Pemerintah Cabut Aturan Minyak Goreng Wajib Kemasan
Pemerintah mencabut larangan perdagangan minyak goreng curah yang sedianya akan diberlakukan per 1 Januari 2022. Sementara sejumlah distributor minyak goreng curah ada yang telanjur beralih ke minyak goreng kemasan.
Oleh
Hendriyo Widi/Kristi Utami
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Perdagangan mencabut Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2020 tentang Minyak Goreng Sawit Wajib Kemasan. Dengan dibatalkannya regulasi itu, minyak goreng curah yang semula bakal dilarang per 1 Januari 2022 bisa tetap diperdagangkan.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Oke Nurwan mengatakan, Kemendag resmi mencabut Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36 Tahun 2020 tentang Minyak Goreng Sawit Wajib Kemasan. Permendag perubahannya telah ditandatangani Menteri Perdagangan dan tinggal menunggu diundangkan.
”Pencabutan ini bersifat permanen dengan pertimbangan utama pandemi Covid-19 masih berlanjut, daya beli masyarakat masih rendah, dan penghasilan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), serta industri kecil menengah (IKM) masih belum pulih,” kata Oke Nurwan ketika di Jakarta, Jumat (10/12/2021).
Pencabutan ini bersifat permanen dengan pertimbangan utama pandemi Covid-19 masih berlanjut, daya beli masyarakat masih rendah, serta penghasilan pelaku UMKM dan IKM masih belum pulih.
Menurut Oke, masyarakat kecil, UMKM, dan IKM masih sangat membutuhkan minyak goreng curah. Dari 5,06 juta ton kebutuhan minyak goreng secara nasional per tahun, kebutuhan minyak goreng curah rumah tangga sebanyak 2,12 juta ton dan UMKM/IKM per 1,61 juta ton.
Melalui pencabutan larangan perdagangan minyak goreng curah, masyarakat kecil dan UMKM/IKM bisa tetap memiliki alternatif pilihan atau memperoleh minyak goreng dengan harga yang lebih terjangkau. Dengan begitu, daya beli dan pendapatan usaha mereka tidak semakin tergerus.
Kemendag mencatat, saat ini rata-rata nasional harga minyak goreng curah Rp 18.000 per liter dan minyak goreng kemasan masih di atas Rp 19.000 per liter. Kenaikan harga minyak goreng tersebut dipengaruhi oleh tingginya harga minyak kelapa sawit mentah (CPO) global yang saat ini mencapai 1.305 dollar AS per ton, naik 27,5 persen dari awal tahun.
Sementara berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Badan Pusat Statistik, per Maret 2021, rata-rata pengeluaran penduduk per kapita per bulan untuk membeli minyak goreng sebesar Rp 16.111. Pengeluaran itu meningkat dari Susenas Maret 2019 dan 2020 yang masing-masing Rp 13.211 per kapita per bulan dan Rp 14.155 per kapita per bulan. Per Maret 2021, persentase pengeluaran minyak goreng sebesar 1,27 persen dari total rata-rata pengeluaran dan konsumsi penduduk Indonesia yang sebesar Rp 1.264.590 per kapita per bulan.
Oke menambahkan, untuk langkah berikutnya, Kemendag akan meningkatkan edukasi kepada masyarakat agar mengonsumsi minyak goreng dalam kemasan karena lebih sehat, bersih, terstandardisasi, dan tahan lama. Kemendag tetap akan mengawasi perdagangan minyak curah agar tidak dioplos dengan jelantah dan memastikan standardisasinya.
Di samping itu, Kemendag masih akan melanjutkan program penyediaan minyak goreng kemasan dengan harga terjangkau, yaitu Rp 14.000 liter, di pasar ritel modern. Bersama peritel dan produsen minyak goreng, Kemendag akan menyediakan 11 juta liter hingga 12 juta liter minyak goreng dengan harga terjangkau tersebut.
Sementara itu, sejumlah distributor sudah ada yang telanjur mengeluarkan modal untuk membeli kemasan minyak goreng curah dan menyiapkan merek minyak goreng kemasan itu. Di kabupaten Tegal, Jawa Tengah, misalnya, PT Soegiarto Gemilang Tangguh sudah menyiapkan tiga merek dagang minyak kemasan yang akan dipasarkan di masyarakat.
Direktur PT Soegiarto Gemilang Tangguh Anthony Hartono mengatakan, sejak tujuh tahun lalu, wacana penggantian minyak goreng curah ke minyak goreng kemasan sudah berulang kali disampaikan pemerintah. Sejak saat itu, perusahaannya pelan-pelan mulai memikirkan strategi untuk beralih dari memasok minyak goreng curah ke minyak goreng kemasan.
”Kami berharap keputusan pemerintah untuk beralih ke minyak goreng kemasan itu tidak berubah-ubah lagi. Kalau sudah pasti, kami enggak waswas untuk berinvestasi dan beralih total. Dengan masuknya produk-produk minyak kemasan dari kami, harapannya, harga minyak goreng di pasaran menjadi lebih stabil,” ujarnya (Kompas, 1 Desember 2021).
Kami berharap keputusan pemerintah untuk beralih ke minyak goreng kemasan itu tidak berubah-ubah lagi. Kalau sudah pasti, kami enggak waswas untuk berinvestasi dan beralih total.
PT Soegiarto Gemilang Tangguh mendapatkan minyak goreng curah dari produsen-produsen minyak goreng di Semarang, Surabaya, dan Jakarta. Sedikitnya sekitar 150 ton minyak goreng curah disalurkan oleh perusahaan ke sejumlah daerah di Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Daerah Istimewa Yogyakarta, setiap hari.
Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Abdullah Mansuri menyambut baik kebijakan pencabutan larangan perdagangan minyak goreng curah. Di tengah masih belum pulihnya daya beli dan pendapatan pelaku UMKM/IKM, minyak goreng curah masih dibutuhkan.
”Memang, saat ini harga minyak goreng curah itu mendekati harga minyak goreng kemasan. Namun, setidaknya harganya masih lebih murah dan masyarakat bisa membelinya sesuai dengan kebutuhan atau kondisi keuangan, misalnya sebanyak setengah liter, satu liter, atau jeriken kapasitas 5-16 liter,” katanya.
Abdullah juga meminta agar pemerintah menata kembali perdagangan minyak curah di Indonesia. Daftar produsen dan distributor utamanya harus jelas sehingga pengawasan dan pengendalian harga bisa lebih mudah dilakukan. Selan itu, ia juga berharap agar pemerintah tetap mengendalikan harga minyak curah di pasar-pasar tradisonal yang saat ini harganya di atas Rp 19.000 per liter.