Untuk memaksimalkan pemakaian komponen dalam negeri, industri domestik perlu diperkuat agar bisa memenuhi spesifikasi teknologi yang dibutuhkan dalam proses produksi.
Oleh
Agnes Theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Optimalisasi penggunaan produk dalam negeri di sektor hulu minyak dan gas bumi terus didorong guna mengejar target substitusi impor. Namun, perluasan pemakaian komponen dalam negeri itu masih menghadapi tantangan besar. Standar barang kadang kurang memadai dan kurang sentuhan teknologi tinggi. Ini menyulitkan untuk dipakai di proyek-proyek hulu migas.
Berdasarkan data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), capaian komitmen tentang tingkat komponen dalam negeri (TKDN) di hulu migas cenderung menurun dari tahun ke tahun, baik untuk barang maupun jasa. Namun, penurunan paling drastis terjadi pada pengadaan barang.
Pada 2014, nilai pengadaan barang mencapai 5,54 miliar dollar AS dan pengadaan jasa 11,8 miliar dollar AS. Angka tersebut terus menurun hingga hanya mencapai 101 juta dollar AS untuk pengadaan barang dan 3,2 miliar dollar AS untuk pengadaan jasa pada 2018.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengatakan, industri migas memiliki karakter padat modal, berisiko tinggi, dan berteknologi tinggi. Hal itu membuat upaya untuk meningkatkan penyerapan TKDN dari aspek pengadaan barang lebih sulit dilakukan daripada pengadaan jasa.
Capaian komitmen tentang tingkat komponen dalam negeri (TKDN) di hulu migas cenderung menurun dari tahun ke tahun, baik untuk barang maupun jasa. Namun, penurunan paling drastis terjadi pada pengadaan barang.
”Tidak mudah karena di balik ini ada syarat standardisasi dan spesifikasi yang harus dipenuhi oleh penyedia barang dan jasa. Untuk jasa, masih besar (serapannya), tetapi yang sulit adalah barang. Kalau tidak memenuhi syarat spesifikasi yang dibutuhkan, tidak bisa dipakai,” kata Tutuka dalam acara pembukaan Forum Kapasitas Nasional 2021 di Jakarta Convention Center, Kamis (21/10/2021).
Tutuka mencontohkan, produk yang masih harus diimpor adalah mesin turbin lantaran produk itu memerlukan teknologi yang lebih canggih. Industri dalam negeri belum mampu memproduksi barang tersebut sesuai spesifikasi yang dibutuhkan pada proyek-proyek hulu migas. ”Teknologi yang maju masih dikuasai oleh negara luar. Kita mau tidak mau harus impor,” ujarnya.
Menurut dia, penggunaan komponen dalam negeri perlu diperjuangkan secara realistis sembari mengembangkan kapasitas industri dalam negeri. Saat ini, strategi yang perlu dikembangkan adalah penguatan industri dalam negeri, baik melalui pengembangan riset terapan maupun melalui kerja sama dengan negara lain yang lebih maju dari segi penguasaan teknologi tersebut.
”Nanti, lama-lama (industri dalam negeri) akan tumbuh. Kontraktor tidak bisa menerima produk kita tanpa spesifikasi yang teruji. Tidak bisa coba-coba,” katanya.
Secara umum, capaian TKDN di hulu migas masih memenuhi target. Per September 2021, capaian TKDN dalam pengadaan barang dan jasa di sektor hulu migas mencapai 58 persen, dari total nilai pengadaan sebesar 2,6 miliar dollar AS atau sekitar Rp 37 triliun. Artinya, industri dalam negeri mendapat kontrak Rp 21,4 triliun dari pengadaan barang dan jasa di sektor hulu migas. Capaian itu melampaui target pemerintah sebesar 50 persen dan naik dari capaian tahun 2020 sebesar 57 persen.
Penggunaan komponen dalam negeri perlu diperjuangkan secara realistis sembari mengembangkan kapasitas industri dalam negeri.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto menambahkan, pihaknya berusaha untuk teliti dan tegas terhadap kontraktor, mulai dari tahap perencanaan sampai operasional. Komitmen TKDN sudah dirinci sejak pengajuan rencana pengembangan (plan of development) lapangan migas. Jika kontraktor gagal memenuhi komitmen TKDN sesuai yang direncanakan dan disepakati, mereka akan dikenai penalti.
”Jadi, sejak mereka masih mengajukan rencana, diskusi dengan tim SKK Migas itu cukup alot. Kita teliti satu per satu, TKDN tiap peralatan itu sudah bisa didorong ke berapa persen. Begitu sudah ada komitmen persentase TKDN tertentu yang diteken, itu harus dipenuhi. Jika tidak dipenuhi, kena penalti (sanksi administrasi dan denda),” kata Dwi.
Saat memberi sambutan di acara tersebut, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengingatkan industri hulu migas untuk meningkatkan TKDN demi mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap produk impor dan mendorong tercapainya target substitusi impor.
Ia mengatakan, ada kecenderungan industri dalam negeri, termasuk sektor hulu migas, untuk bergantung pada bahan baku dan penolong dari negara lain. Ia pun meminta agar implementasi peningkatan penggunaan produksi dalam negeri (P3DN) dijalankan secara sungguh-sungguh.
”Implementasi P3DN ini jangan hanya tertulis saja, tetapi menjadi aksi nyata. Kalau ingin maju, kita harus sadar bahwa penggunaan produk dalam negeri akan melahirkan inovasi-inovasi dan membuka kesempatan kepada insinyur muda kita. Kita jangan impor saja,” kata Luhut.