Sektor properti berkontribusi 13,6 persen terhadap PDB Indonesia pada tahun 2020 dan mampu menyerap 8,5 juta tenaga kerja. Namun, masih ada kendala di lapangan pada sektor ini.
Oleh
Mediana
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Insentif yang diberikan pemerintah di sektor properti selama masa pandemi Covid-19 dinilai telah membantu pengembang untuk bertahan dan melanjutkan usahanya. Aktivitas di sektor ini memberikan kontribusi 13,6 persen terhadap produk domestik bruto atau PDB pada tahun 2020 dan mampu menyerap 8,5 juta tenaga kerja. Namun, masih ada kendala dalam hal infrastruktur pendukung bisnis ini.
Presiden Joko Widodo dalam video sambutan pada acara Rapat Kerja Nasional Realestat Indonesia (REI) Tahun 2021, Senin (20/12/2021), di Jakarta, mengatakan, sektor properti merupakan salah satu sektor strategis bagi perekonomian Indonesia.
Selain berkontribusi 13,6 persen terhadap PDB Indonesia di 2020, sektor ini memiliki rantai pasok yang panjang. Ada 172 jenis bisnis yang terlibat di bisnis properti, seperti semen, cat, dan lantai, yang konten lokalnya tinggi.
”Ini artinya pulih dan bangkitnya industri properti akan membuka kembali kesempatan kerja di berbagai sektor industri, rantai pasoknya akan berkembang, dan mengakselerasi industri secara nasional,” kata Presiden Jokowi.
Presiden menambahkan, pemerintah telah mengeluarkan aneka kebijakan insentif di sektor properti. Tahun ini, misalnya, dalam konteks pemulihan ekonomi nasional, pemerintah memberikan Pajak Pertambahan Nilai yang Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) sebesar 100 persen untuk rumah dengan harga sampai Rp 2 miliar serta PPN DTP 50 persen untuk harga di atas Rp 2 miliar hingga Rp 5 miliar.
Pemerintah juga menaruh perhatian kepada masyarakat berpenghasilan rendah dengan berbagai bantuan, seperti subsidi selisih bunga, bantuan uang muka, dan pembebasan PPN untuk tipe rumah sangat sederhana.
Ada pula insentif untuk kepemilikan rumah nonsubsidi yang meliputi pelonggaran rasio pinjaman terhadap nilai (LTV) rumah yang dibeli, bunga kredit pemilikan rumah yang cenderung menurun, serta diskon yang diberikan pengembang.
Aktivitas di sektor ini memberikan kontribusi 13,6 persen terhadap produk domestik bruto pada tahun 2020 dan mampu menyerap 8,5 juta tenaga kerja.
”Kami berharap anggota REI memanfaatkan momentum itu (membaiknya sektor properti) untuk menggerakkan sektor konstruksi dan industri dalam negeri. Ciptakan lapangan kerja juga. Kami mendorong pemulihan bersama sektor properti,” ucap Presiden.
Masih ada kendala
Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) REI Paulus Totok Lusida mengakui, berbagai kebijakan dan insentif pemerintah untuk sektor properti pada masa pandemi Covid-19 telah banyak membantu pengembang untuk bertahan dan melanjutkan usaha. Namun, terdapat kendala setelah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Menurut dia, pelaku industri menghadapi kendala bidang perizinan karena belum siapnya infrastruktur digital ataupun sumber daya manusia untuk mengimplementasikan undang-undang tersebut.
Sebagai contoh, izin mendirikan bangunan (IMB) dihapus dan digantikan dengan persetujuan bangunan gedung (PBG). Prosedur pengurusan PBG mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No 28/2002 tentang Bangunan Gedung.
Sesuai PP No 16/2021, PBG adalah perizinan yang diberikan kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung sesuai dengan standar teknis bangunan gedung.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) telah meluncurkan layanan berbasis laman Sistem Informasi Bangunan Gedung (SIMBG). Keberadaan SIMBG salah satunya adalah untuk mempermudah PBG secara daring.
Pemerintah kabupaten dan kota diharuskan menggunakan SIMBG dalam pelayanan PBG untuk mendukung upaya kemudahan, transparansi, dan peningkatan layanan publik menjadi lebih baik.
Meski PBG sekarang sudah berlaku, kata Paulus, pemerintah kabupaten dan kota di sejumlah daerah belum seluruhnya siap. Mereka masih membutuhkan sosialisasi dan pemahaman lebih jauh dari pemerintah pusat. Situasi ini berpotensi mengganggu laju kinerja sektor properti.
Pelaku industri menghadapi kendala bidang perizinan karena belum siapnya infrastruktur digital ataupun sumber daya manusia.
”Jangan melihatnya hanya (untuk urusan) satu rumah tapak saja (terkait pengurusan perizinan). Masih ada bangunan superblok dan high rise building,” ujar Paulus.
Tantangan lain yang dihadapi sektor properti ialah kenaikan harga material dan lahan untuk pembangunan rumah. Oleh karena itu, Paulus mengatakan, ada potensi harga jual rumah akan naik.
Untuk rumah bersubsidi atau rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), Paulus menyebut REI dan Kementerian PUPR telah sepakat ada kenaikan harga jual sebesar 7 persen. Hanya saja, usulan ini masih menunggu persetujuan Kementerian Keuangan.
”Sudah tiga tahun harga jualnya tidak naik. Padahal, harga material, seperti besi dan semen, serta lahan, terus merangkak naik,” ucap Paulus.
Pada 25 November 2021, Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020 menetapkan bahwa UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat. Pengembang sektor properti mengkhawatirkan timbul ketidakpastian hukum. Paulus berharap, selama proses rapat kerja nasional muncul masukan dari pengurus REI di tingkat daerah.