Selain untuk transaksi pembayaran secara digital, QRIS membantu pelaku UMKM dalam pencatatan transaksi dan pembentukan profil kredit mereka untuk mengakses layanan perbankan.
Oleh
M Paschalia Judith J/Dimas Waraditya Nugraha
·5 menit baca
KOMPAS/KRISTI DWI UTAMI
Petugas dan pengunjung tidak berkontak fisik saat melakukan pembayaran tiket masuk di gerbang masuk obyek wisata pemandian air panas Guci, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Senin (15/3/2021). Di tempat wisata tersebut, sistem pembayaran nontunai melalui kode pindai cepat berstandar Indonesia atau QRIS diterapkan untuk menekan potensi kontak antarorang pada masa pandemi Covid-19. Digitalisasi pembayaran juga diharapkan bisa menekan kebocoran retribusi yang merugikan keuangan pemerintah daerah.
Standar Kode Respons Cepat Indonesia atau (QRIS) telah setahun diimplementasikan atau sejak 1 Januari 2020. Standardisasi pembayaran digital atau secara elektronik berbasis kode baca cepat ini menyatukan kode baca cepat beragam layanan penggunaan uang elektronik, antara lain OVO, Gopay, LinkAja, DANA, dan mobile banking.
Sektor penerapan QRIS juga semakin diperluas. Nantinya, QRIS tak hanya sekadar digunakan untuk transkasi pembayaran di lingkup usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), tetapi juga di bidang transportasi, ritel, bahkan parkir kendaraan.
Pada awal April 2021, Bank Indonesia (BI) akan meluncurkan QRIS untuk konsumen atau model customer presented mode (CPM) bersamaan dengan penyelenggaraan Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia (FEKDI). Dengan model CPM ini, masyarakat, bahkan yang tidak memiliki telepon pintar, bisa memiliki kode respons cepat (QR code) sendiri. Penjual tinggal memindai QR code konsumen ketika terjadi transaksi.
Selama ini, QRIS yang dikembangkan BI menggunakan model merchant presented mode (MPM). Dengan sistem ini, QR code hanya dimiliki oleh merchant atau pedagang sehingga konsumen yang memindainya. BI sedang menguji coba QRIS yang dimunculkan di ponsel pengguna untuk dipindai oleh merchant. Uji coba itu melibatkan 15 penyelenggara jasa sistem pembayaran dan empat lembaga switching.
”Kode QR tersebut akan berganti setiap konsumen bertransaksi demi keamanan. Rencananya akan diluncurkan pada April 2021,” kata Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Fitria Irmi Triswati saat pelatihan yang diadakan BI secara dalam jaringan (daring), Jumat (26/3/2021).
Seiring dengan itu, kebijakan terkait sistem pembayaran juga terus diarahkan untuk memfasilitasi pemulihan ekonomi nasional melalui percepatan digitalisasi sektor ekonomi dan keuangan. Langkah awal menuju akselerasi digitalisasi ekonomi nasional ini dimulai dari percepatan digitalisasi di bidang sistem pembayaran.
KOMPAS/JUMARTO YULIANUS
Pojok Standar Kode Respons Cepat Indonesia (Quick Response Code Indonesia Standard/QRIS) dalam pergelaran UMKM Karya Kreatif Banua-Go Digital di Atrium Duta Mall, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Sabtu (6/3/2021). Dalam rangka transformasi digital UMKM, para pelaku UMKM terus didorong untuk menerapkan digitalisasi pembayaran dengan QRIS.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, tahun ini, BI akan meluncurkan sistem pembayaran cepat (fast payment system) untuk pembayaran ritel guna menggantikan sistem kliring nasional BI (SKNBI). Sistem baru ini diharapkan bisa mempercepat penyelesaian transaksi digital dalam hitungan detik secara langsung tanpa jeda waktu (real time).
Agar semakin optimal, BI bermitra dengan lembaga keuangan dalam mendorong transformasi digital. Kerja sama ini dilakukan untuk menggenjot transaksi uang elektronik dan perbankan digital yang pada tahun ini keduanya ditargetkan tumbuh 32 persen, masing-masing menjadi Rp 266 triliun dan Rp 32.200 triliun.
”Kami akan terus mendorong, bagaimana nantinya digitalisasi bank ini bisa tersambung dengan e-dagang dan marketplace (lokapasar) dengan QRIS,” ujarnya saat membuka FEKDI dan peluncuran Tim Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (P2DD) secara virtual, Senin (5/4/2021).
Kelompok sasaran
QRIS dan sistem pembayaran ini benar-benar dapat membantu digitalisasi UMKM. Selain untuk transaksi pembayaran secara digital, QRIS membantu pelaku UMKM dalam pencatatan transaksi dan pembentukan profil kredit mereka untuk mengakses layanan perbankan.
Fitria mengatakan, digitalisasi UMKM dapat dimulai dari sistem pembayaran. ”Misalnya dimulai dari penjualan toko fisik. Konsumen dapat membayar dengan (memindai) QRIS yang mendukung imbauan untuk menjaga jarak fisik. Biasanya konsumen membayar dengan tunai atau kartu. QRIS juga dapat digunakan di e-dagang ataupun conversational commerce,” tuturnya.
Selain untuk transaksi pembayaran secara digital, QRIS membantu pelaku UMKM dalam pencatatan transaksi dan pembentukan profil kredit mereka untuk mengakses layanan perbankan.
Maman (40), pedagang bakso di daerah Kemang Raya, Jakarta, Rabu (21/8/2019), menerima pembayaran melalui Standar Kode Respons Cepat Indonesia (Quick Response Code Indonesian Standard/QRIS) dari para pembelinya. QRIS adalah sebuah QR ”code” pembayaran yang dapat diakses menggunakan semua penerbit uang elektronik berbasis ”server”, seperti DANA, LinkAja, Gopay, dan OVO.
Ada sembilan kelompok masyarakat yang menjadi sasaran BI untuk mengimplementasikan QRIS agar menguatkan sisi penawaran dan permintaan pembayaran. Kelompok-kelompok itu terdiri dari pemerintah daerah, kuliner dan kriya khas daerah, pendidikan keagamaan, pasar tradisional, aparat penegak hukum, warung, perusahaan daerah, pendidikan umum, dan pariwisata.
Per 19 Maret 2021, jumlah merchant yang telah memanfaatkan QRIS mencapai 6,55 juta pelaku. Pada akhir tahun ini, BI menargetkan sebanyak 12 juta merchant menggunakan QRIS. Sebanyak 4,01 juta pelaku di antaranya tergolong usaha mikro. Posisi jumlah merchant tersebut setara dengan nilai transaksi sekitar Rp 1,11 triliun yang naik 80 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Dalam proses sosialisasi penerapan QRIS, lanjut Fitria, kebiasaan pembayaran tunai masyarakat menjadi tantangan. Padahal, ada sejumlah tendensi yang berpotensi merugikan pelaku UMKM jika mengandalkan pembayaran tunai, seperti berisiko tercampur dengan uang pribadi, tidak tercatatnya riwayat pembayaran, berisiko menerima uang palsu, berisiko kehilangan uang kas, dan perlu menyiapkan uang kembalian saat transaksi.
Direktur Departemen Pengembangan UMKM dan Perlindungan Konsumen BI Bandoe Widiarto menambahkan, sistem pembayaran digital membantu pelaku UMKM dalam pencatatan transaksi yang juga secara digital. Dengan demikian, pelaku UMKM dapat lebih mudah dalam mengajukan pinjaman ke perbankan.
Berdasarkan data yang dihimpun BI, sebanyak 87,5 persen UMKM merasakan dampak negatif pandemi Covid-19 dengan 93,2 persen di antaranya tertekan di sisi penjualan. Untuk meminimalkan dampak yang dialami, sebanyak 70,3 persen pelaku memilih berjualan secara daring. Akan tetapi, hanya 15 persen dari responden yang mengajukan pinjaman ke lembaga keuangan.
Sistem pembayaran digital membantu pelaku UMKM dalam pencatatan transaksi yang juga secara digital. Dengan demikian, pelaku UMKM dapat lebih mudah dalam mengajukan pinjaman ke perbankan.
KOMPAS/Lasti Kurnia
Kode respons cepat yang berstandar nasional atau dikenal sebagai Quick Response Code Indonesia Standard (QRIS) mulai digunakan untuk bertransaksi, salah satunya di toko Ummi Krudung, Pasar Mayestik Jakarta, Jumat (6/3/2020).
Dari segi perbankan, Bandoe menyatakan, BI mendorong rasio penyaluran kredit untuk UMKM sebesar 20 persen. Selain mendampingi untuk berjualan dan bertransaksi secara digital, BI juga mengadakan penjajakan bisnis (business matching) UMKM dengan perbankan.
Menurut Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) M Ikhsan Ingratubun, penjualan secara daring rata-rata berkontribusi sebesar 10-20 persen omzet pelaku UMKM. ”Penjualan langsung masih menjadi andalan karena ada kebiasaan ingin bertemu fisik secara sosial. Namun, QRIS membantu pembayaran secara digital,” katanya dalam kesempatan yang sama.
Untuk menggairahkan pasar, dia mengharapkan pengadaan barang pemerintah menyasar produk-produk UMKM. Di kancah global, dia menginginkan kanal e-dagang khusus yang menjajakan produk UMKM lokal yang dicitrakan dan dipromosikan ke pasar internasional.