Upaya menambah jumlah gerai dan transaksi memakai QRIS membutuhkan kolaborasi Bank Indonesia dengan pemerintah daerah, lintas kementerian, industri finansial, dan teknologi digital.
Oleh
Mediana
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penerapan kode respons cepat standar Indonesia atau QRIS terus diperluas agar semakin banyak pelaku usaha mikro, kecil, menengah, dan konsumen menggunakannya sehingga transaksi meningkat. Namun, perluasan adopsi QRIS membutuhkan kolaborasi antara regulator, penyedia layanan finansial, dan perusahaan teknologi digital.
Senior Vice President Transaction Banking Retail Sales PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Thomas Wahyudi mengatakan, hingga akhir tahun 2021, pihaknya menargetkan ada tambahan 300.000 gerai (merchant) sehingga total menjadi 1,5 juta gerai yang menerapkan kode respons cepat standar Indonesia (QRIS).
Guna mencapai target itu, Bank Mandiri menyiapkan beberapa strategi, seperti mengoptimalkan jaringan cabang dan tenaga pemasaran untuk membantu akuisisi gerai baru. Menurut dia, QRIS paling banyak digunakan untuk transaksi digerairitel, seperti warung keperluan sehari-hari, rumah makan, dan pasar tradisional.
Untuk meningkatkan volume dan nilai transaksi, Bank Mandiri mengoptimalkan sejumlah promo pembayaran layanan memakai QRIS melalui aplikasi Livin’ by Mandiri. ”Sepanjang Januari-Oktober 2021, transaksi QRIS di Bank Mandiri tumbuh 500 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya,” kata Thomas saat dihubungi Minggu (7/11/2021).
Presiden Direktur OVO Karaniya Dharmasaputra saat dihubungi terpisah mengatakan, saat ini, pengguna transaksi QRIS terbesar di OVO adalah mitra UMKM, terutama penjual makanan dan minuman. Kehadiran QRIS berdampak positif terhadap UMKM yang ditandai dengan peningkatan pendapatan hingga 27 persen per bulan.
OVO bersama Grab Indonesia memiliki program bersama bernama Program Akselerasi Transaksi Online Pemerintah (Patriot) yang diluncurkan akhir Oktober 2021. Mereka melakukan aktivasi pemakaian QRIS di kalangan pelaku UMKM di empat zona pasar, yaitu Pasar Gede, Pasar Nusukan-Pasar Gilingan, Pasar Jongke-Pasar Kembang, dan Pasar Kliwon.
”Saat ini, sudah banyak UMKM mulai mengutamakan uang elektronik sebagai opsi pembayaran. Mereka mau beradaptasi dengan perkembangan teknologi finansial yang salah satunya adalah QRIS,” katanya.
Pekan lalu, Bank Indonesia (BI) dan Kementerian Perdagangan meluncurkan program Pasar dan Pusat Perbelanjaan Sehat, Inovatif, dan Aman Pakai (SIAP) QRIS di Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. Peluncuran ini menandai dimulainya uji coba program SIAP QRIS di 51 pasar rakyat dan 45 pusat perbelanjaan di 34 provinsi seluruh Indonesia.
Deputi Gubernur Bank Indonesia Sugeng dalam keterangan pers mengatakan, QRIS memberikan lima keuntungan bagi pelaku UMKM. Pertama, membangun profil kredit untuk kemudahan mendapatkan pinjaman. Kedua, transaksi tercatat dan langsung masuk rekening sehingga mudah dipantau.
Keuntungan ketiga, bebas risiko pencurian uang, uang palsu, dan tidak memerlukan uang kembalian. Keempat, mengikuti tren pembayaran terkini. Kelima, murah dan bebas biaya bagi usaha mikro sampai Desember 2021.
”Program SIAP QRIS akan terus diperluas ke berbagai pasar ataupun pusat perbelanjaan lainnya agar semakin naik pemakaiannya sebagai solusi pembayaran nirsentuh,” kata Sugeng.
Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Filianingsih Hendarta saat taklimat media, Rabu (3/11/2021), di Jakarta, menyebutkan, per awal November 2021 terdapat 12,11 juta merchant bergabung menggunakan QRIS. Sebanyak 94 persen di antaranya merupakan pelaku UMKM.
Volume transaksi memakai QRIS per September 2021 mencapai 40 juta kali atau naik 264 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Nilai transaksi Rp 2,9 triliun atau naik 248 persen dibanding tahun sebelumnya.
Dia mengatakan, BI telah meningkatkan batas nilai transaksi memakai QRIS dari Rp 2 juta menjadi Rp 5 juta. Ini berpengaruh ke peningkatan transaksi, terutama kepada merchant skala menengah dan besar.
”Kami juga akan terus meningkatkan pemakaian QRIS ke layanan e-dagang. Kami akan kerja sama dengan berbagai kementerian agar implementasi bentuk penggunaan QRIS sebagai solusi pembayaran meluas,” kata Filianingsih.
Ekosistem digital
Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Ebi Junaidi, saat dihubungi Minggu menilai positif inovasi-inovasi yang BI, seperti inovasi QRIS tanpa tatap muka. Inovasi ini memungkinkan pembeli atau gerai bisa bertransaksi dengan memindai gambar QRIS yang tersimpan pada ponsel pintar tanpa harus bertemu langsung.
”Inovasi ini akan mendorong peningkatan transaksi, bahkan di ekosistem layanan digital. Kalau ingin QRIS semakin ekspansif adopsinya, QRIS harus diperbanyak hadir sebagai opsi pembayaran layanan di ekosistem layanan digital, seperti di lokapasar dan aplikasi super milik para perusahaan teknologi,” ujarnya.
Hanya saja, tantangan cara itu adalah kemauan para perusahaan teknologi penyedia layanan lokapasar ataupun aplikasi super untuk menghadirkan. Menurut Ebi, BI melahirkan QRIS juga bertujuan agar tidak ada eksklusivitas dompet digital.
Upaya lain memperluas QRIS ke seluruh Indonesia juga harus melihat kondisi infrastruktur akses internet dan literasi digital kepada masyarakat. Belum meratanya infrastruktur ataupun tingkat literasi digital bisa jadi tantangan ekspansi QRIS.
”Dari sisi nilai transaksi, peningkatan batas nilai bisa mendorong semakin banyak konsumen memakai QRIS untuk berbagai kebutuhan, bukan hanya transaksi ritel harian, dan menguntungkan merchant. Kemudian, rendahnya merchant discount rate (MDR) atau potongan yang dibebankan ke pengusaha dari pihak bank juga mempengaruhi. MDR ke pengusaha mikro sudah nol persen yang menurut saya bisa diperpanjang,” imbuh Ebi.