BUMN Akan Perbaiki Kontrak Jangka Panjang Batubara
Untuk memperlancar pasokan batubara di dalam negeri, Kementerian BUMN akan memperbaiki kontrak jangka panjang dan mengurai hambatan logistik. Sementara itu, pemasok batubara mengusulkan reformulasi model bisnis batubara
Oleh
Hendriyo Widi
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Badan Usaha Milik Negara berkomitmen untuk memperlancar pasokan batubara di dalam negeri. Dua langkah utama akan ditempuh adalah memperbaiki kontrak jangka panjang dan mengurai hambatan logistik.
Komitmen tersebut merupakan hasil rapat koordinasi Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan Kementerian Perdagangan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Perhubungan, Kejaksaan Agung, dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Senin malam (3/1/2022).
Pertemuan antara kementerian dan lembaga tersebut dilakukan setelah Presiden Joko Widodo memberikan pengarahan terkait prioritas untuk mendahulukan pemenuhan kebutuhan energi dalam negeri sebelum mengekspornya.
Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan, Kementerian BUMN mendapat mandat dari Presiden Joko Widodo untuk merampungkan persoalan ketidakpastian kebutuhan energi, terutama batubara, di dalam negeri. Salah satu upaya yang akan dilakukan adalah memperbaiki kontrak jangka panjang kebutuhan batubara domestik.
”Kami juga akan memperbaiki sistem logistik dan infrastruktur untuk memastikan kebutuhan batubara dalam negeri terpenuhi,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, Selasa (4/1/2022).
Salah satu upaya yang akan dilakukan adalah memperbaiki kontrak jangka panjang kebutuhan batubara domestik.
Selain itu, Erick memastikan, program transisi energi fosil ke energi baru terbarukan (EBT) menuju ekonomi hijau tetap berjalan. Kementerian BUMN telah menyiapkan peta jalan pengembangan ekonomi hijau dan transisi energi tersebut.
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), kebutuhan batubara dalam negeri diperkirakan meningkat pada 2022 menjadi 190 juta ton. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan kuota kewajiban pemenuhan kebutuhan dalam negeri (DMO) batubara pada 2021 yang sebanyak 137,5 juta ton.
Target produksi batubara pada tahun ini juga lebih tinggi dibandingkan dengan tahun lalu. Produksi batubara pada 2022 ditargetkan berkisar 637 juta ton hingga 664 juta ton, di atas target 2021 yang sebanyak 625 juta ton.
Erick menuturkan, dalam rapat koordinasi itu juga terungkap, pasokan batubara pada November 2021 terganggu badai La Nina yang menerjang perairan Kalimantan. Faktor ini menyebabkan realisasi produksi batubara hingga awal Desember baru 560 juta ton atau sekitar 89,6 persen dari target.
”Penyerapan batubara dalam negeri hingga awal Desember 2021 juga baru 121,3 juta ton atau sekitar 88,2 persen dari target DMO,” tuturnya.
Dalam rapat bersama itu juga disepakati, Kementerian ESDM akan mengeluarkan perubahan DMO yang bisa ditinjau per bulan. Para produsen batubara yang tidak menepati kontrak akan dikenai penalti tinggi bahkan dicabut izinnya.
Bersama Kementerian Perdagangan, Kementerian BUMN juga akan mendukung pengembangan ekspor batubara dengan tetap memperhitungkan kebutuhan dalam negeri. Bersama Kementerian Perhubungan, Kementerian BUMN akan meningkatkan sinergi dengan pemangku kepentingan terkait untuk menangani logistik.
Sebelumnya, Kementerian ESDM melarang ekspor batubara pada 1-31 Januari 2021. Larangan ditujukan bagi pemegang izin usaha pertambangan (IUP) atau izin usaha pertambangan khusus (IUPK) tahap kegiatan operasi produksi, IUPK sebagai kelanjutan operasi kontrak/perjanjian, dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B).
Kebijakan itu ditempuh guna menjamin terpenuhinya kebutuhan batubara untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) grup PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dan produsen listrik independen (IPP) yang kekurangan pasokan.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pemasok Energi dan Batubara Indonesia (Aspebindo) Anggawira berharap agar komunikasi pemerintah dengan produsen atau pengusaha batubara untuk merampungkan persoalan itu bisa berjalan baik. Wadah komunikasi antara pengusaha batubara dan pemerintah diperlukan sehingga bisa duduk bersama menemukan titik temu.
Aspebindo berharap agar Kementerian ESDM bersama PLN mampu menjaga pasokan batubara dalam negeri. Caranya dengan menyesuaikan harga batubara acuan (HBA) dan harga patokan DMO batubara dengan harga internasional.
”Saya juga telah telah mendorong para anggota Aspebindo untuk memenuhi kebutuhan batubara di dalam negeri,” kata Anggawira melalui keterangan pers.
Setiap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah harus memperhatikan iklim bisnis dan skala usaha industri batubara. Selain itu, diperlukan juga reformulasi model usaha pertambangan batubara di masa mendatang.
Menurut Anggawira, setiap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah harus memperhatikan iklim bisnis dan skala usaha industri batubara. Selain itu, diperlukan juga reformulasi model usaha pertambangan batubara di masa mendatang.
Misalnya, pemerintah dan PLN bisa mereformulasi kontrak kerja sama tambang-tambang besar pemilik PKP2B yang akan habis masa berlakunya. Model bisnisnya mungkin bisa dijalankan dengan memberikan kuasa jual pada negara dan perusahaan tambang hanya sebagai kontraktornya.
Sekretaris Jenderal Aspebindo Muhammad Arif menambahkan, PLN juga dapat meningkatkan volume batubara melalui kontrak-kontrak jangka panjang yang sudah ada. Tentu saja dengan mengutamakan mitra-mitra PLN.