Pendanaan Tekfin ke UMKM Bantu Pemulihan Ekonomi Pandemi
Peran perusahaan teknologi finansial dalam menyediakan sistem pembayaran digital dan pendanaan kepada segmen UMKM bisa mendorong perekonomian nasional. Ini tidak lepas dari besarnya peran UMKM terhadap perekonomian.
Oleh
Benediktus Krisna Yogatama
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pendanaan kepada segmen usaha mikro kecil dan menengah atau UMKM dari perusahaan teknologi finansial dinilai bisa membantu pemulihan ekonomi yang terdampak pandemi Covid-19. Mengingat besarnya kontribusi UMKM dalam perekonomian nasional, permodalan dari tekfin diyakini bisa membantu mereka menggeliat kembali dan mendorong roda perekonomian.
Hal tersebut mengemuka dalam Indonesia Fintech Summit Day 2, Minggu (12/12/2021), yang digelar secara hibrida di Nusa Dua, Bali. Hadir memberikan kata sambutan Wakil Presiden Ma’aruf Amin, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, dan United Nation Secretary General Special Advocate For Inclusive Finance for Development Ratu Maxima dari Belanda.
Selain itu, hadir dalam diskusi Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti, dan Wakil Ketua Dewan Komisoner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nurhaida.
Destry menjelaskan, selama hampir dua tahun pandemi melanda Indonesia, sektor UMKM menjadi salah satu sektor yang paling terpukul. Ini dikarenakan omzet mereka yang merosot tajam karena tekanan ekonomi yang dipicu pengurangan mobilitas untuk pencegahan penularan virus Covid-19.
Padahal, UMKM adalah salah satu tulang punggung perekonomian nasional. Hal ini ditunjukkan dengan kontribusi UMKM yang mencapai 61 persen dari produk domestik bruto (PDB) pada 2020. Selain itu, UMKM menyerap 96 persen dari total tenaga kerja.
Melihat besarnya peran UMKM pada perekonomian negara, lanjut Destry, UMKM harus terus dibantu agar bisa kembali menggeliat. Salah satunya adalah dengan menggulirkan pendanaan kepada UMKM dari perusahaan tekfin. ”Dukungan permodalan ke segmen UMKM dari perusahaan tekfin bisa membantu menggeliatkan UMKM yang pada akhirnya mendorong kembali roda perekonomian,” ujar Destry.
Selain pendukung pendanaan, perusahaan tekfin juga berperan membantu UMKM melalui penyelenggaraan sistem pembayaran. BI sendiri, lanjut Destry, mendukung hal itu melalui digitalisasi sistem pembayaran dengan metode pindai kode quick response Indonesia standard (QRIS).
Melalui QRIS, pembeli cukup memindai kode unik dari ponselnya untuk melakukan pembayaran. Pembeli tak perlu mengeluarkan uang untuk bersentuhan fisik dengan penjual sehingga mengurangi potensi penularan Covid-19. Sejak dirilis 17 Agustus 2019, jumlah pedagang atau merchant yang menggunakan QRIS mencapai 13,3 juta pedagang .
”Saat pandemi, banyak orang takut bersentuhan fisik kala bertransaksi. Mengantisipasi hal itu, BI berinovasi mendigitalisasi sistem pembayaran. Sehingga ekonomi bisa tetap berjalan sambil mengurangi potensi penyebaran virus Covid-19,” ujar Destry.
Senada dengan Destry, Suahasil juga meyakini UMKM berperan besar dalam pemulihan ekonomi Indonesia. Ia menambahkan, ketika perekonomian menggeliat akibat dorongan UMKM, harapannya defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) terhadap PDB bisa mengecil.
”Semakin cepat UMKM ini pulih, semakin cepat juga pertumbuhan ekonomi bisa dicapai, maka ini bisa memperkecil defisit APBN terhadap PDB,” ujar Suahasil.
Inklusi keuangan
Tekfin yang bisa diakses kapan dan di mana pun dengan layanan digital dan memiliki persyaratan lebih mudah untuk pencairan dana, memungkinkan keberadaan tekfin bisa memperluas inklusi keuangan di Indonesia. Hal itu diyakini oleh Ratu Maxima, Ma’aruf Amin, dan Luhut Pandjaitan.
Mengutip Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) OJK pada 2019, tingkat inklusi keuangan Indonesia pada 2019 mencapai 76,19 persen atau meningkat dibandingkan 2016 yang 67,8 persen. Artinya, sebesar 76,19 persen penduduk Indonesia sudah terjangkau layanan jasa keuangan, sisanya belum.
”Peran tekfin ini bisa menjangkau segmen yang sebelumnya tidak terlayani layanan jasa keuangan. Misalkan sebelumnya karena keterbatasan fisik daerah pelosok dan ongkos membuka kantor cabang perusahaan keuangan jadi berat. Kini mudah sekali dengan tekfin,” ujar Ratu Maxima.
Selain memperluas inklusi keuangan, di saat bersamaan, tingkat literasi keuangan harus terus ditingkatkan. Indeks literasi keuangan pada 2019 baru mencapai 38,03 persen, bertumbuh ketimbang 2016 yang sebesar 29,7 persen. Artinya, baru 38,03 persen penduduk Indonesia yang memiliki pemahaman dan keterampilan mengoptimalkan layanan jasa keuangan.
”Industri keuangan dan tekfin ini bisnis kepercayaan. Perlu dilakukan terus menerus edukasi untuk memberikan pemahaman soal keuangan untuk memaksimalkan potensi kesejahteraan dan menghindarkan warga dari hal-hal yang tidak diinginkan,” ujar Ma’aruf.