Hunian Berbalut Normal Baru
Beragam konsep muncul dalam menghadirkan hunian di masa pandemi. Namun, perilaku masyarakat yang berubah cepat memunculkan tantangan sejauh mana desain normal baru relevan dengan kebutuhan pasar setelah pandemi.
Masa pandemi Covid-19 ibarat bonus bagi industri properti yang cenderung stagnan dalam 5-6 tahun terakhir. Perilaku kehidupan urban berubah lebih cepat daripada desain bangunan atau tata perkotaan. Desain hunian berbalut normal baru yang bermunculan pun diwarnai perdebatan, apakah itu gimmick promosi atau benar belaka.
Laporan terbaru Standard Chartered bertajuk ”Wealth Expectancy 2021” yang merupakan hasil survei di 12 negara memperlihatkan bahwa pandemi mendorong orang menata ulang prioritas investasi. Di Indonesia, 96 persen dari 1.523 responden mencoba strategi investasi baru dengan model investasi jangka panjang dan berkelanjutan.
Investasi yang lebih proaktif dari sekadar tabungan kian diminati, yakni investasi logam mulia yang dipilih oleh 32 persen responden, investasi mata uang kripto 32 persen, dan investasi properti 26 persen.
Meski properti sebagai instrumen investasi jangka panjang mulai tersalip model investasi lain, kebutuhan akan tempat tinggal masih terus tumbuh. Perilaku masyarakat yang mengutamakan kesehatan dan perubahan pola kerja mendorong pengembang properti kian mempertimbangkan desain residensial yang ramah lingkungan dan multifungsi.
”Orang beli properti untuk investasi mungkin jauh berkurang, tetapi tidak dengan orang beli atau sewa hunian untuk tempat tinggal. Cuma, pengembang harus paham kebutuhan orang yang beli atau sewa hunian tempat tinggal itu seperti apa sekarang,” ujar Direktur PT Collins Boulevard Ronald Cassidy saat dihubungi di Jakarta, Rabu (3/11/2021).
Ronald menilai, masa pandemi dan era normal baru memberikan bonus tambahan bagi industri properti yang nyaris stagnan. Cara bekerja hibrida yang mulai populer mendorong munculnya konsep dan desain apartemen yang mengadopsi model bekerja jarak jauh. Tren berikutnya, orang tidak lagi butuh ruang hunian besar, asalkan bisa multifungsi.
Perilaku masyarakat yang mengutamakan kesehatan dan perubahan pola kerja mendorong pengembang properti kian mempertimbangkan desain residensial yang ramah lingkungan dan multifungsi.
Baca Juga: Tantangan Hunian Layak dan Tren yang Bergeser
Saat peluncuran menara apartemen The Scott di Collins Boulevard, Kota Tangerang, pada Februari 2021, Trinity Land mengusung konsep convertible resident. Proyek apartemen ini memiliki desain yang bisa difungsikan sebagai kantor atau tempat tinggal. Semua kebutuhan furnitur pun sudah disediakan.
Sebagai gambaran, desain kasur tempat tidur memungkinkan dilipat dan bagian belakangnya menjadi papan tulis untuk bekerja atau sekolah. Lalu, desain meja bisa dimasukkan ke tembok ketika tidak digunakan sehingga ruangan jadi lebih luas. Adapun sofa memakai sofabed sehingga lebih multifungsi.
Karyawan atau pegawai bisa bekerja dari rumah ataupun dari kantor. Orang yang dulunya cenderung antibekerja jarak jauh dan memakai sistem internet kini semakin terbiasa. Apalagi, situasi jalanan Jakarta dan Tangerang yang kerap macet menyebabkan sejumlah orang semakin nyaman dengan model bekerja jarak jauh.
Konsep convertible resident, menurut Ronald, sejalan dengan cara bekerja hibrida. Harga hunian itu dipatok Rp 500 juta sampai Rp 600 juta per unit. Sejak peluncuran hingga sekarang, hunian telah laku 50 persen dari 1.000 unit. Sejauh ini, pembelinya didominasi generasi milenial yang berlatar belakang pekerja, pengusaha di perusahaan rintisan, dan pembuat konten (content creator).
Di luar bangunan apartemen, Trinity Land merespons pandemi dengan desain Collins Boulevard yang menekankan ruang terbuka hijau. Area taman seluas 8.000 meter persegi untuk atrium bisa dipakai untuk pameran seni di luar ruangan (outdoor). Di bagian teratas menara apartemen terdapat jogging track sepanjang 1 kilometer untuk penghuni yang suka berolahraga. Ronald meyakini desain-desain seperti itu akan tetap diminati meski kelak pandemi usai.
Di luar bangunan apartemen, Trinity Land merespons pandemi dengan desain Collins Boulevard yang menekankan ruang terbuka hijau. Area taman seluas 8.000 meter persegi untuk atrium bisa dipakai untuk pameran seni di luar ruangan (outdoor).
Baca juga: Properti di Pinggiran Kian Diminati
Trik pemasaran atau kebenaran
Tak dimungkiri, komunitas masyarakat dan arsitek kerap beradu pandang dalam merespons desain yang relevan dengan perilaku normal baru. Bahkan, desain masa lampau dibangkitkan kembali dalam bentuk desain ”normal baru”.
Pendiri dan Principal Havia Studio Muhammad Qadri Asyari menceritakan pengerjaan renovasi proyek Rumah Sariwangi di Bandung, Jawa Barat, yang mengusung pengaruh kebiasaan normal baru. Menurut dia, klien tidak punya ide desain dan hanya berbagi keresahan terkait pandemi, seperti tidak suka ada ruang tamu dan harus tersedia wastafel depan rumah. Dari sanalah arsitek memberi usulan desain hunian yang fokus pada kegiatan pemilik rumah sehari-hari di tengah pandemi.
Salah satu unsur ruangan yang dipengaruhi kebiasaan normal baru adalah desain ruang tamu yang semula di dalam ruangan menjadi di luar, tetapi masih menyambung dengan bangunan utama. ”(Perubahan) paling kentara adalah posisi dan fungsi ruang tamu. Ruang ini menjadi jarang dipakai karena kunjungan sanak saudara ataupun tamu keluarga berkurang signifikan. Ruang tamu beralih fungsi jadi tempat menaruh barang,” katanya.
Selain proyek Rumah Sariwangi yang dalam proses pengerjaan, Havia Studio juga menggarap beberapa proyek hunian lain yang sejalan dengan perilaku normal baru. Sisanya, studio arsitek itu juga mengerjakan pembangunan hunian yang tidak mengadopsi desain normal baru.
Chief Strategic Marketing Residential PT Bumi Serpong Damai Tbk Laurencia Evilyn meyakini, tren pelonggaran pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) tidak akan menyurutkan pemanfaatan desain rumah yang lebih privat dan multifungsi. Tren hunian yang lebih fleksibel itu telah diadopsi BSD City sejak sebelum pandemi dan direspons baik oleh pasar.
Tren pelonggaran pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat tidak akan menyurutkan pemanfaatan desain rumah yang lebih privat dan multifungsi.
Baca juga: Harga Rumah di Pasar Sekunder Merangkak Naik
Konsep rumah tumbuh juga digulirkan untuk mengakomodasi kebutuhan penghuni, serta fasilitas dan furnitur yang melengkapi aktivitas anggota keluarga. Dicontohkan, ruang keluarga dapat dimanfaatkan menjadi ruang kerja, akses masuk rumah dilengkapi dengan fasilitas bersih-bersih, seperti tempat cuci tangan hingga kamar mandi. Desain hunian yang mengarah ke gaya hidup sehat akan terus dilanjutkan pada proyek-proyek BSD City di masa mendatang.
”(Kebutuhan pasar) masih tetap. Orang tidak bisa menghapus begitu saja pengalaman pandemi ini. Masyarakat semakin memperhatikan isu kesehatan, keluarga, rumah yang higienis, dan sunlight,” ujar Evilyn.
Baca Juga: Milenial Mendominasi Pasar Properti
Pengajar pada Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Diponegoro, Bangun Indrakusumo Radityo Harsritanto, saat dihubungi terpisah, mengatakan, baik peneliti maupun arsitek memiliki cara pandang beragam dalam merespons pandemi Covid-19.
Kelompok pertama memandang tidak perlu ada perbedaan dalam mendesain karena melihat pandemi Covid-19 dan protokol kesehatan berlaku sementara atau jangka pendek. Ini bisa dilihat dari desain yang tidak mendukung protokol kesehatan dan hanya menggunakan aksi sementara, seperti desain ruang tunggu dengan furnitur yang sama, tetapi hanya diberi tanda ”X” sebagai penanda pembatasan fisik.
Kelompok kedua merespons pandemi Covid-19 dengan mengikuti arahan kebijakan pemerintah, penelitian kesehatan, dan sejumlah kelompok arsitektur terkenal di internasional. Misalnya, membuat desain ruangan yang minim dinding penyekat, baik untuk bangunan baru maupun renovasi.
Ada pula kelompok ketiga yang merespons dengan desain hasil riset atau eksperimen pribadi berdasarkan protokol kesehatan berlaku. Sebagai contoh, membuat lebih banyak porsi ruang luar ruangan (outdoor). Ini biasanya dilakukan oleh kafe yang memaksimalkan outdoor dari sebelumnya indoor. Contoh lain, penggunaan banyak bukaan jendela yang terkait sirkulasi udara, menata kawasan dengan kluster-kluster berkapasitas kecil dan berjarak, serta peningkatan pengaplikasian material logam terutama baja tahan karat dan menghindari material kain atau kayu.
Fenomena lain yang kini berkembang ialah banyak komunitas arsitek dan masyarakat mengadopsi desain rumah masa lampau yang dinilai telah merespons kondisi pandemi.
”Mengenai penggantian material, seperti itu (kain dan kayu), sebenarnya belum ada riset medis dan desain yang valid, tetapi ada kelompok arsitek sudah mulai melakukannya,” ujar Bangun, yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua bidang Pendidikan Arsitek Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Provinsi Jawa Tengah.
Untuk konteks Indonesia, dia menilai, arsitek cenderung kepada kelompok pertama. Namun, penerapan bangunan desain hijau ataupun bioclimatic design yang mengarah ke desain ramah lingkungan, serta theurapeutic atau healing design yang mengarah psikologis manusia mulai populer kembali saat pandemi Covid-19.
Fenomena lain yang kini berkembang ialah banyak komunitas arsitek dan masyarakat yang mengadopsi desain rumah masa lampau yang dinilai telah merespons kondisi pandemi. Misalnya, ada tempat cuci tangan di luar rumah, kamar mandi dan toilet terpisah dari rumah inti, serta pekarangan dan teras yang luas untuk menjamu tamu.
Selain itu, soal fleksibilitas penggunaan ruang sebenarnya sudah terjadi dengan sistem kantor yang tanpa dinding masif (open plan office) sejak tahun 2000-an. Namun, tidak semua perkantoran menerapkan itu.
”Ketika kini bermunculan pengembang ataupun studio arsitek menawarkan desain hunian atau kantor berbalut normal baru pandemi Covid-19 , gimmick promosi atau kebenaran mendukung sains masih perlu dibuktikan dengan diskusi ilmiah,” kata Bangun.
Baca juga: Stimulus Pemerintah Topang Emiten Properti