Operasi pasar minyak goreng akan digencarkan melalui pemerintah daerah. Hal ini dilakukan sembari menunggu persetujuan rencana pengendalian harga minyak goreng menggunakan dana pungutan ekspor sawit yang dikelola BPDPKS.
Oleh
Hendriyo Widi/Vina Oktavia
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Perdagangan akan menggencarkan operasi pasar minyak goreng kemasan bekerja sama dengan produsen minyak goreng dan pemerintah daerah. Langkah itu dilalukan guna mempercepat penyaluran 11 juta liter minyak goreng kemasan sederhana dengan harga terjangkau.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Oke Nurwan mengatakan, realisasi distribusi minyak goreng kemasan dengan harga terjangkau itu baru 3.087.828 liter atau sekitar 32 persen dari total alokasi. Realisasi distribusi itu baru di 14 provinsi, yaitu Aceh, Sumatera Utara, Bengkulu, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, DI Yogyakarta, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Barat.
Untuk mempercepat penyalurannya, pemerintah daerah (pemda) akan diikutsertakan dengan cara menggelar operasi pasar. Harga minyak goreng untuk operasi pasar sama dengan yang didistribusikan di ritel, yaitu Rp 14.000 per liter.
”Keduanya, distribusi di ritel modern dan operasi pasar melalui pemda, akan berjalan beriringan sehingga jangkauannya lebih luas dan mempercepat realisasi. Daerah-daerah di timur Indonesia juga tengah kami siapkan dan segera akan digelontorkan juga ke sana,” kata Oke saat dihubungi Kompas di Jakarta, Rabu (15/12/2021).
Keduanya, distribusi di ritel modern dan operasi pasar melalui pemda, akan berjalan beriringan sehingga jangkauannya lebih luas dan mempercepat realisasi. Daerah-daerah di timur Indonesia juga tengah kami siapkan dan segera akan digelontorkan juga ke sana.
Menurut Oke, upaya itu dilakukan sembari menunggu persetujuan rencana pengendalian harga minyak goreng menggunakan dana pungutan ekspor sawit yang dikelola Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Kebijakan itu harus diputuskan melalui mekanisme rapat koordinasi terbatas untuk kemudian dibahas dan ditetapkan oleh Komisi Pengarah.
”Kemendag sudah membahasnya dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Sembari menunggu persetujuan itu, percepatan dan perluasan distribusi minyak goreng kemasan dengan harga terjangkau harus dilakukan,” ujarnya.
Sembari menunggu persetujuan penggunaan dana kelolaan sawit, percepatan dan perluasan distribusi minyak goreng kemasan dengan harga terjangkau harus dilakukan.
Sebelumnya, Kemendag berencana mengendalikan lonjakan harga minyak goreng dengan dana kelolaan sawit. Hal itu diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 66 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 61 Tahun 2015 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit.
Pasal 11 Ayat (2) regulasi itu menyebutkan, penggunaan dana yang dihimpun dari pungutan ekspor kelapa sawit digunakan untuk kebutuhan pangan. Kemudian, di pasal yang sama Ayat (3) disebutkan, kebijakan penggunaan dana itu harus ditetapkan Komite Pengarah dan memperhatikan program pemerintah.
”Penggunaan dana kelolaan untuk pengendalian harga minyak goreng itu tidak akan permanen. Pasalnya, lonjakan harga minyak kelapa sawit mentah (CPO) yang memengaruhi kenaikan harga minyak goreng di dalam negeri tidak akan berlangsung lama. Harga CPO pasti akan turun menuju keseimbangan baru,” ujar Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi (Kompas, 14/12/2021).
Kemendag menyebutkan, dana BPDPKS yang digunakan untuk peremajaan kelapa sawit pada tahun ini sebesar Rp 5,8 triliun dan masih belum terserap semua. Masih ada dana kelolaan sekitar Rp 14 triliun yang sebagian bisa digunakan untuk mengendalikan harga minyak goreng. Khusus minyak goreng curah yang dibutuhkan oleh rumah tangga serta industri kecil menengah dan usaha mikro, kecil, dan menengah, kebutuhannya secara nasional sekitar 2,1 juta liter.
Menjelang perayaan Natal 2021 dan Tahun Baru 2022, rata-rata nasional harga minyak goreng curah Rp 18.000 per liter serta minyak goreng kemasan sederhana dan premium di atas Rp 19.000 per liter. Kenaikan harga minyak goreng di dalam negeri itu terjadi lantaran imbas mahalnya harga CPO global.
Harga CPO global saat ini sudah di kisaran 1.300 dollar AS per ton. Harga tersebut menjadi patokan pembelian CPO oleh produsen minyak goreng yang selama ini tidak terintegrasi dengan produsen CPO.
Hindari spekulan
Di Bandar Lampung, Pemerintah Provinsi Lampung menggelar operasi pasar untuk menstabilkan lonjakan harga minyak goreng. Pada tahap awal, pemda menyiapkan 43.000 liter minyak goreng yang akan dijual dengan harga murah di pasar tradisional dan ritel modern.
Operasi pasar digelar di Pasar Perumnas Way Halim, Bandar Lampung, pada 14 November 2021. Selain pasar tersebut, operasi pasar juga akan digelar di Pasar Kangkung, Pasar Pasir Gintung, dan Pasar Rabu yang digelar tiap pekan di halaman kantor Dinas Perindustrian dan Perdagangan Lampung. Operasi pasar serentak juga segera digelar di 15 kabupaten/kota lainnya secara bertahap.
”Pemerintah harus mencegah kenaikan harga minyak goreng karena termasuk dalam bahan pokok yang dikendalikan harganya, terutama menjelang Natal dan Tahu Baru. Lampung mendapat kuota 43.000 liter minyak goreng untuk kegiatan operasi pasar pada tahap awal ini,” kata Kusnardi, Pelaksana Tugas Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan Lampung.
Dalam operasi pasar itu, 1 liter minyak goreng dijual dengan harga Rp 14.000. Harga itu lebih murah dibandingkan dengan harga minyak goreng di pasaran yang saat ini Rp 18.000-Rp 19.000 per liter. Pembelian dibatasi maksimal 2 liter per orang untuk mencegah pembelian dalam jumlah banyak oleh spekulan. Selain itu, diharapkan operasi pasar minyak goreng murah itu bisa menjangkau lebih banyak warga di Lampung.