juta ton jagung pada akhir 2021. Terkait jeritan peternak ayam, Kementerian Pertanian berencana mendekatkan sentra produksi jagung dan peternak agar distribusi pakan lebih lancar.