Dinilai Tak Efektif, BLT Desa dan Kartu Sembako Tetap Jadi Andalan
Presiden Joko Widodo meminta supaya target nol persen kemiskinan ekstrem di 2024 dapat tercapai. Salah satu caranya, pemerintah mengandalkan BLT desa dan kartu sembako. Namun, pengamat menilai cara ini tak efektif.
Oleh
Nina Susilo
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menargetkan angka kemiskinan ekstrem bisa ditekan sampai nol persen di 2024. Bantuan langsung tunai desa dan kartu sembako masih menjadi program andalan. Namun, pengamat ekonomi menilai kedua program tersebut tak efektif untuk mengentaskan warga miskin, apalagi warga yang berada dalam kondisi miskin ekstrem.
Dalam rapat terbatas (ratas) yang dipimpin Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (18/11/2021) sore, Presiden meminta supaya target nol persen kemiskinan ekstrem di 2024 betul-betul direalisasikan. Pada 2022, seperti disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto seusai ratas, diperkirakan angka kemiskinan bisa berkisar 8,5-9 persen.
Hadir dalam ratas ini, selain Airlangga, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menteri Sosial Tri Rismaharini, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Suharso Monoarfa, dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian.
Warga yang disebut miskin ekstrem ini mengacu pada definisi Bank Dunia dan Perserikatan Bangsa-Bangsa, yakni memiliki keseimbangan daya beli (purchasing power parity) sebesar 1,9 dollar AS per kapita perhari. Adapun ukuran tingkat kemiskinan secara umum yang digunakan BPS adalah keseimbangan daya beli sebesar 2,5 dollar AS per kapita per hari.
Secara umum, jumlah warga miskin di Indonesia, yang sebelum pandemi sekitar 9 persen, meningkat akibat pandemi Covid-19. Saat ini, menurut Wapres Amin dalam keterangan sebelumnya, warga miskin di Indonesia sudah melebihi 10 persen atau sekitar 27 juta.
Untuk itu, kata Airlangga, pemberantasan kemiskinan pada tahun ini difokuskan pada 35 kabupaten/kota di 7 provinsi di seluruh Indonesia. Tahun 2022, pemerintah menetapkan sasaran prioritas sebanyak 212 kabupaten/kota dengan tingkat kemiskinan ekstrem diperkirakan berada di angka 3-3,5 persen.
”Pada tahun 2023-2024 di 514 kabupaten/kota prioritas dan tingkat kemiskinan ekstremnya di 2,3 sampai 3 persen. Dan pada 2024 kemiskinan ekstremnya adalah nol persen,” katanya dalam keterangan pers seusai ratas dari Kantor Presiden.
Adapun program yang didorong untuk 2021 ini adalah distribusi BLT Desa dan kartu sembako. BLT Desa senilai Rp 300.000 diberikan dalam tiga bulan. Sasaran BLT Desa ini 694.000 keluarga penerima manfaat. Untuk program ini, akan diperlukan surat edaran bersama Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. ”Penyesuaian PMK (peraturan menteri) sedang disiapkan,” tambah Airlangga.
Program kartu sembako juga ditambah sebanyak Rp 300.000 dikali 3 bulan. Menteri Sosial Tri Rismaharini yang turut serta dalam rapat tersebut menyebutkan jumlah sasaran program kartu sembako sekitar 1,4 juta dan akan dilaksanakan pada akhir atau awal Desember.
Kemudian, menurut Airlangga, akan ada survei khusus, yakni survei sosial ekonomi nasional atau susenas terkait kemiskinan pada bulan Desember.
Tidak realistis
Direktur Eksekutif Center for Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menilai, kedua program bantuan tersebut, BLT Desa dan kartu sembako, tidak efektif dalam mengentaskan warga miskin ekstrem. Targetnya pun dinilai tidak realistis.
”Menurunkan angka kemiskinan sampai nol persen adalah target luar biasa dan sangat susah. Negara maju sekalipun tidak bisa mencapainya,” tuturnya.
Selain itu, pemerintah diharapkan tak hanya mengambil kebijakan yang hanya ada di permukaan. Justru semestinya pemerintah memahami betul akar permasalahan dan memetakan karakteristik kemiskinan ekstrem di setiap wilayah. Untuk itu, diperlukan pembaruan data secara menerus dan bekerja sama dengan pemerintah daerah yang mengenal betul wilayahnya.
”Jangankan kemiskinan ekstrem, yang miskin biasa saja sulit dientaskan. Kalau mau mengentaskan warga miskin ekstrem, tentu tidak bisa dengan cara biasa seperti yang sudah dilakukan,” tutur Faisal.
BLT Desa dan kartu sembako dinilai tak efektif karena hanya menjangkau warga miskin yang memiliki akses pada bantuan pemerintah. Warga miskin yang tinggal di lokasi dengan kondisi geografis sangat sulit tak memiliki akses infrastruktur dan teknologi, serta berkapasitas tidak memadai Orang jompo dan anak kecil biasanya tak terjangkau bantuan sosial pemerintah ini.
Selain itu, Faisal mengingatkan supaya bantuan sosial seperti BLT Desa dan kartu sembako hanya menjadi pendukung program penanggulangan kemiskinan yang utama. Bantuan sosial akan membuat warga tergantung.
Justru dengan memahami karakteristik masyarakat yang miskin ini, pemerintah bisa memberikan program yang sesuai dan memberdayakan. Warga tidak bergantung pada bantuan sosial, tetapi bisa bekerja dan memiliki pendapatan sesuai kemampuan.
”Dengan update secara reguler bersama pemda, pemetaan mengenai akar masalah dan cara mengatasi kemiskinan ekstrem bisa diperoleh. Pengentasan kemiskinan juga lebih efektif dan tidak menimbulkan efek samping ketergantungan,” tutur Faisal.
Warga yang tinggal di pelosok sekitar hutan, misalnya, bisa diberi akses untuk mengelola hutan secara berkelompok. Pendampingan supaya bisa mengelola secara baik dan menjual hasil kerjanya dilakukan. Adapun bansos hanya digunakan untuk pendukung.
Karena itu, penanggulangan kemiskinan tidak bisa dilakukan secara seragam. Bantuan seperti BLT Desa dan kartu sembako bisa diseragamkan, tetapi hanya sebagai bantuan pendukung. Namun, program inti penanggulangan kemiskinan untuk setiap wilayah semestinya disesuaikan dengan karakter masyarakat dan akar masalah kemiskinan yang ada.
Pembaruan data, lanjut Faisal, bisa dilakukan sembari mendistribusikan bansos, tak perlu menunggu waktu survei. Pembaruan data secara menerus ini akan membuat data kemiskinan semakin akurat. Selain itu, biaya distribusi juga perlu diperhitungkan secara detail supaya penyaluran bansos betul-betul sampai ke warga yang di pelosok.