Setelah bertahun-tahun tidak mengalami kemajuan dan terus menerus menghasilkan kisah-kisah pilu yang sama, pemberantasan pinjaman daring ilegal mulai menemukan titik terangnya.
Oleh
Benediktus Krisna Yogatama
·4 menit baca
Selama bertahun-tahun, kasus demi kasus jeratan pinjaman daring ilegal terus terjadi. Bunga yang mencekik, penagihan yang tak beretika dan merendahkan martabat, hingga pencurian data pribadi terus terjadi. Kisah-kisah pilu itu terus berulang. Lorong gelap itu kini seakan menemukan ujungnya yang terang. Pemerintah dan otoritas menelurkan kebijakan untuk serius menangani hal ini.
Kasus jeratan pinjaman daring ilegal yang sampai memakan korban jiwa pertama kali terjadi pada Februari 2019 lalu. Zulfadli (35), mengakhiri hidupnya dengan gantung diri rumah kos kawannya di Jalan Mampang Prapatan, Tegal Parang, Jakarta Selatan. Sopir taksi ini diketahui memiliki pinjaman awal daring Rp 500.000. Terjerat bunga besar, pinjamannya membengkak berlipat-lipat sampai dia kesulitan mengembalikan.
Penagihan dengan cara pelecehan seksual dan penyebaran konten pornografi pernah dialami tiga korban pinjaman daring ilegal VLoan, yakni IW, SN, dan MD pada awal 2019. Penagih utang memasukkan korban ke grup Whatsapp mengunggah gambar dan video porno, serta mengancam akan memasukkan benda tumpul ke alat kelamin korban, apabila utang tak dibayar.
Polisi lalu menggerebek lokasi kantor pinjaman ilegal itu di bilangan Slipi, Jakarta dan menangkap para tersangka penagih utang itu. Itu adalah kali pertama kepolisian menindak entitas pinjaman daring ilegal.
Dua tahun berselang, masih sering kita jumpai kisah-kisah pilu semacam ini. Apalagi saat pandemi, kebutuhan dana darurat masyarakat meningkat, keberadaan pinjaman daring ilegal ini makin menjamur.
Pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bukannya diam saja tanpa tindakan. Satgas Waspada Investasi (SWI) yang terdiri dari 13 kementerian dan lembaga sejak 27 Juni 2018 hingga 15 Oktober sudah memblokir 3.516 aplikasi atau situs pinjaman daring ilegal. Namun, tetap saja, mati satu tumbuh seribu. Satu aplikasi ditutup, mereka bisa tetap bergentayangan lagi.
Langkah antisipatif berupa edukasi selalu dilakukan agar masyarakat terlebih dahulu mengecek legalitas dari entitas pinjaman daring. Masyarakat diminta agar hanya meminjam dari entitas pinjaman daring yang legal, resmi, terdaftar, dan berizin dari OJK.
Problematika jeratan lintah darat digital ini akhirnya mulai menunjukkan titik terang. Bermula pada pidato presiden Joko Widodo pada saat pembukaan acara OJK Virtual Innovation Day 2021 pada 11 Oktober. Itu adalah pertama kalinya presiden menyampaikan kegelisahannya soal jeratan pinjaman daring.
Setelah pidato presiden itu, kepolisian bergerak cepat menindak para pelaku. Sejak 12 – 19 Oktober, kepolisian menangkap 45 tersangka kasus pinjaman daring ilegal di berbagai daerah mulai dari Sumatera Utara, Jabodetabek, hingga Kalimantan Barat.
Gebrakan pemberantasan pinjaman daring ilegal juga dicetuskan oleh Menkopolhukam Mahfudz MD. Ia menegaskan, entitas pinjaman daring ilegal itu tidak sah di mata hukum karena tidak memenuhi syarat objektif maupun subjektif seperti diatur dalam hukum perdata. Karena itu, dia meminta kepada seluruh masyarakat yang terjerat rentenir digital ilegal ini untuk menghentikan angsurannya. Hal itu tentu melegakan masyarakat yang terlanjur terjerat.
Terlepas dari gangguan yang ditimbulkan dari entitas ilegal, industri ini sejatinya sudah memberikan manfaat yang besar kepada masyarakat. Sejak mulai beroperasi 2016 hingga Agustus 2021, total akumulasi penyaluran pinjaman yang sudah disalurkan mencapai Rp 249,94 triliun yang diberikan dari 749 ribu pemberi pinjaman dan melibatkan sebanyak 68,4 juta peminjam.
Namun, Ketua Dewan OJK Wimboh Santoso juga berencana untuk menata ulang ekosistem industri pinjaman daring yang legal. Salah satu poin terpenting adalah meminta pelaku yang legal ini menurunkan besaran bunga pinjaman yang saat ini sebesar 0,8 persen per hari. Hal itu direspon Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) dengan menurunkan besaran bunga pinjaman menjadi 0,4 persen hari.
Meski sudah menemukan titik terang, namun masih ada hal-hal lain yang perlu terus dilakukan untuk melindungi konsumen dan menciptakan iklim usaha yang sehat. Salah satunya adalah pembuatan Undang-Undang (UU) Perlindungan Data Pribadi dan UU Inovasi Layanan Keuangan Digital atau UU Fintech. Dengan adanya UU itu, maka segala kegiatan pinjaman daring ilegal akan langsung menjadi tindak pidana. Kegiatan pinjaman daring yang legal akan memiliki dasar hukum yang lebih kuat.