Tingkat Komponen Dalam Negeri di Proyek Hulu Migas Capai 58 Persen
Pencapaian tingkat komponen dalam negeri atau TKDN belanja barang/jasa pada proyek hulu migas bisa berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi daerah dan nasional.
Oleh
Mediana
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Hingga September 2021, pencapaian tingkat komponen dalam negeri atau TKDN pada pembelanjaan barang dan jasa proyek hulu minyak dan gas bumi telah mencapai 58 persen. Nilai komitmen TKDN tersebut sebesar Rp 39 triliun.
Kepala Divisi Pengelolaan Rantai Suplai dan Analisis Biaya Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Erwin Suryadi menyampaikan hal tersebut di sela-sela webinar ”Hulu Migas Datang, Industri Berkembang”, Selasa (12/10/2021), di Jakarta.
Sebelumnya, SKK Migas telah mengubah ketentuan Pedoman Tata Kerja Nomor 007 (PTK 007) Pengelolaan Rantai Suplai Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa. Perubahan ketentuan ini, salah satunya, untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan kegiatan usaha hulu migas melalui kolaborasi pengelolaan rantai suplai antara KKKS cost recovery (pengembalian biaya produksi migas) dan KKKS gross split (kontrak bagi hasil berbasis produksi bruto).
Perubahan ketentuan ini juga bertujuan untuk memastikan pemenuhan dan peningkatan kompetensi sumber daya manusia KKKS selama proses pengelolaan barang/jasa yang diadakan.
”Target 2030 masih sama, yaitu produksi minyak mencapai 1 juta barel per hari dan gas bumi 12 miliar standar kaki kubik per hari. Dalam visi ini, salah satu substansinya jelas mengarahkan TKDN pembelanjaan barang/jasa proyek hulu minyak dan gas bumi,” ujar Erwin.
Untuk meningkatkan capaian nilai TKDN pada belanja barang/jasa, proyek hulu migas butuh koordinasi teknis lintas kementerian/lembaga.
Dengan kebijakan TKDN, Erwin menekankan proyek hulu migas bisa dikelola lebih efisien. Dia lantas menggambarkan, perbaikan turbin yang sebelumnya harus dikirim ke luar negeri kini bisa dilakukan di dalam negeri. KKKS tidak perlu menanggung biaya perbaikan yang besar.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro, di acara yang sama, berpendapat, untuk meningkatkan capaian nilai TKDN pada belanja barang/jasa, proyek hulu migas butuh koordinasi teknis lintas kementerian/lembaga. Pasalnya, industri nasional masih mengandalkan komponen bahan baku penolong impor.
”Lalu, banyak lapangan eksplorasi migas di Indonesia sudah tua sehingga butuh ongkos besar untuk biaya pengembalian. Jadi, capaian TKDN pada belanja barang/jasa proyek hulu migas bukan semata-mata urusan teknis, tetapi juga soal harga,” katanya.
Berdasarkan hasil kajian ReforMiner Institute dengan memakai data olahan dari SKK Migas dan Kementerian ESDM, pencapaian TKDN tahun 2015 mencapai 68 persen, lalu 2016 sebesar 55 persen, dan naik menjadi 58 persen pada 2017. Kemudian, pencapaian TKDN kembali meningkat menjadi 63 persen pada 2018. Pada 2019, pencapaian TKDN turun menjadi 60 persen. Pada 2020, pencapaian TKDN kembali turun jadi 57 persen. Hal ini diduga disebabkan oleh tertundanya belanja karena situasi pandemi Covid-19.
Direktur Komersial Krakatau Pipeline Industry (KHI) Denny Prasetya mengatakan, industri pipa baja dalam negeri sebenarnya mampu menyubstitusi impor. Varian pipa baja yang bisa dihasilkan juga banyak. Agar bisa bersaing dengan pabrikan luar negeri, industri pipa baja dalam negeri mesti selalu mengikuti perkembangan teknologi yang dipakai di proyek hulu migas.
Agar bisa bersaing dengan pabrikan luar negeri, industri pipa baja dalam negeri mesti selalu mengikuti perkembangan teknologi yang dipakai di proyek hulu migas.
Sementara itu, saat webinar ”Masa Depan Industri Hulu Migas dalam Road Map Energi”, Bupati Sumenep Achmad Fauzi menyampaikan, keterlibatan badan usaha milik daerah (BUMD) belum optimal dalam proyek eksplorasi hulu migas. BUMD kebanyakan menjadi penonton.
”Kami mengakui, perusahaan hulu migas punya standar tertentu. Akan tetapi, hal itu bisa dikomunikasikan dengan BUMD. Pekerjaan turunan eksplorasi migas itu banyak dan semestinya BUMD dilibatkan. Mengenai saham partisipasi daerah (participating interest/PI) juga bisa dibicarakan bersama-sama,” katanya.
Sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 37 Tahun 2016 tentang Ketentuan Penawaran Participating Interest 10 Persen pada Wilayah Kerja Minyak Dan Gas Bumi, daerah berhak atas kepemilikian 10 persen terhadap wilayah kerja migas. Untuk memastikan daerah menikmati sepenuhnya PI 10 persen ini, kepemilikan saham BUMD tidak dapat diperjualbelikan atau dialihkan.
Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional Djoko Siswanto mengingatkan, apabila tidak ada upaya agresif memenuhi target produksi minyak 1 juta barel per hari dan 12 miliar standar kaki kubik per hari pada 2030, Indonesia akan tetap mengimpor migas untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Saat ini, secara khusus produksi minyak dalam negeri sekitar 600.000 barel per hari atau di bawah target 705.000 barel per hari.
”Kalau Indonesia tidak melakukan apa-apa, produksi minyak dalam negeri bisa anjlok sampai menjadi 300.000 barel per hari. Makanya, selain TKDN belanja barang/jasa, cara kerja pegawai dan organisasi perusahaan pelaksana proyek hulu migas harus bertransformasi. Paten-paten yang sudah dimiliki, seperti dari Pertamina, semestinya dieksekusi untuk mendukung produksi,” ucap Djoko.